Audi membuka matanya ketika sinar matahari masuk ke dalam kamarnya. Ia melemaskan tubuhnya lalu duduk di kasur. Hal pertama yang Audi lakukan adalah melihat ponsel dan memencet ikon kamera. Kantung mata Audi menghitam dan wajahnya pucat pasi.
Suara ketukan pintu terdengar di telinga Audi. Tak lama kemudian ada seorang yang masuk yaitu Lina. Dia membawa sebaki makanan dan obat penurun panas.
"Loh kak? Kenapa dibawa kesini? Aku kan bisa makan dibawah," ucap Audi bingung.
Lina tersenyum kecil. "Badan kamu tuh panas. Kamu nggak usah sekolah dulu, ya? Nanti surat izinnya dititipin sama Alex."
Audi menggeleng keras. "Nggak! Aku harus sekolah."
"Di rumah aja, nanti kalau lo pingsan di sekolah gimana? Gue nggak mau gendong, ya!" sahut Alex yang tiba-tiba muncul dihadapan Audi.
"Nggak! Pokonya gue mau sekolah!"
Alex mendengus pelan. "Gimana kak? Dia boleh sekolah, nggak?"
Lina memegang dahi Audi yang terasa lumayan panas. Ia juga memegang leher Audi yang juga panas. Lina bingung harus bersikap bagaimana.
"Gimana, ya? Kamu boleh sekolah asal harus minum obat penurun panas ini dan kalau di sekolah panasnya belum turun, langsung ke UKS. Oke?" ucap Lina.
Audi mengangguk dengan semangat. Ia langsung menyantap makanan dan meminum obat penurun panas kemudian ia memeluk Lina erat.
"Makasih ya, kak!"
Lina mengangguk. "Sama-sama adik cantik."
***
Audi sudah sampai di sekolah. Ia bahagia karena diizinkan masuk sekolah. Sebenarnya Audi juga ingin libur, tetapi ia juga masih ingin mencari tahu tentang mengapa sikap Kenzie berubah pada dirinya.
Saat Audi hendak melangkah menuju kelas, ia tidak sengaja melihat Aura dan Kenzie yang sedang berjalan dengan bergandengan tangan.
"Maksudnya ini apa?" tanya Audi dengan menatap Kenzie.
Kenzie hanya menatap Audi dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Jelasin ke gue, Kenzie!" ucap Audi.
Kenzie terus diam dan membuang pandangannya. Ia tidak ingin Audi mengetahui semuanya. Kenzie hanya ingin jika Audi bisa mengikhlaskan dirinya bersama perempuan lain.
"Maaf," ucap Kenzie pelan lalu pergi meninggalkan Audi.
Audi termenung di tempat. Ia tidak tahu maksud dari kata maaf yang diucapkan oleh Kenzie. Air mata Audi jatuh dengan deras. Kepalanya mulai pusing dan semuanya berubah menjadi gelap.
"Audi!" pekik Alex.
Alex segera membawa Audi ke ruang UKS dan menunggu diluar UKS. Alex melihat Kenzie yang mendekat ke arah UKS, ia langsung menghentikan langkah kaki Kenzie.
"Ngapain lo kesini?" tanya Alex dengan sikap dingin.
"Gue mau lihat keadaan Audi," jawab Kenzie.
"Nggak usah, dia nggak butuh perhatian sama lo. Nggak puas lo sakitin dia? Dia berharap lo kembali, tapi nyatanya lo malah sama cewek nggak jelas itu. Audi sakit gini juga gara-gara lo!"
Kenzie hanya diam. Semua yang dikatakan Alex benar, dirinya hanya bisa menyakiti Audi saja. Apa sebaiknya Kenzie pergi dari hidup Audi selamanya?
"Gue punya alasan untuk melakukan semua ini. Kalau misalnya nggak ada penghalang bagi hubungan gue dan Audi, gue juga nggak mau semua jadi kayak gini," ucap Kenzie.
Alex berusaha menahan amarahnya, sedari tadi ia ingin memukul wajah Kenzie namun ia tau jika ini masih di lingkungan sekolah.
"Apa alasannya?" tanya Alex.
"Gue belum bjsa jelasin ke Audi, gue nggak tega lihat dia sedih. Sampaikan permintaan maaf gue ke dia, ya?" ucap Kenzie sembari menepuk pundak Alex dan pergi menjauh.
