Matahari teletubies udah bikin mata gue silau, ini kasur sama selimut ganjen sama gue, enggak mau di lepas. Enggak kayak Dakota yang lepas tapi meninggalkan bekas, hahaha apaan sih!. Satria itu ahli cinta, tidak akan pernah terluka.
"SAT! INI HARI SENIN! INGAT!"
"hari di kalender kamar Satria minggu semua, Ma!"
Paduka ratu sudah teriak memanggil gue, menghela nafas sejenak, duduk bengong sebentar, enggak tahu apa yang gue pikirin. Gue turun dari ranjang, mau ke kamar mandi, mau membersihkan diri dari segala luka yang katanya orang kecewa karena Cinta. Sekalian basuh muka, supaya sadar kalau ini nyata.
Srit sritt
Zzzzzrrraaaasshhhhh
Kricik kricik kricik
***
Gue turun ke bawah buat gabung sarapan di bawah, hari ini captain lagi enggak terbang, mungkin sayapnya sedang patah sama seperti sayap gue.
"Tumben kamu ganteng, Sat!"
Sejujurnya gue lagi malas konyol - konyolan.
"Enggak kok Pa, Satria masih kayak gembel"
"Kamu harus sering diem dan merendahkan diri kayak tadi Sat, soalnya gantengnya jadi nambah"
Tolong, coba nyanyikan lagu religi di depan gendang telinga gue supaya gue agak santai. Gue enggak menggubris lagi, nahan diri supaya enggak jadi durhaka. Entah kenapa gue jadi enggak nafsu makan, gue lihat makanan itu seperti bentuk hati yang retak, meski mereka itu hanya kumpulan nasi yang berselimut kecap.
"Ma, Pa Satria berangkat ya"
"Kenapa kamu lesu gitu sih? Sakit?"
"Iya kamu sakit? Udah istirahat dulu aja"
Oh ternyata bokap juga bisa bijak juga toh. Tapi sayangnya ini berbeda bukan sakit biasa, ini hanya bisa sembuh tapi oleh waktu.
"Iya sakit"
"Demam?," tanya Mama
"Kesemutan?," tanya Papa.
"Retak"
"HAH! APANYA?," tanya mereka kompak.
"Hati Satria," jawab gue sambil menyentuh dada.
🎶Entah apa yang merasukimuuuu
Hingga kau tega mengkhianatikuuuu🎶
Oke hidup gue sekarang sudah seperti postingan instagram, besok raport gue bisa jadi bentuknya like.
"Udah ya Satria mau menuntut ilmu dulu, supaya perasaan Satria enggak cetek"
Gue pergi dengan segala luka yang masih terpatri di hati, yang masih berusaha gue tutupi meski kadang terasa perih. Ini kok tiba - tiba gue bikin puisi, tapi tolong bacanya pakai gaya berpuisi. Supaya kalian bisa mengerti apa itu hati, yang tersakiti. Jangan ada yang siul, please. Gue bukan gendang mandolin!.
Lagi - lagi gue harus melihat perempuan pujaan hati gue bersama orang lain, lagi - lagi si Ifan itu yang menang padahal yang jatuh bangun bikin Dakota bahagia. Tapi apa boleh buat, ini semua gue asal keinginan Dakota.
"Abang Satria"
Pagi - pagi Dora ini sudah udah melompat di hadapan gue, dia berdiri sambil memamerkan sepatunya. Dia kelihatan ceria, berbanding terbalik dengan gue yang hatinya sedang menderita.
"Kenapa abang sedih?," tanya dia sambil ikut jalan di samping gue.
"Lagi pengen calm aja"
"Bukan karena Dakota kan?"
Ya gara - gara siapa lagi, enggak mungkin ayam tetangga bikin hati gue terluka. Tiba - tiba si penyebab luka hadir di hadapan gue. Jangan Dakota! Lukanya masih basah.
"Sat, maaf ya"
Jujur gue masih sayang, tapi gue juga malas. Gue cuma senyum simpul aja.
"Ngapain lagi sih!"
Lola berdiri di depan gue sambil bertolak pinggang, dia begitu songong. Kalau lagi ganas, gue jitak ini bocah!.
"Sat, maafin gue"
Dakota meraih tangan gue dan menggenggamnya, tapi entah kenapa tangannya udah enggak ada rasanya.
"Udah gue maafin kok ta. Permisi"
Gue minggir dan berjalan meninggalkan dua perempuan itu. Sana lah, terserah mereka mau apa, mau bikin girlband juga boleh sana nyanyi potong bebek angsa.
