"Enggak. Lo aja yang salah lihat. Kayaknya lo perlu pake kacamata deh biar bisa lihat dengan baik dan jelas." Adel mencoba untuk memalingkan wajahnya kearah yang lain untuk menghindari tatapan dari Baron.
"Enak aja, mata gue baik baik aja ya. Dijamin seratus persen sehat wal afiat. Orang gue aja sering minum jus wortel biar mata gue bisa bedain mana temen yang fake dan mana yang asli. Sini deh, cerita sama gue. Siapa tau gue bisa bantu," ujar Baron sambil meletakkan pantatnya untuk duduk disebelah Adel.
"Anjing banget tuh mulut lo. Btw, kok lo jadi sok peduli gini sih. Ini bukan lo yang gue kenal Ron. Baron yang gue kenal itu selalu ngegodain gue bikin gue kesel dan marah. Bukan yang kaya gini, ini bukan diri lo deh. Atau jangan - jangan lo lagi kesurupan yaa?" ucap Adel mencari alasan untuk mengelak dan mengalihkan topik pembicaraan.
Baron membuang mukanya seraya berucap "Yaelah, gue udah baik hati buat dengerin cerita lo. Ehh malah lo kayak anjing gini. Au dah serah lo. Gue pergi aja, awas aja kalo lo nyari gue terus bilang kalo lo kangen sama gue. Gue mau turun aja dan bilangin ke pihak kesiswaan kalo lo ngumpet disini dan bolos upacara bendera, biar lo dihukum dan mampus sendiri," ucap Baron berlagak seperti marah dan beranjak pergi.
Adel terlihat gusar saat mendengar perkataan Baron.
"Bangsat!! Lo sebenernya temen gue atau bukan sih? Temen masa gitu sih. Emang lo tega lihat gue disuruh bersihin kamar mandi yang super kotor atau gudang yang horor? Emang lo tega liat gue hormat ke bendera seharian? Tapi nggak masalah sih kan lo juga bolos bareng gue. Jadi gue nggak masalah." ucap Adel dengan nada yang tak percaya.
Baron tergelak dengan lantang. "Ya kagak lah neng. Aku mah nggak tega lihat kamu susah dan sedih kaya gitu. Gue tuh bukan bolos upacara, gue udah ambil dispensasi latihan persiapan promnight," ucap Baron sambil memamerkan satu lembar surat dispensasi di depan wajah Adel.
Setelah mendengar hal itu, sontak Adel memasang raut ingin muntah, "Jijik anjir. Kok lo jadi lebay sih? Kok enak lo ambil dispensasi, gue juga mau kali."
Baron menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kok gue jadi gini sih. Pasti gegara lo nih! Yaudah kalo lo mau ambil dispensasi, gampang tinggal tulis nama lo aja di kertas gue." ucap Baron dengan tetap melanjutkan tawa nya.
Adel menatap Baron dengan tatapan tak terima. "Kok gue lagi? Udah deh jangan buat gue emosi. Kok perasaan gue salah mulu. Udah deh daripada lo rame aja, mending lo duduk diem disini. Temenin gue atau lo mau ngerokok juga?" ujar Adel dengan nada tak terima yang terlihat dibuat-buat dan Adel menyodorkan bungkus kotak rokok dan menghembuskan asap rokok kearah Baron.
Baron mengibaskan tangannya seolah menguraikan kepulan asap rokok yang ada didepannya. "Sorry yaa gue udah belajar berhenti ngerokok dan sekarang gue ganti sama ngunyah permen karet. Bukannya dulu lo yang paling ngotot buat bikin gue berhenti ngerokok. Lo tau kan seberapa cintanya gue sama rokok waktu dulu? Kok sekarang malah lo yang ngerokok sih? Nggak asik deh," ucap Baron sambil mengambil kotak rokok dari genggaman Adel mengambil seputung rokok dan memutar-mutarnya di jarinya.
Adel terkekeh perlahan. "Itu mah sama aja tolol. Kalo bodoh tuh jangan di pelihara kalo bisa tuh dibagi-bagiin biar lo nggak bodoh sendiri. Bukannya sakit asma malah sakit kencing manis lo. Iya ya gue tau. Dulu, gue paling benci kalo ada asap rokok. Ini gara-gara lo yang dulu ngenalin gue sama barang ini." Ucap Adel sambil menyesap seputung rokok itu.
