Chereads / BANG'SAT / Chapter 20 - HADIAH DARI LOLA

Chapter 20 - HADIAH DARI LOLA

Sudah dari hari senin si Dora itu tidak kelihatan atau mengusik hidup gue. Baguslah, tapi kok kayak ada yang kurang ya. Lagipula dia nyari hadiah kemana sih? Ke barat bersama biksu tong? Atau ke ujung langit bersama Goku?. Habisnya berhari - hari kayak perang gerilya aja.

"Eh ngomong - ngomong bayangan lu mana?"

Gue terkejut mendengar pertanyaan Dimas. Anjir apa gue udah enggak punya bayangan? Gue mati dong. Gue berdiri lalu berputar sambil nunduk ke bawah nyari bayangan.

"Ada anjir!."

"Maksud gue bukan yang itu. Tapi si Lola"

"Oh, katanya nyari hadiah buat gue"

"Wuihh hadiah apa? Kibasan air dari surga ?"

"Iya apa dia ke surga ? Lah mati dong!"

"Lah mana gue tahu. Eh katanya dia kayak sultan ya"

"Beugh, di pintu kamar bapaknya aja ada kepala harimau"

"Wuihhh hati - hati, Sat. Bisa - bisa di ganti sama kepala lu kalau lu macam - macam"

"Ih iye kenapa kagak kepikiran ya gue"

Iya juga nih, kalau si Om Kevin tahu gue bikin anaknya nangis! Kepala gue bisa di jadiin pajangan dinding. Coba kalian banyangkan...

(harap bayangkan dengan banyangan kalian masing - masing.....)

(selesai)

Ih merinding dah gue. Wah kemana juga ya Si Lola? Apa dia lagi bantuin bokapnya ngasah pisau?. Emaakkkk anak mu mau di jadiin pajangan!.

grubug grubug grubug grubug

Gue dengar suara gaduh dari koridor sekolah. Nampaknya anak kelas sebelah sedang berlarian menuju ke lapangan.

"Woy di suruh ngumpul di lapangan", ujar salah satu yang mampir ke kelas gue.

Anak - anak teladan pun ikut lari duluan, sedang gue dan Dimas masih nyantai sambil mikir.

"Ada apaan sih?"

"Bagi - bagi milo gratis kali," jawab Dimas.

"Atau bagi - bagi cilok gratis," Gue menimpali.

"Woy buruan!" teriak ketua kelas.

Gue dan Deny pun menyusul mereka.

Ternyata benar mereka ke lapangan dan berbaris. Dia sana juga ada guru - guru dan jajaran staff yang udah berdiri di depan dekat tiang bendera. Apa ada yang wafat? Atau ngajak tawuran?.

Kita semua baris di lapangan sesuai dengan kelas. Lalu setelah rapi, kepsek naik ke mimbar seperti mau bikin pengumuman. Kami pun penasaran dan berusaha mencari informasi.

"Ada apaan sih?"

"Ada yang habis menang olimpiade"

Ngung,

Suara Mic berdengung, kita semua fokus melihat pak kepsek yang berkumis baplang itu.

"Pagi guys, wellcome back to my channel ho ho ho"

Apaan sih nih kepsek!. Ngapa dia jadi kayak nge vlog dah.

"Gimana? Bapak kekinian kan?"

Iya sih tapi jatuhnya norak! heran dah gue!.

"Okey guys, hari ini kita mendapat kebanggaan dari salah satu friend kalian. Karena Doi ini habis mendapatkan suatu reward"

Apaan sih ini kepsek gue!. kenapa jadi keminggris gini ?. Di campur kayak nasi uduk! mending pakai bahasa aja dah, yang bisa di mengerti segala dunia dan alam, dari alam nyata sampai alam ghaib.

"Kita sambut, Ini dia Lola!"

Hah? Siapa? Dora?, ngapain anak itu?.

Kemudian dia naik ke atas mimbar sambil mengalungi medali emas yang berkilauan. Habis ngerap darimana Doi?.

