Chereads / Really I Want / Chapter 6 - Chapter 5

Chapter 6 - Chapter 5

"Aww! sssh," ringis Zea saat ada tamparan mendarat mulus di pipinya.

Rambut Zea terayun menutupi wajahnya sendiri akibat tamparan tersebut yang cukup keras. Hal tersebut menjadikan Zea meringis. Mungkin karena yang menampar adalah seorang pria. Tenaga pria memang lebih kuat dari wanita. Jika di depannya ini adalah seorang wanita, Zea pasti akan membalas tamparan itu. Namun, Zea cukup sadar diri dengan posisinya.

Tidak hanya itu, sesegera mungkin Zafran menghampirinya. Tatapan mereka bertiga sama-sama memancarkan kebingungan. Saat pandangan Zea dan pria itu bertemu, mereka berdua sama-sama menyipitkan kedua matanya untuk mememperjelas pandangan dan memepertajam ingatan. Gila, menurut Zea, pria itu benar-benar gila. Zea sangat tidak mengenal pria itu.

Paras wajah pria itu pun sangat asing. Apakah dia adalah orang yang benar-benar sudah gila? tapi rasanya tidak. Sebab dia terlihat seperti orang normal pada umumnya.

"Lo siapa?!" Tanya Zafran dengan nada membentak. Mana ada sih pria yang tega melihat orang yang disayang disakiti oleh orang lain. Tentu tidak ada. Sebab itulah yang namanya pria sejati. Dimana pria tersebut berani mengorbankan jiwa dan raganya untuk wanita pilihannya. Beruntung sekali bagi orang yang menemukan pasangan hidup seperti itu. Karena pria sejati termasuk dalam kategori pria bertanggung jawab.

Sudah banyak kejadian para lelaki yang rela terluka untuk si doi. Bahkan terkadang ada yang sampai rela mati. Dan yang paling miris, dia juga rela kalau doinya bahagia dengan orang lain. Sad boy!

"Mak lo waktu hamil ngidamnya apa? Ini juga masih aja pakai seragam SMA. Oh, ternyata kelas sebelas? Sekolah sebelas tahun masih aja bego, TK nya juga belum masuk hitungan tuh. Kenalin, gue manusia," jawab pria itu. Ekspresi wajahnya memancarkan sikap kesombongannya. Ingin rasanya Zea dan Zafran memakan pria tersebut. Dia kategori spesies yang menyebalkan.

"Makanya gue disekolahin biar begonya hilang dan gue tahu kalau lo manusia," jawab Zafran tak mau kalah.

"Bodoh kok dipelihara, anaknya siapa sih lo?!" Bentak pria itu.

"Wah ngelunjak nih orang. Sok belagu tapi nggak tahu gue anaknya siapa. Kenalin, gue anaknya Ibu dan Ayah. Karena buatan Ibu dibantu Ayah. Gitu aja nggak tahu. Bodoh banget, tua lagi."

"Ngajakin berantem?"

"Hilih beraninya sama bocil, cemen Lo! Mending sana telanjang di jalan saja, gila, nggak malu apa?!" Sindir Zafran membuat pria tersebut naik darah. Wajar saja sih, sebab omongan Zafran memang sudah keterlaluan.

"Eh bocil! Mending Lo itu pulang dulu, balik sekolah malah keluyuran nggak jelas. Kasihan tuh orang tua Lo udah banting tulang buat bayar sekolah. Orang tua udah susah, anaknya di sini malah pacaran. Dasar nggak tahu diri!"

Kedua tangan Zafran sudah mengepal. Detik ini juga dia ingin membogem pria di depannya ini. Cuma masih ingat tempat saja. Dia tidak mau membuat orang lain merasa tidak nyaman.

"Stop!" seru Zea.

Akhiran perdebatan antara Zafran dan pria itu pun selesai. Zea mengamati setiap inci penampilan pria itu. Bukan juga pakai penggaris, inci hanya ibarat saja. Jadi orang jangan terlalu polos dengan kata-kata ibarat, Gengs. Biasanya kata-kata ibarat itu digunakan untuk gombalan receh. Nah buat kalian yang mendapat gombalan receh jangan mudah baper. Sebab orang yang suka menggombal kebanyakan memiliki banyak simpanan pasangan.

