"Bun!" Panggil Ana.
Diana pun membalikkan badan kemudian tersenyum. "Iya, Ana?"
"Tumben masak banyak?" Tumben juga masak ayam?" tanya Ana menarik kursi untuk duduk.
"Iya buat Zea. Bunda sengaja masak ayam goreng kesukaan kakak mu."
Hati Ana sangat senang mendengar perkataan Diana. Dia tidak menyangka bahwa Diana mengetahui kesukaan Zea. Ana berharap bahwa ini akan menumbuhkan keharmonisan keluarganya. "Oh gitu. Ana bantuin bikin sup ya, Bun."
"Iya."
Ana pun sangat bersyukur. Dia baru sadar bahwa di balik sikap keras Diana ada hati malaikat. Ana pikir Diana benar-benar tidak akan memberi makan untuk Zea. Ini kali pertama Ana melihat Diana perhatian kepada Zea.
Bukan sekedar satu kali, Ana berharap Diana akan berbaik hati selamanya kepada Zea. Jika saja bukan karena permintaan Zea, Ana akan menceritakan semua keluh kesah Zea kepada Diana. Dia ingin Zea mendapatkan hak yang sama. Sebagai anak, Zea juga berhak mendapatkan hak kasih sayang dari orang tua.
"Bun, ini sayurnya sudah matang?"
Diana mengecek sayur yang sedang dimasak Ana. "Sudah, Na. Pindahin ke mangkok besar itu ya."
"Iya, Bun."
Ana mematikan kompor. Dia mengambil mangkok sesuai perintah Diana. Dia pun mulai memindahkan sup ke dalam mangkok dengan hati-hati. Sebab kuah sup itu masih sangat panas.
Memasak bersama Diana adalah suatu hal yang langka. Makanan selalu sudah siap di saat Ana ataupun Zea baru saja bangun. Mereka berdua terkadang juga bingung kenapa Diana tidak pernah membangunkan dirinya.
"Kak, Zea!" panggil Ana membuat langkah Zea terhenti.
"Iya?"
"Sini makan dulu."
"Zea, ayo sini gabung," ajak Diana tersenyum.
Rasanya Zea ingin salto sekarang juga. Kejutan apa lagi ini? Penantiannya selama ini telah terkabulkan. Diana benar-benar berubah. Dia menjadi sosok penyayang seperti impian Zea selama ini.
"Kenapa bingung, Ze?" tanya Diana.
"Ah nggak, Bun. Zea cuma lagi nginget-inget barang Zea yang hilang," alasan Zea agar mereka berdua tidak curiga.
Zea menghampiri mereka dan di sangat canggung saat bergabung dengan Diana. Dia merasa seperti gabung dengan orang asing.
"Kita makan bareng, Ze. Maafin Bunda tadi pagi sudah menghukum kamu tidak boleh makan."
Oh tuhan! Semalam Zea mimpi apa? Detik ini juga Zea ingin menangis karena terharu. Apakah ini akan berlanjut terus? Zea berharap begitu. Ini adalah satu-satunya harapan yang dia nantikan.
"Eh, i-iya, Bun, tapi Zea mau mandi dulu terus sholat maghrib, soalnya ini bau banget. Zea kan baru pulang sekolah. Lagian ini sudah hampir maghrib, gimana?"
Deg!
Diana baru tahu kalau selama ini Zea sering melaksanakan sholat. Sedangkan dirinya tidak pernah. Sholat yang dia laksanakan cuma 2x dalam setahun, yaitu sholat hari raya idhul fitri dan sholat hari raya idhul adhah. Jika rasa gengsi tidak mendominasi pada diri Diana, dia akan memeluk Zea sambil menangis terharu. Jadi, yang bisa dia lakukan adalah senyum canggung.
Ana pun demikian. Perkataan Zea menyentuh hatinya. Selama ini dia melaksanakan sholat lima waktu sering bolong-bolong.
"Ya sudah, kamu mandi terus sholat dulu," jawab Diana.
"Iya, Bun."
"Ana ikut sholat sama Kakak," pinta Ana kepada Zea.
Zea pun tersenyum kemudian menganggukkan kepala. "Iya, kamu ambil wudhu dulu terus ke kamar gue ya."
"Iya, Kak."
Ana lari meninggalkan Zea untuk mengambil wudhu. Setelah itu, dia menunggu Zea di dalam kamar Zea. Sambil menunggu, dia bermain game di ponsel.