"Jadi guys, sobat kita ini jadi juara Olimpiade Matematika se Asia Tenggara. Kita kasih tepuk tangan untuk Sis Lola"

Prok prok prok prok prok prok prok prok prok

"Okey untuk itu mari kita kasih kesempatan Sis Lola untuk Speak - speak di mari. Baik Sis Lola Time and place on avaible"

Ya Allah, hindari lah aku dari perbuatan durhaka pada orang yang lebih tua. Jangan Unfollow kepsek Sat, nanti loe durhaka. Biarpun rada aneh, tolong jangan bully orang tua, tetap hormati karena mereka juga punya style.

Nguuungggg

"Selamat pagi semuanya. Hari ini Alhamdulillah Lola dapat keberhasilan lagi. Terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, pada Papa Lola dan teman - teman. Terutama pada seseorang yang spesial yang bisa membuat Lola begitu bersemangat"

Cie cie cie cie cie,

Semua anak bersorak, Dimas pun melirik ke gue sambil cengar - cengir.

"Kalau enggak ada orang itu mungkin Lola tidak bisa ceria dan semangat. Jadi ini Spesial untuk seseorang yang Lola sayang, yaitu Abang Satria"

Cie cie cie cie,

Anjir gue di kecengin sama anak satu sekolah, semuanya jadi kepo dan melirik ke gue. Terimakasih Lola perhatianmu begitu berarti, sekarang satu dunia jadi tahu gue.

"Abang Satria, I Love You"

Cie cie cie cie cie cie ahayyyyyy

"Prikitiw, sleketep cie Satria! Ehem PJ nya kali PJ," ujar kepsek yang mensabotase Micnya Lola.

Gue malu sumpah, ngeblushing gue!. Baru kali ini ada yang menyatakan cinta ke gue di depan anak satu sekolah. Malah si Lola lagi. Si kepsek juga ikutan lagi ngecengin gue.

Gue menutupi wajah gue dengan tangan tapi tetap aja semuanya masih memperhatikan gue sambil ngeledekin. Pelan - pelan gue mundur dan lari ke kelas, mengendap - endap kayak maling. Duh cewek itu selain bikin gue sakit, gila, sekarang bangga campur malu. Baru dia kayaknya cewek yang menyatakan cinta terang - terangan tanpa rasa malu di depan umum.

Kelas masih sepi karena anak - anak belum pada balik, seketika gue langsung mengeluarkan semua isi tas gue, lalu gue masukkin kepala gue ke dalam tas gue. Biarin aja, sekarang gue layaknya artis jadinya wajah gue sekarang aset. Enggak berapa lama gue dengan suara ramai - ramai dari samping kelas, kacau semua anak udah pada balik. Gue cool aja dengan tas terbalik yang membungkus kepala gue.

"Wuihhh temen kita sob! Jadi pacarnya anak terpintar satu Asia Tenggara!"

Entah itu siapa tapi gue merasa ada tangan di atas pundakku.

"Enggak gue sangka lu, bro. lepas Dakota eh malah dapatin aset dunia!. Bagus lu! memperbaiki keturunan otak itu namanya"

"Iye, Sat. wah gilak sih lu! pakai susuk apa coba?," ujar Dimas, karena gue hapal banget suaranya.

Tiba - tiba tas gue di tarik dan tampak lah wajah gue. Gue makin shock ternyata memang gue sekarang lagi jadi pusat perhatian. Lola, ulahmu mengalihkan semua dunia!.

***

Kehebohan itu bertahan sampai saatnya pulang sekolah. Ucapan selamat datang satu per satu ke gue, padahal yang menang olimpiade itu si Lola tapi berasa gue pialanya.

"Selamat ya, sat"

"Cie Satria. Kejatuhan duren loh"

"Wuihhh Satria meraih bintang"

Apa lagi anjir! Muak gue!. Sekarang yang bikin ulah datang ke hadapan gue. Dia senyum lebar kayak kuda narik dokar.

"Bang Sat"

Gue tarik tangannya lalu gue bawa dia ke lorong samping gudang.