Dengan wajah lecek kayak sprei yang baru di angkat dari jemuran gue berjalan menuju ke kelas. Disana sudah ada Dimas yang menantikan gue, memang biar bumi retak, langit terbelah tetap Dimas yang setia sama gue, lama - lama gue jadi maho.
"Sob, udeh enggak usah sedih," katanya sambil merangkul gue.
"hahah mana ada Satria sedih! Enggak!. Tapi nangis iya hahaha"
Gue dan Deny masuk ke kelas dan duduk di tempat duduk kita. Enggak berapa lama Dakota masuk ke kelas gue dan nyamperin gue.
"Sat, maaf ya"
"Kenapa harus minta maaf sih? Hahaha gue santai kok"
Kringggggg
Bel masuk berbunyi Dakota masih terdiam di dekat gue, ya mau gue apain!. Lama - lama kakinya mulai melangkah, terus dia nengok dengan wajah yang begitu muram. Kenapa dia yang sedih coba? Dasar cewek!.
***
Saat jam istirahat ada dua cewek yang menunggu gue di depan pintu kelas. Wanjayyy berasa sultan gue. Dakota dan Lola berdiri bersebrangan mengepung pintu kelas, saling bertatap mata dengan penuh kesengitan. Ini peran bintang yang menyeramkan. Deny aja sampai bingung, dua terus berdiri bengong di samping gue sambil memandangi ciwi ciwi itu.
"Kalian ngapain?," tanya gue.
Secara bersamaan mereka mengambil tangan gue, satu kanan yang satunya lagi kiri.
"Bang sat, sama aku," kata Lola sambil narik gue ke sisi kiri
"Dia harus sama gue dulu," kata Dakota sambil menarik gue ke sisi kanan
"Lola!"
"Gue!"
"Lola!"
"Gue!"
Gue di tarik - tarik kayak mau bikin adonan bakmie!. Dengan tegas gue narik tangan gue hingga terlepas dari mereka berdua.
"Ngapain sih!"
"Ngapain sih Kak Dakota sama bang sat lagi! Kan kakak udah nyakitin abang!," ujar Lola dengan begitu songong.
"Justru itu gue mau jelasin!," jawab Dakota yang balas menyolot.
"Udah enggak ada yang bisa di jelasin," ujar Lola yang semakin maju
"Ada," Dakota pun ikut maju
Mereka semua maju seperti adu dada yang dua - duanya sama - sama kempes. Ini apa coba sih!.
"Stop! Balik lu semua!"
"Sat, dengerin gue dulu," kata Dakota memohon.
Entah kenapa hati ini udah enggak renyah lagi ketika dia berbicara sama gue. Mungkin ini yang namanya patah hati. Gue langsung minggir dan pergi ke kantin sama Deny. Terserah lah gue udah enggak peduli.
***
Gue menikmati semangkuk bakso dengan iringan gitar yang di mainkan oleh Dimas. Ini lah bedanya gue sama Sultan, kalau gue punya seniman pribadi. Baru sejenak tenang di kantin, tiba - tiba ada ondel - ondel orkes merusak suasana.
"Bang Sat! Kenapa jauhin Lola !"
Gue enggak menjauhi, tapi memang harus jauh karena lu bisa menyebabkan radiasi.
"Males gue! Gue lagi butuh ketanangan"
"Yaudah nanti ikut Lola, Lola ajak ke tempat yang tenang"
Sumpah gue enggak antusias, daritadi wajah gue cuma datar sambil menyuap bakso ke dalam mulut.
***
Bagai di teror, pulang sekolah cewek itu udah siap di depan itu. Bagai malaikat pencabut nyawa yang siap menjemput, apa enggak bisa penderitaan gue di tunda sebentar, nanti kalau udah baik - baik saja baru di lanjut lagi gitu. Ya ampun sampai kapan gue harus kayak tulang yang di kejar anjing.
"Abang, ayo ikut Lola", katanya sambil menggandeng tangan gue.
Gue cuma bisa pasrah dengan apa yang terjadi. Dia menarik gue lalu mengajak naik ke mobilnya. Sumpah gue pasrah, Soalnya ini anak mau di gimanain aja tetap gigih ngejar gue, bukannya dia yang capek, justru gue yang di kejar malah capek. Gue capek di kejar - kejar sama cewek ini, ada yang mau enggak nih? Gue giveaway deh.
Enggak tahu akan di bawa ke mana gue!, yang gue takutkan dia akan memasukkan ke dalam sumur lalu di kubur hidup - hidup.