Tak lama kemudian Zea datang membuat Ana terkejut. "Ana!"
"i-iya!"
"Hahaha, segitu fokusnya sama game."
"Kakak saja yang bikin kaget."
"Ya sudah ayo sholat."
Mereka berdua pun melaksanakan sholat maghrib. Ini kali pertama Ana sholat dengan Zea. Dia juga tidak pernah sholat berjamaah selain di masjid maupun di musholah.
Setelah selesai sholat, mereka berdua segera beranjak ke ruang makan. Di sana sudah ada Diana yang sedang menunggu mereka berdua datang. Zea hanya bisa menundukkan kepala seperti tamu. Dia sendiri tidak tahu kenapa dirinya sulit untuk bisa langsung bergaul dengan Diana.
"Ayo, Kak. Sini duduk di samping aku," ajak Ana. Zea pun hanya mengikuti saja.
"Ini Bunda masakin ayam goreng kesukaan kamu," ujar Diana menyiapkan makanan untuk Zea.
"I-iya, Bun. Terimakasih."
Mereka bertiga pun mulai makan makanan yang ada. Tidak ada suara sedikit pun dari mereka melainkan suara dentingan sendok, garpu, dan piring. Dalam suasana seperti ini, selera makan Zea justru malah berkurang. Dia merasakan mual yang tak kunjung hilang, ditambah dengan suasana canggung seperti ini. Rasanya Zea ingin segera pergi dari situasi seperti ini.
"Bun, setelah ini Zea minta izin mau ke kamar ya. Zea capek pingin tidur."
"Iya, nggak apa-apa."
Setelah selesai makan, Zea meminum teh hangat yang sudah disediakan Diana. Dia langsung meninggalkan ruang makan untuk menuju ke kamar. Setiap langkahnya, dia merasakan pusing di kepala.
Sesampainya di kamar, dia menutup pitu kemudian menguncinya. Dia mengambil buku diary untuk menuliskan segala perasaan yang dialami pada hari ini. Dari mulai dihukum tidak boleh sarapan, Zafran meminta balikan, dan yang terakhir Dina memperlakukan dirinya sangat baik.
Sungguh tiga hal tersebut tanpa dugaan. Jika saja hal tersebut adalah rekayasa, maka Zea akan mensetting Diana agar selalu perhatian kepadanya. Bukan cuma sekedar pernah, tapi selamanya.
Zea mulai menulis di buku diary.
Hari ini adalah hari yang sangat menakjubkan bagiku.
Dimana aku bisa merasakan kasih sayang tulus dari Bunda.
Ini adalah momen yang aku inginkan sejak dulu. Bahkan ini semua diluar dugaan ku. Aku berharap ini semua akan bertahan lama. Karena aku sangat sayang Bunda.
Terima kasih Bunda
Aku selalu menyayangimu
Zea menutup bukunya. Kemudian di letakkan kembali di tempat semula. Senyum di bibirnya tak kunjung hilang.
Dia memeluk guling sambil menggigitnya. Sesekali dia guling-guling tidak jelas. Jika mengingat kejadian tadi pagi, rasanya ingin menangis. Jika mengingat kejadian tadi siang, rasanya ingin tertawa dan marah. Jika mengingat kejadian di sore hari bersama Diana, rasanya ingin memberhentikan waktu.
Ternyata bahagia itu sederhana. Bisa merasakan kasih sayang bersama keluarga saja rasanya sudah cukup. Memang manusia itu sulit untuk bersyukur. Terkadang banyak uang sedikit kasih sayang. Terkadang banyak kasih sayang sedikit uang. Bahkan ada yang lebih parah lagi tidak memiliki kasih sayang dan uang. Namun, dia tidak sadar bahwa dirinya masih kaya kesehatan. Kesehatan itu mahal. Sebab organ-organ kita yang masih normal jika dijual bisa menghasilkan uang banyak. Jadi, sebagai manusia harus bisa bersyukur.
Sakit hati juga gampang. Cukup dihianati orang kepercayaan kita saja sudah bisa menimbulkan kekecewaan. Dengan kekecewaan bisa menimbulkan kesedihan, kegalauan, kemalasan. Dan Zea, dia sudah merasakan itu semua.
"Kenapa gue terus deg-degan ya?" Gumam Zea lirih yang msih saja setia memeluk guling. "Kenapa juga hati gue nggak tenang?"