"Lu ngapain sih tadi! Nembak gue di lapangan!"

"Enggak nembak. Lola cuma menyatakan perasaan saja"

"Gue malu!"

"Maaf," jawabnya sambil tertunduk.

Gue kesal dan berjalan mendahului meninggalkan dia.

"Abang"

Dia berlari mengejar gue tapi gue enggak peduli.

"Abang!"

Dia masih ngejar, gue cuek aja jalan ke depan.

"Abang"

Bukkkk

"Aduh hiks hiks hiks sakit"

Duh ini anak kenapa lagi sih!. Gue pun berbalik lalu nyamperin dia yang lagi tersungkur di jalan. Dia tekut lututnya lalu di tiup - tiup. Kayaknya dia luka.

"Makanya jangan lari!"

Gue pun ikut duduk di tanah dan membantu dia meniup lutunya yang kayaknya perih.

"Abang juga jangan lari"

"Ya lu jangan ngejar!"

"Nanti Lola sendirian"

Wajahnya jadi menyedihkan banget, gue jadi enggak tega melihatnya. Matanya berair dan menetes air satu persatu.

"Jangan nangis," kata gue sambil menghapus air matanya.

"Lutut Lola sakit"

Gue berbalik dan menampakkan punggung gue padanya.

"Naik sini biar gue gen..."

Belum selesai gue ngomong udah nge gemblok aja dia belakang. Semangat banget udah kayak emak - emak yang mau di kasih sembako gratis.

"Belum juga selesai gue ngomong"

"Iya, tapi lutut Lola udah sakit banget"

Gue pun perlahan - lahan berdiri lalu berjalan sambil menggendong dia menelusuri koridor sekolah.

Kala anak - anak pada memperhatikan kita, habis juga kita di ledekin.

"Cie Satria, ceweknya langsung di gendong," satu aja.

"Cie Lola di gendong piala"

"Asyik Satria! Di pepet teros"

"Uhuy romantisnya"

Satu lagi gue kasih piring dah atau kecupan manis.

"Selamat ya"

Gue berhenti dan berdiri di hadapan dia. Dia memandangi gue dengan mata yang berkaca - kaca. Dia melihat dengan penuh kedengkian ke arah Lola. Tapi dia jadi yang kelima, berarti harus di kecup.

Chupssss

Buru - buru gue cium pipinya, dia tampak shock dan memegang pipi. Air matanya menetes menatap ke mata gue.

"Karena lu orang kelima yang ngecengin kita, jadi lu dapat cium"

Dia tersenyum lalu minggir dan pergi.

Gue enggak menoleh ke belakang lagi. Maaf! gue lagi meniti masa depan, jadi bukan saatnya gue untuk menoleh ke belakang. Gue pun meneruskan langkah gue, tapi tiba - tiba.... Ini anak monyet pecicilan banget melompat turun lalu menghadang gue di depan.

"Woy! Gue bisa jatuh tadi!"

Dia menyodorkan pipi kanannya sambil di tunjuk - tunjuk.

"Mau apa?," tanya gue.

"Cium kayak tadi!"

"Ogah ah"

"Cium atau Lola nangis!," ancamnya.

Tiba - tiba gue jadi inget pajangan di pintu kamar om Kevin. Gawat kalau dia nangis, bisa jadi gantungan kunci nih gue. Gue pun menarik nafas lalu....

Chups...

Gue relakan bibir perjaka gue untuk mencium pipinya. Dia pun jadi malu, pipinya jadi merona sambil senyum - senyum enggak jelas.

"Udah yuk balik!," ajak gue sambil

membawa dia yang masih terbang ke awan kayaknya.

***

Gue satu sekolah sama Digo, ya jelas dia tahu banget apa yang terjadi di sekolah tadi. Kita kayak perang dingin di meja makan malam ini. Enggak ada bahasa Indonesia, adanya Bahasa kalbu.

Papa melirik ke mama, mama melirik ke gue, gue melirik ke ayam goreng lalu gue tusuk pakai garpu.

