Chereads / Really I Want / Chapter 5 - chapter 4

Chapter 5 - chapter 4

Zafran terus tertawa membuat Zea mendengus. Apalagi hujatan kata 'kambing' semakin membuat Zafran bersemangat untuk terus tertawa. Sampai-sampai perutnya terasa kaku dan giginya terasa kering.

Hingga rasa kaku itu semakin terasa. Akhirnya Zafran memberhentikan tawanya. Dia menatap Zea serius. Dia juga senyum senyum sendirian hingga membuat Zea bergidik ngeri.

"Zaf, natapnya jangan gitu dong! Gue takut bodoh," ujar Zea menatap Zafran. Namun, Zafran tetap saja pada posisinya.

"Zafran!" Panggil Zea mengguncangkan tangan Zafran. Lagi, Zafran tetap pada posisinya.

"Yang bener dong, Zaf. Jangan bikin gue takut. Lo kesurupan atau gimana?" Zea mencoba mengguncangkan tangan Zafran lebih keras.

"Hahaha!" Tawa Zafran pecah saat Zea akan bangkit dari kursinya. Sepertinya Zea benar-benar ketakutan. Sangat terlihat wajahnya saat dia panik.

"Duduk, Zea. Gue cuma becanda. Suka banget kalau mandang wajah lo. Bikin hati gue adem," ujar Zafran menggoda Zea.

Namun, bukannya tergoda, Zea justru muak dengan semua kata-kata Zafran. Sering diucapkan setiap saat, sering membuat perut terasa mules, sering membuat dirinya ingin membunuh seseorang. Sebab Zafran sering membuat Zea emosi.

"Nggak lucu, Zaf! Lo itu bisa nggak sih sehari saja nggak usah bikin gue pusing. Capek tauk digituin terus!"

"Digituin gimana?" Tanya Zafran sambil senyum-senyum sendiri.

"Ya gitu."

"Sudah lah, Ze. Gue tau kalau lo masih suka sama gue kan?"

"Sudah ah gue malas. Ngomong aja sendiri!" Sewot Zea saat sudah mulai di puncak kesabaran.

Akhirnya Zea menyembunyikan wajahnya dibalik kedua tangannya di atas meja. Berjalan dengan Zafran, mungkin hari ini adalah hari yang melelahkan baginya. Lelah hati dan lelah tenaga.

"Ze!" Panggil Zafran. Zea masih tetap diam.

"Zea!" Panggil Zafran lagi. Namun, Zea masih tetap saja diam.

"Ze! Zea! Jawab dong. Ada apa sayang? Misal gitu, cuek banget." Panggil Zafran lagi sambil mengelus rambut Zea. Tangan Zea langsung menempis tangan Zafran agar menjauh darinya.

Zafran sangat kesal. Sebab dirinya seperti tidak dianggap. "Mau bangun atau mau aku cium biar orang lain tau, Ze?"

Pilihan itu langsung membuat Zea duduk tegak. Zea tahu kalau omongan Zafran tidak akan main-main saat membicarakan tentang cium ataupun peluk. Dia akan selalu nekat saat berbuat dua hal tersebut.

"Apasih?! Berisik tau nggak?!"

"Gue mau ngomong serius, Ze."

"Apa?!" Tanya Zea bernada sewot.

Zafran masih setia memandang wajah Zea. Sesekali dia berbuat genit agar si mantan mau cinta lagi. Bukannya cinta, Zea justru ingin memuntahkan isi perut sekarang juga ketika memandangnya terus menerus. Apalagi saat menunjukan wajah sok coolnya, mau bersikap cool  bagaimana pun tetap saja lebih cool es batu.

"Apaan sih?! Cepat mau bilang apa?" Desak Zea.

"Sabar dong, nggak sabaran banget. Orang sabar pantatnya lebar, pantes banget kalau lo itu tepos."

Tepos itu kata lain dari nama pantat kempos. Kata itu biasa digunakan untuk panggilan orang-orang yang memiliki body lurus. Selurus bambu misal.  Jika menggunakan Bahasa Jawa, lawan kata dari tepos adalah cibok, singkatan dari cilik gembok. Jika kata itu di ubah dalam Bahasa Indonesia, artinya beda jauh, Gengs. Cibok artinya gayung, sedangkan cilik gembok artinya kecil besar.

Tapi mau bagaimana pun bentuk tubuh yang kita punya, kita harus bisa bersyukur. Gemuk ataupun kurus sama-sama memiliki manfaat. Yang kurus pingin besarin badan dan mungkin bisa jadi pelaris penjual makanan. Yang gemuk enak buat bantalan.

