Chapter 52 - A Wolf

Seorang pria keluar dari rumah mode Louis Vuitton usai mencoba jas yang sudah dipesannya. Pria bernama Gabriel Moretti itu kemudian memberi tablet tempatnya melihat informasi mengenai putranya yang hilang yang ia cari selama ini. Tangan kanannya, Fratti mengikuti Gabriel Moretti kembali ke mobil usai berbelaja.

"Anak kecil itu masih hidup?" tanya Gabriel pada Fratti yang duduk di sebelahnya.

"Putranya Starley belum berhasil membunuhnya," jawab Fratti. Gabriel terlihat menyengir kesal dan membuang pandangan ke luar mobil.

"Bukannya mereka mengumpankan perempuan pada bandit kecil itu?"

"Iya, anak perempuan Starley. Jika Kakaknya tak berhasil, dia yang akan membunuh." Gabriel terlihat mengangguk.

"Aku benci menunggu... katakan pada Ark untuk membunuh dia secepatnya. Aku tak bisa mengharapkan Starley yang membunuh. Bisa-bisa dia yang datang kemari dan membunuhku!" ujar Gabriel memberi perintah. Fratty mengangguk setuju.

"Aku sudah bilang dari dulu untuk membunuh anak pelacur itu. Tapi kamu malah melepaskannya!"

"Diam, Fratty. Jangan sampai aku menghajarmu juga!" Fratty diam dan menunduk.

"Lalu bagaimana dengan Bryan Alexander?"

"Kita tunggu saat yang tepat untukku memperkenalkan diri pada putraku," jawab Gabriel seiring dengan mobilnya yang melewati jalan depan apartemen mewah The Heist.

VIMERO, NAPOLI

James masih memandang Delilah dengan lekat dengan tangan masih menyodorkan amplop padanya. Tapi Delilah tak percaya begitu saja, tangannya belum bergerak sama sekali mengambil amplop itu.

"Kamu tidak mau?" tanya James masih tanpa senyum.

"Untuk apa ke pemakaman?" Delilah balik bertanya dengan nada lembut yang sama.

"Besok adalah peringatan kematian Ayahku, Fabrizio Belgenza. Jadi ada sedikit perayaan untuk mengenangnya. Kami akan ke pemakaman dan makan siang di salah satu tempat peristirahatan milik Ayahku." Delilah hanya diam saja mendengar James.

"Kamu mengajakku?"

"Yah... aku mau kamu menemaniku," jawab James dengan wajah sedikit sendu. Ia sempat sedikit menunduk lalu menatap Delilah lagi. Delilah kemudian luluh dan mengambil amplop yang diberikan James padanya. James menahan senyuman kemenangannya dan menatap kolam di depannya kembali. Sementara Delilah kemudian membuka dan membaca isi amplop tersebut. Sedangkan James melirik dengan sudut mata dan menyengir jahat.

"Aku sudah memeriksanya. Suratnya lengkap kan?" tanya James membuat mata Delilah kembali memadangnya. Ia lalu mengangguk.

"Tapi kenapa nama pemiliknya bukan kamu?" Delilah menghela napas dan memasukkan kembali surat itu ke dalam amplopnya.

"Toko bunga itu bukan milikku. Aku bekerja pada toko bunga Nyonya Julia Gilliano selama dua tahun sewaktu aku sedang bersekolah. Lalu sebelum aku lulus kuliah, dia meninggal dan memberikan toko bunga itu padaku," jawab Delilah menjelaskan dengan tenang. James menoleh sesaat dan mengangguk.

"Dia tidak punya keluarga, dia tak punya anak. Tapi aku merasa toko itu bukan milikku. Jadi aku membiarkannya tetap atas nama Nyonya Julia sambil menunggu ahli warisnya datang dan mengambil toko itu." James tersenyum dan mendengus miris.

"Entah polos atau bodoh. Tapi orang lain pasti sudah membaliknamanya atas nama properti seperti itu."

"Aku bukan benalu Tuan J. Aku bukan orang yang suka mengambil milik orang lain," bantah Delilah sedikit manyun.

"Oh ya?" balas James sedikit menyindir. Lalu ia sadar yang sudah ia katakan dan diam kembali menatap kolam.

"Toko itu sudah aku kembalikan. Jadi, kamu bisa mencari uang untuk melunasi utangmu," ujar James membuat pernyataan yang mengejutkan. Delilah membesarkan matanya dan reflek memajukan tubuhnya. James sampai kaget dan membesarkan matanya, Delilah jadi begitu dekat dan jantungnya hampir copot.

"Benarkah!" sahut Delilah setelah memekik. Matanya berkaca-kaca dan begitu terharu. Sementara James sibuk menarik napas yang tercekat di tenggorokan dan jantung yang berdetak hampir keluar dari dadanya.

"I-iya..." jawab James gugup. Delilah memekik bahagia dan spontan memeluk James.

"Terima kasih, Tuan J! Terima kasih!" ucap Delilah bahagia memeluk James begitu antusias. James melebarkan matanya. Pelukan Delilah padanya begitu berbeda dan hangat. Ia mungkin sudah memeluk Delilah dalam tidur beberapa kali tapi pelukan syukur dan berterima kasih yang diberikan Delilah saat ini padanya, membuat hatinya hangat dan berbunga.