"Ehem," papa berdeham

"Ehem," balas Mama berdeham

"Uhuk uhuk," lalu gue keselek usus ayam.

Gue buru - buru ambil minum lalu gue teguk dan bernafas lega, kemudian gue lanjut makan lagi.

Daritadi Digo cuma melancongin sendok sambil menatap tajam ke arah gue. Melancong? Iya di bawa muter - muterin piring. Sampai - sampai itu mie ke gulung kayak benang tenun ada motif dombanya lagi.

"Kalian kenapa?," tanya Papa.

Gue melihat ke Digo, Digo masih lihat ke gue, kita lihat - lihatan tapi yaudah gitu aja.

"Kalau malu jawab, WA aja di grup keluarga"

Lah? Memang keluarga gue punya grup? Kok gue enggak pernah di invit?. Jadi gue keluarga bukan?.

"Lah memang kita punya grup?," tanya gue penasaran.

"Ada!, tapi sebelum kamu masuk, kamu udah di kick ohoho"

Andai melunjak itu dapat pahala, mungkin dari kemarin gue udah masuk surga. Wanjay bener, belum masuk aja udah di kick, enggak usah di kick juga gue keluar.

"Ada apa?," tanya Mama.

"Lola pacaran sama Bang Satria"

"apah!" Mama dan Papa terkejut.

Entah kenapa firasat gue mengatakan kalau ujungnya bakal enggak enak.

"Tidak mungkin!. Pasti Lola lupa pakai kacamata"

Sejak kapan itu Dora pakai kacamata by the way?.

"Pasti Lola lupa minun vitamin itu," sambung Mama.

Enggak usah minum vitamin juga dia udah hiperaktif, interaktif bahkan bisa sampai aditif.

"Kenapa sih kalian meragukan gitu? Memang salah kalau Lola suka sama Satria?" protes gue.

"Enggak! Lola enggak salah! Tapi kamu yang salah! Mana mungkin cewek pernah salah!," Balas Mama.

"Ya terus kenapa gitu kalau Lola suka sama Satria beneran?"

"Ya gapapa, kan takutnya aja salah alamat," jawab Papa.

Ya tuhan kenapa sih semua meragukan gue?. Seorang Lola yang mencintai gue aja lada enggak percaya. Apa kalian percaya?.

Ting Tong Ting Tong...

Siapa lagi yang namu malam - malam? Kagak tahu apa ini scenenya lagi berantem!. Sebagai anak tertua gue pun sadar diri dan membuka pintu.

Ceklek...

Walah ada Lola sama bokapnya, apa ini tandanya gue mau di jadiin pajangan pintu?

Cegluk...

"Malam om," sapa gue dengan polosnya.

"Malam"

"Halo abang," sapa Lola.

"Ha...Lo"

Wah belum selesai ribut udah tambah api lagi nih.

"Mari masuk"

Mereka pun masuk dan bergabung bersama kami di meja makan.

"Hey yo yo bro"

Bokap sama Om Kevin langsung saling menyapa dan berpelukkan kayak teletubies. Apalah gue yang daritadi di lihatin kayak tulang oleh Lola yang kayak Mong Mong.

Sambil malu - malu, Lola duduk di samping gue. Dia ngeliatin gue terus kayak mangsa yang jangan sampai lepas. Dia nyuguhin gue air putih, sendok, garpu, ayam goreng, ayam hidup.

Pok pok pok pok....

"Eh udah - udah cukup!"

Tapi Lola masih enggak melepas gue dari sorotan matanya. Tolong bacakan ayat kursi ramai - ramai.

"Lola kamu sehat?" tanya Mama.

"Sehat kok, Tan"

"Enggak mungkin. Pasti kamu sakit kan"

"Enggak! Lola sehat"

"Besok periksa mata ya?"

"Lah emang anak saya kenapa?," tanya Om Kevin heran.

"Enggak salah dia naksir Satria?"

Semua diam dan hening, rasanya ayam di mulut gue pun berasa hidup lagi.

