Audi memasang sepatu ke kakinya lalu berjalan mendekat ke arah garasi. Ia terkejut ketika melihat Alex yang sudah naik diatas sepeda motornya.
"Minggir, gue mau berangkat," ucap Audi.
Alex tidak beranjak dari tempatnya. Ia mengisyaratkan kepada Audi untuk naik ke jok belakang. Audi hanya diam lalu duduk dan sepeda motor mulai melaju.
"Lo udah nggak marah sama gue?" tanya Audi.
Alex terkekeh pelan. "Emangnya siapa yang marah? Bukannya lo yang marah ke gue waktu gue negur lo hari itu?"
"Gue nggak marah."
Mereka sudah sampai di sekolah. Audi turun dari motor lalu menunggu Alex memarkirkan sepeda motor. Pandangannya tertuju pada Kenzie yang sedang berjalan dan bergandeng tangan dengan Aura.
"Kenzie?" ucap Audi.
Aura langsung menatap Audi tajam. "Jangan sapa pacar gue lagi!" ucapnya lalu berjalan menjauh dari posisi Audi berdiri.
Audi berjalan dengan lemah menuju kelas. Alex menatap Audi kebingungan, tapi ia tahu penyebabnya. Pasti semua ini ada hubungannya dengan Kenzie.
"Jangan cemberut gitu dong. Masih pagi juga," ucap Alex.
Audi menatap Alex malas. "Biarin."
"Kenapa lagi? Pasti Kenzie, kan?"
"Hm."
"Masih cinta sama dia?" tanya Alex.
Refleks Audi mendongakkan kepalanya. "Ya iyalah. Cinta gue nggak akan hilang walaupun Kenzie nyakitin gue berkali-kali."
Alex diam. Ucapan itu menusuk tajam ke dalam hatinya. Alex tahu, sampai kapanpun ia tidak akan mendapat posisi di hati Audi. Alex akan ikhlas melepas Audi tapi dengan satu syarat, yaitu Kenzie tidak boleh membuat Audi menangis.
"Kok lo ngelamun, sih?" tanya Audi.
"Eh, nggak. Gue cuma kepikiran tugas aja. Soalnya kemarin gue belum ngerjakan tugas," jawab Alex dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Bel istirahat SMA Vla berbunyi dengan nyaring. Audi berjalan menuju kantin bersama Alex. Mereka duduk dan memesan mie ayam langganannya.
"Besok kan libur, ikut gue yuk?" ajak Alex.
"Kemana? Gue mau tidur aja besok," tolak Audi.
Alex menatap Audi memohon. "Ikut aja. Gue jamin lo bakal suka sama tempatnya. Tapi kita harus berangkat pagi supaya sampai disana nggak kesiangan."
"Pagi? Jam berapa? Males lah kalau pagi banget."
"Udah, jangan kebanyakan cincong. Besok gue suruh Kak Lina buat bangunin lo jam empat subuh," ucap Alex.
Audi tersedak makanan lalu batuk. "Apa? Empat subuh? Gila aja lo! Nggak mau gue."
"Nggak ada penolakan."
Audi hanya tersenyum kecut. Lagi-lagi, ia harus menuruti kemauan Alex yang tidak jelas ini. Namun disisi lain, Audi juga penasaran dengan tempat yang akan dikunjungi. Apakah itu bukit? danau? atau malah pantai?
*****
Alarm Audi berbunyi dan menusuk masuk ke dalam gendang telinganya. Audi mematikan alarm itu dan kembali tidur lagi. Ia sudah sangat mengantuk karena semalam ia tidur jam dua belas malam.
"Bangun!" ucap Alex dengan sedikit berteriak.
"Duh, apaan sih? Berisik tau gak! Gue mau tidur!" jawab Audi.
Alex langsung menarik selimut Audi dan menyipratkan sedikit air ke wajahnya.
"Alex stop! Kenapa harus disiram pakai air, sih? Ink tuh masih pagi dan airnya dingin banget!" ucap Audi dengan menatap Alex tajam.
Alex terkekeh. "Akhirnya lo bangun juga. Udab cepetan mandi. Gue tunggu dibawah dan nggak boleh lebih dari sepuluh menit."
Audi berdecak kesal lalu mengusir Alex dari kamarnya. Ia langsung mengambil handuk dengan malas dan masuk ke dalam kamar mandi.