***
Audi membuka matanya, ia melihat kipas angin yang berputar di dinding. Audi merasa kepalanya sangat pusing. Ia melihat ke arah samping, ternyata ada Alex yang duduk tertidur.
"Lex?" ucap Audi pelan.
Alex membuka mata lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. "Loh, lo udah sadar? Sejak kapan? Kenapa gue baru dibangunin?"
"Barusan kok, nggak lama-lama banget."
Alex menaikkan posisi bantal Audi agar Audi bisa duduk sekaligus menyender.
"Udah enakan?" tanya Alex.
Audi menggeleng. "Kepala gue sakit banget."
Alex melihat suasana sekolah yang sudah sepi, kemudian ia mengecek jam yang ada di tangannya. Jam menunjukkan pukul tiga sore, itu tandanya semua murid SMA Vla sudah pulang.
"Ya ampun gue baru sadar, ini kan udah jam pulang sekolah," ucap Alex heboh.
"Yaudah, ayo pulang," jawab Audi.
Alex tidak memperbolehkan Audi turun dari kasur UKS. "Lo disini aja, gue telfon Kak Sefan supaya dia bawa mobil."
"Halah, nggak usah."
"Udah, jangan kebanyakan protes. Gue nggak mau lo sakit hanya karena gue."
Audi hanya bisa pasrah dan menatap Alex yang berjalan keluar dari UKS. Alex terlihat sibuk menelfon Sefan yang tidak kunjung mendapat jawaban.
"Lo baik banget sama gue, tapi kenapa gue nggak bisa mencintai lo?" gumam Audi dalam hatinya.
***
Malam telah tiba, Audi duduk diatas kasur sembari memakan bubur hangat. Sedari tadi Audi tidak mau makan nasi. Audi sibuk memikirkan Kenzie dan Aura, mereka berdua berhasil menguasai seluruh pikiran Audi.
Audi membuka ponselnya, ia menekan tombol album dan mencari foto dirinya bersama Kenzie. Dalam foto itu, Audi dan Kenzie terlihat sangat bahagia memiliki satu sama lain. Tidak terasa, air mata Audi menetes dengan deras.
"Gue kangen sama lo dan semua tentang kita. Kenapa lo berubah secepat ini? Apa gue nggak pantas untuk lo?" tanya Audi dengan setia menatap foto itu.
***
Sementara itu, Kenzie sedang makan malam bersama dengan keluarga Aura. Mereka sibuk membicarakan tentang hubungan Kenzie dan Aura. Kenzie hanya bisa diam, ia tidak mau ikut campur dengan pembahasan yang tidak berbobot seperti ini.
"Kamu kok diam aja, sih?" ucap Aura dengan menatap Kenzie.
Kenzie menghela nafas. "Terus gue harus apa?"
Aura berdecak kesal.
Papa Kenzie langsung memelototi Kenzie dan mengisyaratkan agar Kenzie meminta maaf kepada Aura. Namun Kenzie tidak menanggapi isyarat papanya itu.
"Kenzie mau pulang dulu," ucapnya lalu pergi.
Dengan cepat, Aura mengikuti Kenzie sampai ke depan pintu rumahnya. Ia menahan tangan Kenzie agar tidak pergi dari rumahnya.
"Jangan pulang," ucap Aura.
Kenzie menatap Aura datar. "Terus mau ngapain lagi? Tugas gue masih banyak yang antri untuk dikerjakan."
Lagi-lagi Aura berdecak. "Halah bilang aja kalau kamu mau ketemu sama Audi, kan? Emangnya dia tuh secantik apa, sih? Sebaik apa, sih? Kok kamu bisa luluh banget sama dia."
Emosi Kenzie memuncak. Ia tidak suka jika Audi dijelek-jelekkan seperti ini.
"Yang jelas Audi nggak kayak lo! Dia jauh lebih baik daripada cewek yang suka main kriminal kayak lo!"
"Maksud kamu kriminal apa?"
Kenzie tersenyum miring. "Lo lupa? Lo dulu pernah culik Audi dan sekap dia di gudang, lo ngelakuin itu beberapa kali. Apa itu nggak kriminal?"
Aura berhasil terdiam seribu bahasa.
"Dasar cewek kriminal," ucap Kenzie lalu pergi.
Aura menatap Kenzie dan sepeda motornya mulai menjauh dari halaman rumahnya. Ia sangat frustrasi dengan semua ini.
"Awas aja lo, tunggu pembalasan gue. Gue nggak akan tinggal diam kalau menyangkut urusan cowok yang gue cintai!"