"Enggak salah kok, tan," jawab Lola.

"Memang apa yang kamu suka dari pecinta coro itu?" tanya Bokap.

Dia kagak sadar, gue jadi pecinta coro itu karena dia.

Lola menoleh ke gue, dia tersenyum lalu tertunduk malu - malu.

"Lola suka dari hati. Kan Cinta itu dari hati. Om tanya aja sama hatinya Lola", jawab Lola.

"Yaudah coba tanyain ke hati kamu"

Dia terkekeh kecil lalu semakin malu -malu kayak dau putri malu - malu yang sentuh - sentuh.

"Ya karena Bang Satria itu ya Bang Satria, Karena Lola sukanya sama Bang Satria. Karena yang Lola suka dari SD Bang Satria, yang Lola suka di SMP Bang Satria, yang Lola suka daridulu sampai sekarang ya Bang Satria. Ya Lola suka Bang Satria karena Bang Satria itu Bang Satria"

Perlu penafsiran tinggi untuk memahami kata - katanya. Tapi gue mengerti, kalau dia cinta gue karena gue jadi diri gue sendiri. Dan itu tidak mudah, karena banyak orang yang memaksa untuk jadi orang lain hanya untuk terlihat keren dan menarik. Amboiii jadi terharu awak.

Di sebrang Digo tampak cemburu kemerahan kayak Kepiting yang di rebus lalu di bumbui saus padang. Dia berdiri dan pergi dari meja makan. Jelas banget sih dia terluka.

Gue merasa sedih tapi Lola malah pergi dan ngejar dia. Seketika gue jadi khawatir, kalau Digo nekat terus nyelupin Lola gimana?. Gue pun mundur dari meja makan dan menyusul Lola.

Digo duduk merana di pinggir kolam ikan bersama dengan kodok yang bertengger di atas daun teratai. Lola pun menyusul duduk di sampingnya. Gue mengintip tidak jauh dari mereka untuk memantau situasi.

"Digo, Digo sakit ya hatinya?" tanya Lola.

Segala pakai di tanya lagi!, kayaknya dia adalah satu - satu perempuan yang tidak peka sedunia dah.

"Jujur sih iya. Tapi Digo gapapa kok kalau Lola bahagia"

"Digo jangan bohong, Lola mengerti kok kalau Digo tidak semudah itu untuk menerima"

Mendadak percakapan mereka bau - bau haru.

"Lalu Digo harus gimana Lola?"

"ya belajar menerima"

Wakkkk, gue pikir dia mau ngomong kata mutiara apa gitu, lah malah nambahin luka. Itu bukan ide!, tapi fardhu. Kagak ada yang lebih bagus apa idenya!. Kasihan kan adik gue jadi nambah sakit.

"Iya Digo ngerti"

"Digo ini bukan salah Bang Sat, tapi ini salah Lola"

"Tidak, Lola ini bukan salah Lola"

"Tapi kamu jangan marah sama abang"

Digo pun terlihat menunduk,

"Digo enggak marah kok, cuma kecewa aja"

"Ya Lola ngerti kok kalau Digo kecewa.

Tapi kan Digo tau kalau jatuh cinta itu pakai hati, sedang hati Lola bukan untuk Digo"

"Hiks hiks kenapa?" Digo nampak nangis.

Ya ampun adik akyu nangis!, buseh dah Digo loe malu - maluin gue aja dah. Udah gede nangis!.

Lola pun menarik Digo ke dalam pelukkannya, dia mengelus - elus kepala Digo.

"Chup chup udah adik Digo jangan nangis ya. Sekarang Digo adik Lola juga, karena Abang Sat sudah jadi bagian dari hidup Lola"

Ya Holoh aku telhalu, huuu huuu pen nangis tapi aku jantan huaaa. Lola nampak banget menerima semua bagian dari hidup gue, Digo pun tampak bahagia di pelukkan Lola. Entah Bahagia entah mesum, itu urusan dia tapi gue yakin kalau dia ngarep.

Itu yang selalu gue bilang,

Lemah membawa berkah.