"Lu mau bawa gue kemana sih?"
"Tempat yang tenang, kan Lola sudah bilang begitu"
Entah kenapa setiap apa yang dia ucapkan tidak terlalu meyakinkan di benak gue. Ujung - ujungnya ketiban sial atau bisa bikin kesakitan. Dia ini kan perintilan sisik siluman ular.
Mobil masuk ke taman pemakanan, nah kan tuh perasaan gue enggak enak. Apa dia mau reservasi buat gue? Anjay dia udah ngukur gue dari kapan?. Kaki gue naik ke kursi celingukkan ke depan, ke belakang sambil ketakutan. Aduh dosa gue masih banyak lagi, ini tempat sepi, kalau gue di bunuh yah paling minim di perkosa lah gimana dong!. Mobil berhenti di samping lubang yang kosong. Nah! Gue di apain?, ini kenapa ada lubang kosong!. Gue panik ketakutan berasa nyawa tinggal di ujung.
"Ayo bang keluar"
"Ngapain! Lu mau kubur gue hah? Itu lubang kenapa masih kosong"
"Kalau lubang kosong ya berarti akan di isi"
Tuh kan bener mau di isi, gue enggak nyangka penolakkan gue akan berujung malapetaka. Gimana judul beritanya coba,
"Anak tampan di temukan di dalam lubang, akibat kalah percintaan !."
Atau,
"Mengenaskan! di temukan seorang anak yang tidak terkenal meninggal di dalam lubang, karena menolak cinta seseorang."
Ini bukan hal baik nih, gue masih muda. Belum icip liang perempuan, masa udah masuk liang ginian. Tersia - siakan banget kejantanan gue selama ini.
"Ayo bang katanya abang mau cari tempat tenang!"
Gue membuka pintu dan berlari keluar, gue panik dan loncat - loncat di samping mobil berteriak.
"Tolong! Ada anak ganteng mau di bunuh!. Tolong! Bapak! Ibu! Ncang! Ncing! Nyak, Babe!. Tolong! Ada anak menawan mau di kubur hidup - hidup!"
Lola pun nyamperin gue dengan panik.
"Siapa yang mau di bunuh bang"
"Ada! Orangnya ganteng!"
"Mana bang?," dia celingukkan mencari.
"Di sebelah lu bodoh!"
Dia menoleh dengan mata melotot lalu dia segera berlari dan memeluk gue.
"Lola akan melindungi Abang Satria!. Biar Lola aja yang mati"
Dia meluk gue erat banget sampai gue enggak bisa nafas. Oke baik, gue beneran mati di bunuh boneka arwah.
"Le..pas.. Bodoh... Gu..e eng..gak bi..sa.. Na.. Fas..," kata gue dengan suara tercekik.
Akhirnya dia ngelepasin gue, gue pun coba memperbaiki alur nafas yang barusan senin - kamis.
"Maaf Abang. Habis Lola takut Abang mau di bunuh beneran"
"Justru lu yang mau bunuh gue!"
"Enggak Abang, Lola cinta enggak mungkin Lola bunuh"
"Tuh lubang kubur buat apaan?"
"Kalau lubang kubur ya buat ngubur"
"Nah kan, gue mau di kubur kan"
"Lah kan abang belum mati"
"Ya terus ngapain lubang kuburnya di siapkan buat gue!"
Lalu kemudian ada sekumpulan orang berpakaian hitam dengan membawa peti kecil. Mereka berkumpul di dekat lubang sambil menangis sesegukkan.
"Dasar anak muda! Kalian malah pacaran! Hargai dikitlah Anjing saya meninggal!"
Oh jadi buat anjing, ya ngapain anjing di kuburan di pemakaman orang!. Gue salah dunia enggak sih?, kayaknya harusnya gue tinggal di venus deh!. Orang itu menangis meraung - raung di dekat pusara tanah.
"Luna jangan tinggalkan Daddy... Huhuuuuuu huuu hiks hiks"
Keren amat namanya Luna!, belum kelar gue nonton drama isaluna, Lola sudah narik gue buat menjauh.
"Ayo Bang, jangan ganggu orang yang lagi meninggal"
Ini anak kalau ngomong kosa katanya enggak ada yang benar ya? Seakan itu anjing matinya bisa di reschedule. Dia mengajak gue duduk di sebuah kursi yang menghadap puluhan makam yang bertabur bunga segar. Iya bunga memanga, tapi kalau di atas makam kok rasanya beda ya, apa cuma perasaan gue aja.
