Chereads / Really I Want / Chapter 61 - Chapter 60

Chapter 61 - Chapter 60

Zea sangat sedih ketika mengetahui tidak ada satu pun keluarganya yang datang untuk menemaninya. Dia hidup masih dengan keluarga tapi rasa sebatangkara. Berjuang melakukan sesuatu sendiri dengan bantuan orang lain. Saudaranya yang berada di luar kota juga sering sibuk dengan urusannya sendiri.

Hanya Ana yang selalu ada untuk Zea. Setiap kali Zea sedang sedih, Ana selalu menemani dan menghiburnya agar tidak larut dalam kesedihan. Niat Ana memang baik, tapi terkadang Zea malah menghindar dari Ana karena Zea lebih suka memendam luka sendirian.

Zea paham bahwa terlalu banyak memendam masalah sendirian tidak baik untuk kesehatan. Dia selalu merasa bahwa dirinya kuat. Namun, untuk kali ini Zea sangat merasa lemah dan mengharapkan kehadiran keluarganya, terutama Ana. Zea kangen Ana yang selalu ada untuknya.

Tanpa kehadiran Ana membuat hati Zea gelisah. Zea yakin bahwa Ana tidak mungkin mengabaikannya sendirian. Tidak masuk akal jika hanya Pak Rizqi saja yang menolongnya karena jika dia akan menolong Zea maka harus masuk ke rumah dulu. Zea yakin bahwa Ana pasti ikut dalam menolongnya.

Ketika melihat mereka diam membuat hati Zea semakin gelisah. Dia memutuskan untuk bertanya kembali untuk memastikan keberadaan Ana karena dia paham betul bagaimana sifat adiknya. "Ana kemana? tolong jawab pertanyaan aku!"

"Ana lagi sekolah, sejak tadi malam Ana menjaga kamu di sini sendirian. Awalnya Ana menolak untuk tidak berangkat sekolah pada pagi ini, tapi bapak menyuruhnya untuk tetap berangkat sekolah dan masalah kamu biar sementara bapak yang jaga," jawab Pak Rizqi.

Sejak tadi Pak Rizqi menunggu Ana dan Arkan yang tak kunjung datang. Hati Pak Rizqi menjadi gelisah ketika Zea menanyakan keberadaan Ana karena jam dinding yang ada di ruangan menunjukkan pukul 3 sore, seharusnya Arkan dan Ana sudah sampai di sini. Pak Rizqi takut jika terjadi sesuatu kepada mereka berdua karena dia paham bagaimana sikap anak semata wayangnya jika naik motor untuk mengejar waktu agar datang tepat waktu.

"Apa dia sudah pulang? Ini kan sudah jam empat, apa dia lagi ada kerja kelompok?" tanya Zea.

"Kalau itu bapak tidak tahu, Ze. Mungkin sih seperti itu, kamu tenang saja karena bapak sudah menyuruh Arkan untuk menjemput Zea," kata Pak Rizqi.

"Perasaan aku kenapa nggak enak ya?"

Apa yang dirasakan Zea sama persis dengan apa yang rasakan Pak Rizqi. Zea takut kalau akan terjadi sesuatu pada diri Ana. Walaupun Pak Rizqi sudah menyuruh anaknya untuk mendampingi Ana tidak membuat Zea merasa tenang. Apalagi jalan untuk menuju rumah sakit cukup rawan kecelakaan.

Banyak orang yang mengalami kecelakaan tragis karena tikungan jalan tajam dan beberapa pengendara suka kebut-kebutan. Beberapa paranormal ada yang mengatakan bahwa tempat tersebut banyak penunggunya dan setiap setahun sekali mereka menginginkan tumbal. Namun, Zea tidak terlalu percaya mengenai hal-hal yang bersifat ghaib karena dia belum pernah membuktikannya sendiri. Zea hanya mendengar kabar dari beberapa orang. Terkadang berita yang disampaikan juga kurang pas karena terlalu banyak dibumbui.

Suatu berita akan terdengar hot jika dibumbui, maksudnya ditambahi dengan rumor-rumor ataupun kabar hoax demi mendapat followers banyak untuk ketenaran, padahal berita hoax bikin masyarakat resah. Mungkin sebagian ada orang yang percaya hal-hal ghaib dan sebagian pula ada yang tidak percaya. Pada dasarnya hal-hal ghaib hanya bisa dilihat oleh orang yang memiliki kemampuan khusus ataupun orang yang tidak sengaja melihatnya. Oleh sebab itu, seseorang sulit untuk percaya sebelum dia membuktikannya sendiri.