" Yah kan mending sakit kencing manis nggak berakibat fatal dan udah ada obatnya lagi. Daripada gue sakit asma, telat penanganan pasti udah auto gue bakal mati. Masa lo rela ditinggal sahabat lo yang paling unyu ini?? Kan gue nggak mau lo nyoba sendiri terus kecanduan sendiri. Mending nyoba sama gue, dibawah pengawasan sang ahli rokok." Ucap Baron sambil membuang putung rokok yang tersisa dari tangan Adel dan menginjaknya.
"Serah lo deh. Ehh bangsat malah diambil. Udah sini bungkus rokoknya. Gue mau ambil lagi," ucap Adel dengan nada suara yang tak terima.
" Lo cewek, jangan ngerokok. Nggak baik buat tubuh dan masa depan lo", jawab Baron. Adel tertawa dengan kencang.
"Gue jadi inget waktu gue minta rokok ke lo dulu", ucap Adel diiringi tawa yang muncul diantara mereka berdua.
----------------------------------------------------------------------------------
Flashback on
Adel menghampiri Baron yang sedang asyik menghisap asap rokok dan menghembuskan dengan perlahan di balkon villanya. Adel duduk disamping Baron tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
Hari ini, mereka tengah berada di villa milik keluarga Baron yang terletak di daerah Bogor untuk sedikit menghibur diri ditengah aktifitas yang memuakkan.
Baron memanglah pecandu rokok sejati. Tiada waktu bahkan tempat yang tak ia gunakan untuk merokok tentunya kecuali ruangan yang ber-AC. Adel ingin mencoba apa yang membuat sahabat yang satu ini menjadi pecandu rokok.
'Apakah rasanya senikmat itu?' batin Adel bertanya-tanya. Adel ingin membuat Baron mengurangi frekuensinya dalam merokok. Karena Adel takut jika rokok dapat mengancam nyawa dari sahabatnya yang satu ini.
"Gue boleh nyoba itu Ron?" ucapan Adel telah mampu menghentikan aktivitas merokok Baron. Baron menatap Adel dengan tatapan tak percaya. Namun Adel hanya tersenyum tipis.
Baron menggelengkan kepalanya, "Jangan ini nggak baik."
Adel tersenyum. "Kalo lo tau itu nggak baik, kenapa lo menghisapnya atau bahkan menikmatinya?" tanya Adel untuk memastikan argumennya, mendengar hal itu secara otomatis Baron mematikan rokoknya.
Adel tersenyum, "Terima kasih. Gue pengen nanya sesuatu. Apa rokok bisa mengurangi beban yang kita tanggung? Kok banyak perokok yang bilang dengan kita ngerokok itu bisa mengurangi beban pemikiran kita," Tanya Adel.
"Iya itu bener sih tapi hanya sementara aja. Rokok tuh hampir mirip sama alkohol, dia hanya memberikan kenyamanan tanpa memberikan solusi. Tapi justru bisa buat masalah baru di masa depan. Masalah yang ada didepan kita nggak akan bisa selesai jika kita hanya menatap sambil merokok. Tanpa ada niatan untuk menyelesaikan nya." Tutur Baron.
"Baiklah, kasih gue satu putung. Gue pengen nyoba", ucap Adel sambil menyodorkan tangannya.
"Lo yakin?" Ucap Baron sambil menatap mata Adel dan Adel menggangguk dengan pasti.
Mau tak mau Baron memberikan seputung rokok dan menghidupkannya. Adel mulai menghisap rokok dengan perlahan, namun dia terbatuk. Baron tertawa dengan lantang sembari menuangkan minuman vodka ke dalam gelasnya. Meminum dengan perlahan-lahan seperti meresapi apa yang sedang dia minum.
Adel memang peminum tapi bukan pecandu minuman beralkohol. Adel hanya akan meminum alkohol jika ia sedang bersama teman ataupun orang-orang terdekat yang telah Adel percaya. Sedangkan Baron dia itu maniaknya alkohol dan rokok.
Dimana ada Baron disitu pasti ada minuman beralkohol dan rokok, karena itu sudah menjadi ciri khas Baron sejak dulu. Namun Adel tidak menjauhi Baron, Adel justru mendekati Baron dan memberikan pengertian bahwa apa yang telah ia lakukan selama ini sangatlah salah.
Flashback off