"Kan Abang cari tempat yang tenang. Yaudah Lola ajak kesini"
"Ya bukan berarti kuburan juga!"
"Kuburan itu sudah tempat yang paling tenang. Karena kuburan adalah tempat berkumpulnya orang - orang yang sudah beristirahat dengan tenang"
"Tahu dari mana mereka tenang?"
"Ya itu mereka diam enggak gerak - gerak"
Katanya bergaul lah dengan orang cerdas, agar ketularan cerdas. Dia ini anak cerdas, berkali - kali juara olimpiade matematika, tapi kayaknya otaknya jernihan gue. Apa dia macam ronggeng, jadi kalau mau lomba di surupin dulu.
"Ya namanya orang mati, enggak bakal gerak"
"Ada orang mati yang gerak"
Idih jangan bilang dia anak indigo yang bisa lihat mayat hidup. Mendadak suasana jadi horror.
"Lu pernah lihat?," tanya gue serius.
Dia memandang lurus ke depan hingga tidak berkedip. Tanda - tanda nih,
"Tuh Mama. Kata Papa, Mama itu sudah mati tapi dia masih gerak - gerak, jalan - jalan sama suami baru dan anak barunya. Lola enggak di ajak"
Seketika bibir gue mengkerut, berasa lagu Hatchi mengalun di sekitar gue bagaikan soundtrack. Pengen nangis dah, pengen peluk tapi bukan Dakota.
Lalu di berdiri tegap, merapikan baju dan rambutnya.
"Udah ah enggak usah di pikirin! Masih ada Papa kok!"
Setidaknya bokap dia enggak konslet kayak bokap dan nyokap gue. Tapi biar konslet, ternyata gue lebih beruntung daripada dia, biar gitu kalau gue sakit nyokap selalu bikin gue bubur, biarpun kadang ngasih garamnya kebanyakkan dan bokap juga sayang ngasih gue hadiah, biarpun itu seekor kecoa. Jadi pengen pulang dah meluk emak - bapak huaaa.
***
Sejak dia cerita tentang keluarganya yang begitu menyedihkan, dia enggak meneteskan air mata setetes pun. Ini anak konyol, tapi enggak cengeng. Yah wajar lah kalau dia gigih mengejar hati gue yang sudah punya nyonya, tapi sayang nyonyanya di ambil orang. Apa gue harus cari nyonya baru lagi?.
Dia antar gue sampai ke rumah, dia pun ikut masuk sambil membawa bungkusan kecil. Dia mencari - cari nyokap gue.
"Tante Marisa, Lola bawa hadiah buat tante"
Dia kasih bingkisan itu ke nyokap gue, nyokap begitu semangat membukanya. Dan isinya parfume brand terkenal yang harganya jutaan.
"Ya ampun Lola ini kan mahal. Serius ini
buat tante?"
Dia tersenyum dan mengangguk, Mama yang kesenengan pun langsung meluk anak itu. Gue lihat wajah sendu darinya, entah apa yang dia rasakan. Tapi gue enggak mau ikut melow, gue pun cepat - cepat masuk ke kamar.
Gue letakkan tas gue, lalu mulai membuka kancing.
"Abang!"
Ela dalah, gue segera ngancing ngasal!.
Ini anak demen banget meseum sih!.
"Sabar dong gue lagi pakai baju!"
"Maaf. Aku cuma mau pamit pulang"
"Yaudah sana pulang!"
"Bye bye, besok Lola kesini lagi"
Eh buseh, lagi!. Ini kayak taman kanak - kanak ya dia datang bentar terus pergi.
"Lu hobby banget sih! Jangan terlalu ngebet sama gue. Enggak bagus kalau ngejar cinta terlalu berlebihan"
"Jadi Lola enggak boleh"
"Iya!"
"Ya bodo amat. Yang penting kata Tante Marisa boleh, soalnya Lola kangen di peluk sama Tante Marisa"
Tuh kan jadi sedih lagi hati gue, ini anak lama - lama bisa gue pelukkin deh. Dia ngomong gitu lepas aja, enggak ada raut haru atau sedih. Dia ini memang enggak paham drama ya, harusnya kasih aksesoris ekspresi sedikit.
"Yaudah ya Lola pulang. Bye"
Dia menghilang dari pintu, lalu gue berpikir apa gue kasih dia kesempatan aja ya?. Tapi kalau gara - gara ini Digo jadi benci gue gimana?. Tapi, cinta itu memang tidak bisa di paksa. Duh gue sakit kepala deh jadinya, otak gue kecil malah gue paksain mikir. Udahlah besok lagi.