"Kamu jangan terlalu mikir yang aneh-aneh, Ze. Percaya sama bapak bahwa Ana akan baik-baik saja," ujar Pak Rizqi mencoba untuk menenangkan Zea.

"Ana akan baik-baik saja? Maksudnya gimana ya, Pak?"

Inilah sebabnya bila berkata harus disertai etika, ketika salah memakai kata saja bisa merubah arti dan berakibat fatal. Tanpa kita sadari, apa yang kita ucapkan terkadang bisa menyinggung perasaan orang lain. Oleh karena itu, banyak orang yang mengatakan lebih baik diam daripada banyak bicara tetapi memancing masalah.

"Maksudnya bukan gitu, Ze. Kamu sekarang lagi khawatir sama Ana kan? dia baik-baik saja."

Kedua alisnya menyatu karena bingung tidak tahu apa maksud Pak Rizqi karena terlalu bertele-tele dalam menjawab pertanyaannya. "Baik-baik gimana maksudnya. Dia pulang dari rumah sakit sama siapa?"

"Tadi pagi Ana naik ojek yang ada di dekat rumah sakit. Masalah sarapan pagi juga sudah bapak siapkan untuk Ana dan sekarang dia lagi dijemput anak bapak untuk ke rumah sakit. Bapak tidak akan membiarkan anak perempuan berjalan sendiri karena sangat berbahaya di jaman sekarang," jelas Pak Rizqi.

Semakin Zea banyak tanya mengenai Ana, semakin tambah pula rasa khawatir Pak Rizqi. Dia takut karena otaknya terpenuhi hal-hal negatif tentang Arkan dan Ana. Do'a Pak Rizqi tak lain hanya meminta perlindungan untuk mereka berdo'a agar selamat sampai tujuan.

Di dunia ini tak ada nikmat paling enak selain sehat. Orang sehat bisa menikmati ataupun melakukan berbagai hal. Biar pun banyak uang jika badannya tak sehat maka tidak bisa makan sesuatu apa yang diinginkan karena makanan juga berpengaruh terhadap kesehatan tubuh.

"Benar apa kata Pak Rizqi, kamu harus perbanyak istirahat dan jangan terlalu banyak pikiran dulu karena kondisi kamu belum stabil, banyak orang yang menunggu kamu sembuh," nasihat Andi membuat Zea tersenyum getir.

Kata-kata masih banyak orang menunggu memang terdengar aneh di telinga Zea. Pasalnya Diana yang merupakan orang tua kandungnya saja tidak ada di sisinya, apalagi keluarganya. Dia merasa seperti orang yang tidak diharapkan dan tidak berguna bagi keluarga karena dia tahu bahwa penyakitnya akan memberikan beban untuk keluarga. Jika Zea masih diberi umur untuk menjalani kehidupan di dunia ini maka dia hanya ingin sembuh dan hidup harmonis bersama keluarga.

Kedua mata Zea berkaca-kaca karena benar-benar khawatir terhadap kondisi Ana. "Tapi aku takut, om, aku takut Ana kenapa-napa."

"Percaya bahwa Ana akan baik-baik saja."

"Kamu yang tenang, Ze, biar gue ke rumah lo buat memastikan kondisi Ana gimana?" tawar Dian.

"Apa tidak merepotkan kamu, Yan? ponsel gue di mana?"

"Kalau nggak salah ponsel kamu dibawa Ana pulang," kata Pak Riziq.

Hati Zea semakin gelisah. "Aduh gimana ini?"

"Kunci mobilnya mana, Ma? biar Dian yang memastikan kondisi Ana," pinta Dian kepada Arini.

Arini memberikan kunci mobil kepada Dian. "Ini."

Tak lama kemudian ponsel Pak Rizqi bergetar menadapat panggilan dari nomor yang tidak dikenal. Dia langsung menerima panggilan tersebut. "Hallo!"

"Selamat sore, dengan Pak Rizqi?"

"Iya, dengan saya sendiri, ini siapa?"

"Saya dari pihak rumah sakit mau mengabarkan bahwa saudara Arkan dan saudari Ana sedang berada di rumah sakit karena kecelakaan," kata seorang wanita dari ponsel tersebut.

"Arkan dan Ana kecelakaan?!" pekik Pak Rizqi.

Mereka semua langsung panik. Dian yang sudah berada di ambang pintu pun berhenti dan kembali bergabung bersama mereka. Tatapan mereka tertuju kepada Pak Rizqi yang sedang berbicara dengan seseorang lewat ponsel.

Kedua mata Zea langsung menitikkan air mata tidak menyangka bahwa hal itu terjadi pada diri Ana. "Nggak, nggak mungkin! Ana nggak mungkin kecelakaan! kenapa harus kamu yang kecelakaan, Ana?! hiks."