James tersenyum lalu ikut melingkarkan kedua tangannya ikut memeluk. Saat itulah Delilah sadar yang dilakukannya dan melepaskan perlahan pelukannya. Pandangan mereka beradu dan kegugupan langsung melanda. James masih ingin memeluk tapi Delilah sudah menolak tubuhnya perlahan.

"Ehem... emm... kamu sudah makan? Aku lapar... ayo kita makan!" tanya James dengan gugup. Ia jadi salah tingkah dan malah mengajak makan malam sebelum waktunya.

"Tapi ini baru jam..."

"Yup, kita makan lebih cepat. Ayo!" James menarik tangan Delilah untuk keluar dari kamar itu menuju meja makan.

Keesokan harinya, James benar-benar mengajak Delilah untuk menjadi pendampingnya di perayaan kematian Fabrizio Belgenza. Delilah bahkan dipakaikan baju hitam dengan rok selutut yang membuatnya jadi tampak sangat imut dan cantik.

Sepanjang perjalanan, Delilah dan James yang berada di satu mobil tak bicara sama sekali. Seperti biasa, James memakai jas dan mantel panjang dengan warna hampir serupa. Pintu mobil dibuka setelah mobil itu masuk ke dalam komplek pemakaman yang berada jauh dari pusat kota. Pemandangan bukit dan hamparan rumput terbentang luas di kiri dan kanan. Delilah sempat melihat-lihat lokasi tempatnya berada saat ini.

Pintu mobilnya dibuka oleh seorang pengawal dan Delilah keluar dari mobil layaknya pendamping resmi pewaris Belgenza, James Belgenza. Beberapa mantan anggota tertinggi Il Rosso yang tersisa dan seluruh anggota Daga Nero menyambut keduanya mulai dari depan gerbang kompleks makam sampai ke dalam taman pemakaman.

Delilah langsung gugup dan sedikit ketakutan saat melihat pria-pria dan beberapa pasangan mereka memberi hormat pada James. Sebagian besar dari mereka juga adalah mafia dan penjahat internasional. Dan itu membuat Delilah makin tak nyaman. Ia berdiri saja tak bergerak sampai James menoleh dari tempatnya dan menjulurkan tangannya meminta Delilah mendekat.

Delilah terpaksa berjalan mendekat dan memberikan tangannya pada James. James meraih jemari Delilah dengan lembut lalu menariknya perlahan agar mengikutinya berjalan diantara para anggota mafia yang memberi hormat padanya.

Peringatan kematian Fabrizio Belgenza diperingati setiap tahun begitu pula dengan hari kelahirannya. Kebiasaan itu diinisiasi oleh James untuk menghormati Ayah angkatnya. Peringatan akan dimulai dengan membacakan cerita dan filosofi Fabrizio serta seorang pastur akan membacakan injil karena ia juga penganut Katholik yang taat.

Seluruh tamu akan duduk di depan pusara mewah Fabrizio mendengarkan dan menyaksikan seluruh rangkaian acara. Selanjutnya seluruh anggota dan dimulai dari James akan meletakkan bunga di makam Fabrizio.

Delilah hanya berdiri saja dari tempat duduknya menyaksikan James meletakkan bunga lalu berdoa untuk Ayahnya. Setelahnya seluruh anggota satu persatu akan meletakkan bunga. Para anggota kelompok mafia itu lalu satu persatu mulai keluar dari area pemakaman dan berjalan ke sebuah rumah peristirahatan yang tak jauh dari area pemakaman untuk berkumpul dan makan siang.

Beberapa anggota elit kemudian mengajak James tapi ia meminta mereka pergi terlebih dahulu meninggalkan dirinya, Delilah, Grey dan beberapa pengawal saja. James lalu memberikan setangkai mawar pada Delilah untuk diletakkan di makam Ayahnya. Delilah mengambilnya lalu melakukan yang diinginkan James. Tak hanya itu, ia bahkan menungkupkan tangan dan berdoa untuk mendiang The God Father Napoli tersebut.

"Dia bukan Ayahku," ujar James tiba-tiba setelah Delilah berdiri usai berdoa. Delilah membesarkan mata lalu menoleh ke belakang. James yang semula berdiri saja di belakang Delilah kini berjalan mendekat.

"Aku bukan anak kandung Fabrizio Belgenza. Tapi dia memberikan kehidupan padaku, sehingga aku bisa seperti saat ini," tambah James kemudian. Delilah masih diam saja memperhatikan James.

"Aku... tidak pernah bertemu dengan Ayah kandungku. Dan Ibuku... adalah seorang wanita penghibur. Jadi jika dulu kamu bilang, aku tidak mengerti artinya miskin karena terlahir kaya, kamu salah." James berhenti dan tetap memandang tajam pada Delilah.

"Aku tau rasanya lapar, haus dan dekat dengan kematian setiap saat. Aku sangat memahaminya. Sama sepertimu," ujar James. Delilah terlihat terkejut dan wajahnya nampak mulai sendu.

"Waktu aku melemparmu dari balkon adalah saat semuanya jadi gelap. Aku... tidak seharusya dilahirkan. Anak sepertiku... hanyalah bagian dari rasa malu. Tapi Fabrizio memberikan harga diri padaku. Dia memberi yang tak pernah diberikan dunia ini padaku. Identitas... sebagai seorang anak laki-laki." Mata Delilah mulai berkaca-kaca.

"Aku bukan seorang pangeran, Candy!" tambah James.

"Aku seorang Belgenza!"