Nah, seperti yang Zea lihat, wajah pria itu tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Dia juga terlihat rapi, namun tidak dengan otaknya. Apakah ada orang sehat jasmani dan rohani yang tiba-tiba datang membawa kejutan berupa tamparan? Ditambah tidak dikenal. Mungkin yang melihat akan mengatakan ataupun menyebutnya dengan sebutan orang gila. Jika jaman sekarang biasa disebut gaje, nggak jelas. Sedangkan wajahnya? Dia sangat watados, wajah tanpa dosa. Sok merasa paling benar. Padahal baru saja berbuat kesalahan.

Seperti halnya apa yang sedang Zea rasakan. Sakit ditambah rasa dongkol. Zea sudah memasang wajah marah. Tapi Pria tersebut tidak  memiliki rasa peka. Padahal ciri-ciri makhluk hidup adalah peka terhadap rangsang. Apakah pria itu bukan makhluk hidup? Hantu kah? ataukah siluman.

"Gue nggak terima ya! Lo harus tanggung jawab!" Sentak Zea yang sudah meraih kerah baju pria itu, kemudian melintirnya. "Kalau lo nggak mau tanggung jawab, lo bakal gue laporin ke polisi!" Ini adalah puncak kemarahan Zea. Padahal sebelumnya dia merasa takut untuk melawan pria tersebut. Namun semenjak dia melihat kelakuannya. Dia merasa muak dan ingin memuntahkan isi perutnya. Dia bukan termasuk kategori pria idamannya.

"Iya-iya, stop! Gue harus ngapain?"

"Bayar satu juta!"

"Satu juta? Lo kira gue ngerusakin apa? Nggak-nggak, gue nggak mau. Lagian wajah lo aja tuh yang bikin gue salah fokus. Gue kira lo orang yang sedang gue cari. Makanya gue gemes, terus gue tampar deh."

"Malah curhat! Nyolot juga! Di sini kan lo yang salah. Gue hitung sampai tiga, kalau lo nggak bayar, gue bakal laporin lo ke polisi. Ingat, di sini ada cctv yang bisa buat bukti."

"Iya-iya, lepasin dulu dong!"

Akhirnya Zea sudah melepaskan cengkramannya di kerah baju pria itu. Tangannya langsung menodong ke pria itu tanpa ada rasa takut. Ya maklumlah, Zea memang sudah terbiasa dalam menagih uang.

"Cepet!" Bentak Zea.

Pria itu mengambil sejumlah uang berwarna merah sebanyak sepuluh lembar di dompetnya. Setelah itu memberikannya kepada Zea. "Nih, gitu saja repot! Minta ganti rugi segala! Dasar murahan!"

"Lo kira gue apaan? Gue bukan cewek murahan karena gue nggak jual diri!"

Pria itu tersenyum licik. Dia memandang Zea rendah. Apalagi melihat bibirnya terangkat sebelah, sehingga terlihat miring.

"Heh, gara-gara tangan lo jadi RIP skincare gue. Mahal tau nggak?! Sudah salah, nggak minta maaf pula!"

"Hilih sok cantik! Sebagai permintaan maap gue tuh," sewot pria itu kemudian meninggalkan Zea dan Zafran.

Zea langsung duduk kembali kemudian menghitung uangnya. Senyum di bibirnya kembali terbit. Zafran memutar bola matanya saat mengamati tingkah Zea.

Ini adalah kejadian pertama kali yang Zea lakukan di tempat umum. Dia sangat merasa beruntung saat bertemu dengan pria tersebut. Biasanya kalau ketemunya emak-emak kan memang repot. Udah banyak omong, ngeluarin tenaga, luangkan waktu, eh malah tetap kalah. Emang ya emak-emak itu maha benar.

"Mata duitan!" Sindir Zafran.

"Mata lo perlu dibawa ke optik. Wajar kali kalau semua orang mata duitan. Kalau lo nggak mata duitan, nanti lo bakal kelaparan."

"Ya nggak gitu juga. Lo itu namanya mengambil kesempatan dalam kesempitan."

"Iri bilang bos!" Sindir Zea tak mau kalah.

"Bodoamat, yang penting lo yang bayar semua makanan ini. Baru dapat uang kan?"

"Enak saja. Jadi laki kok pelit banget. Pantas jomblo."

"Namanya  juga ujian, tapi gue heran deh."

"Kenapa?" Tanya Zea sambil memasukkan uangnya ke dalam tas.

"Gue sudah setengah tahun lebih ngejalanin ujian jomblo, tapi kok nggak ada wisudanya? Padahal ujian sekolah saja ntar ada wisudanya."

"Dengerin baik-baik. Kebodohan lo murni dari kandungan, coba deh kalo difilter dikit. Mungkin nggak akan malu-maluin."