Sepuluh menit telah berlalu namun Audi tak kunjung ada di ruang tamu. Alex tidak bisa menunggu lagi, ia langsung naik ke kamar Audi dan membuka pintu kamarnya. Ternyata Audi sedang berdandan namun wajahnya terpejam dan tertidur pulas. Alex langsung menggendong Audi dan memasukkan ke dalam mobil.
"Eh! Lepasin gue! Nanti kalau jatuh gimana? Alex lepas!" ucap Audi khawatir.
"Lagian sih, siapa suruh malah molor lagi? Udah diam aja, nanti juga sampai kok," jawab Alex santai.
Selama perjalanan, Audi sangat malas mengobrol dengan Alex karena kejadian tadi. Ia sangat bad mood pagi ini. Alex telah merusak pagi indahnya ini.
Setelah menempuh perjalanan selama satu jam, mereka sudah sampai di sebuah hutan yang indah namun menyeramkan. Audi turun dari mobil dan menatap sekitarnya. Entah mengapa bulu kuduknya merinding sendiri.
"Lo ngapain sih ke hutan serem kayak gini? Gue takut tau," ucap Audi.
Alex terkekeh lalu menarik tangan Audi mendekat ke arah hutan itu.
"Eh? Mau ngapain lo? Gue nggak mau masuk!"
"Nggak seram kok, percaya sama gue," ucap Alex dengan menatap Audi.
"Nggak! Gue nggak mau!" tolak Audi.
"Ayolah." Akhirnya Audi mengangguk.
Mereka berjalan masuk ke dalam hutan. Alex juga membawa tas ala pendaki gunung. Ia juga membawa kompas agar suasana layaknya berpetualang beneran. Sedangkan Audi, sedari tadi ia melihat sekitarnya dan juga melihat binatang yang ada di pepohonan.
"Kok malah nyeremin, sih?" tanya Audi.
"Nggak."
Tak lama kemudian, ia mendengar suara gemericik air terjun. Audi semakin melangkah dengan semangat hingga sampai di air terjun itu. Audi langsung turun ke aliran air terjun itu. Tapi, ia melihat seseorang yang tidak asing baginya.
"Kenzie? Ngapain lo disini?" tanya Audi bingung.
"Emang nggak boleh?" jawab Kenzie dengan tersenyum.
Audi menatap Alex dengan ekspresi beribu tanya. Ia sama sekali tidak paham apa yang sedang terjadi sekarang.
"Gue balik dulu ya, Ken! Selamat menikmati waktu berdua ya," pamit Alex lalu mengacir pergi.
Walaupun sakit, tapi Alex melakukan ini semata-mata untuk membuat Audi bahagia.
"Kok diam aja, sih?" tanya Kenzie.
Audi menggelengkan kepala. "Nggak, gue cuma bingung aja. Katanya lo udah nggak suka dan ngehapus gue dari hati lo. Tapi kenapa lo bisa disini?"
Kenzie tersenyum. "Soal itu, gue bohong. Nama dan hati lo, masih tersimpan rapih di hati gue. Gue sengaja suruh Alex buat bawa lo kesini, karena gue kangen banget. Nggak mungkin kita ketemuan di sekolah karena gue nggak mau keselamatan lo terancam."
"Oh, gitu. Makasih atas usaha untuk ketemu sama gue disini," ucap Audi kaku.
"Gue tau gue udah nyakitin lo berkali-kali, tapi maukah lo memaafkan semua kesalahan gue?" ucap Kenzie dengan memegang kedua tangan Audi.
"Ya, gue mau."
Inilah Audi, walaupun sudah disakiti puluhan kali. Hatinya tetap milik Kenzie seorang. Ia tidak bisa berpaling pada siapapun.
Audi melihat matahari yang mulai meninggi. Ia dan Kenzie sangat menikmati waktu bersama. Akhirnya, semua keaadan ini bisa membaik dengan izin semesta.
"Terima kasih semesta," ucap Audi dalam hatinya.
Sementara itu, Kenzie sibuk memotret semua pemandangan yang ada disini. Termasuk objek yang ada di depannya. Seorang gadis cantik yang mampu membuatnya gila dan mampu merebut serta mengunci hatinya.
"Gue sayang dan cinta sama lo," ucap Kenzie lalu mengambil gambar Audi.