Seperti halnya Zea, saat ejekan tepos terus keluar dari mulut seseorang, dia akan terus banyak makan. Tentu sangat menguntungkan bagi penjual makanan bukan?

"Apaan sih? Mending tepos tapi murni. Daripada besar tapi dibesarin," sewot Zea.

"Iyain. Gue cuma mau ngomong, hidup gue berat tanpa lo," ujar Zafran menatap Zea lekat. Tidak hanya itu, tangannya juga sudah memegang tangan Zea.

"Berhubung gue anak IPA, gue bakal kasih tahu lo. Menurut ilmu fisika, gaya sebuah benda itu dipengaruhi oleh berat. Kalau lo ngerasa berat, mungkin hidup lo kebanyakan gaya, bukan karena tanpa gue."

Zea menarik tangannya sendiri dari genggaman tangan Zafran. Jika genggaman tangan itu tidak dilepas, maka akan terus terasa seakan dalam masa lalu. Masa dimana lagi bucin-bucinnya, budak cinta. Konon, orang bucin adalah salah satu orang yang sering tersakiti. Bahkan bisa dikatakan sebagai satpam. Mereka terus menjaga ponselnya untuk menunggu pesan dari si gebetan. Sedangkan si gebetan terkadang tanpa kabar, jadilah mereka sering galau. Sedangkan galau termasuk orang yang tersakiti tanpa secara langsung.

"Tapi kalau gue di dekat lo, gue ngerasa hati gue berdetak lebih cepat, Ze," ujar Zafran memegang dadanya menggunakan tangan kanan.

"Iyalah berdetak, namanya juga hidup. Asal lo tahu, yang berdetak itu jantung, bukan hati. Kalau detaknya cepat, berarti jantung lo sehat. Seperti setelah olahraga misal dan yang lo pegang itu bukan letak hati, tapi letak jantung."

"Iya juga ya, tapi berhubung gue anak IPS, gue juga mau kasih tahu lo. Seseorang tuh nggak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, dengan kata lain, manusia adalah makhluk sosial. Maka dari itu gue butuh bantuan lo untuk menjadi penyempurna hidup gue, jadi pacar misal."

Zea memutar bola matanya malas. Tidak hanya itu, mulutnya juga ikut melafalkan perkataan Zafran, namun dibuat-buat. Bisa dikatakan sedang mengejek.

"Gimana, Ze?" Tanya Zafran.

"Apaan?! Gombalan basi tahu nggak?!"

Tiba-tiba datanglah seorang pelayan wanita untuk mengantarkan pesanan Zafran dan Zea. Pelayan itu salah tingkah sendiri saat dipandang Zafran. Apalagi saat Zafran memberikan tatapan mata genit.

"Mata lo kenapa? Kok kayak kejang-kejang?" Tanya Zea kepada Zafran.

Pelayan yang sedang digoda pun akhirnya bisa bernafas lega. Jantungnya akan terus bersenam jika mendapat tatapan menggoda. Apalagi yang menggoda itu seorang pria tampan dan idaman.

"Silahkan, Mbak, Mas."

"Iya, Mbak. Terima kasih," jawab Zafran.

Setelah pelayan itu pergi, Zea segera meraih minumannya. Sungguh dia merasa haus saat terus berdebat dengan Zafran. Ditambah lagi saat Zafran akan terus mengeluarkan gombalan receh dan tidak bermutu.

"Gue pingin miras, tapi kok susah ya," ujar Zea.

"Apa? Lo mau minuman keras?"

"Iya, kenapa?"

"Lo mau ditangkap polisi?" Tanya Zafran tidak percaya atas permintaan Zea.

"Apaan? Gue kan maunya es batu. Es batu termasuk minuman keras kan?"

"Kebodohan lo tanpa efek banget. Memang murni dari lahir ya?" Tanya Zafran yang masih bisa di dengar oleh Zea. Dia memilih untuk acuh saja daripada terus berdebat. Namun rasa ingin buang air kecil pun tiba-tiba datang. Zea memutuskan untuk pergi ke kamar mandi.

"Gue ke kamar mandi dulu."

"Minta antar?" Tawar Zafran.

"Nggak, yang ada ntar lo ngintip."

"Hehehe, tahu saja," tawa Zafran garing

Zea memutar bola matanya malas. Dia berbalik badan. Tidak dia sangka, sebuah tamparan mendarat mulus di pipinya.

Plak!