Audi membuka matanya dengan semangat. Ia sangat tidak sabar untuk menjalani aktivitas hari ini. Audi tidak sabar untuk bertemu dengan Kenzie. Sejak kemarin, hubungan mereka membaik walaupun harus menghadapi Aura yang selalu menganggu hubungan mereka.
Alex menunggu Audi yang sedang bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Tak lama kemudian, Audi berjalan menuruni tangga dan menghampiri Alex.
"Rapi amat, tumben tuh rambut di iket," ucap Alex dengan menatap Audi.
Audi terkekeh pelan. "Iya dong, kan harus selalu tampil cantik."
"Bilang aja pengin cantik di depan Kenzie, kan?"
"Ah lo mah! Tau aja," jawab Audi lalu tertawa.
Perjalanan ke sekolah ditempuh dengan cukup cepat karena jalanan yang lengang. Cuaca hari ini juga cukup mendukung. Berawan namun tidak panas.
Mereka sudah sampai di area sekolah tepat pukul enam tepat. Audi melepas helm dan berjalan berdampingan dengan Alex menuju kelas. Di depan kelas sudah ada Kenzie yang berdiri disana.
"Tumben udah datang," ucap Audi.
Kenzie tersenyum manis. "Kan gue nggak sabar untuk ketemu sama lo," jawab Kenzie.
Pipi Audi merah merona. Jantungnya juga berdetak lebih cepat dari biasanya. Audi sangat terbawa perasaan ketika mendengar ucapan Kenzie barusan.
"Kenapa diam?" tanya Kenzie.
Audi menggelengkan kepalanya.
"Gue punya sesuatu buat lo," ucap Kenzie menggantung. Ia membuka tasnya dan mengambil sebuah boneka teddy bear kecil. "Spesial untuk tuan puteri," sambungnya.
Audi menerima boneka itu lalu memeluknya.
"Makasih ya."
Kenzie mengangguk. "Sama-sama."
Alex terpaku melihat kemesraan mereka. Hatinya sangat sakit ketika melihat Kenzie mendekati Audi lagi, tetapi disisi lain ia juga menginginkan Audi bahagia.
***
Hari ini adalah hari yang cukup indah untuk Kenzie karena ia berhasil baikan dengan Audi dan juga karena Aura tidak masuk sekolah. Namun Kenzie juga harus waspada karena Riza akan selalu mengawasinya seperti Aura.
Bel istirahat berbunyi, semua murid SMA Vla berhamburan keluar kelas. Mereka sibuk berjalan menuju kantin untuk membeli makanan. Sama dengan yang lain, Kenzie, Jeff, dan Rafy juga berada di kantin.
"Tumben banget tuh wajah seger begitu, nggak kayak biasanya. Habis menang arisan?" tanya Rafy dengan menatap Kenzie.
Kenzie tidak menjawab, ia hanya menebarkan senyum manisnya.
"Kayaknya bukan deh. Pasti dia berhasil baikan sama Audi lagi. Kebaca banget soalnya di wajahnya," sahut Jeff.
"Seratus untuk lo," jawab Kenzie.
Rafy menatap Kenzie tidak percaya. "Serius lo?"
Kenzie mengangguk. "Iya, ngapain juga gue bohong."
"Kok dia mau maafin lo?"
"Nggak tau, mungkin karena udah cinta sama gue."
Jeff mendengus pelan. "Jangan disia-siain maaf Audi, awas aja nanti nyesel."
Kenzie mengangguk. "Nggak akan gue sia-siakan. Gue bakal jaga maaf itu selamanya dan gue juga bakal cinta sama dia selamanya."
***
Bel pulang sekolah berbunyi. Audi sedang duduk di depan kelasnya untuk menunggu Kenzie. Mereka sudah membuat janji jika akan pergi ke suatu tempat sepulang sekolah. Alex sudah pulang sedari tadi.
"Maaf ya udah nunggu lama. Tadi gue harus piket dulu," ucap Kenzie.
Audi mengangguk. "Nggak papa kok. Memangnya kita mau kemana, sih?"
"Ada deh, udah yuk ikut gue ke parkiran," ucap Kenzie lalu menarik tangan Audi untuk mengikuti langkah kakinya.
Audi menaiki motor Kenzie dan mereka melesat pergi dari area sekolah. Audi masih tidak tahu akan diajak Kenzie kemana.
Sepeda motor Kenzie berbelok ke arah sebuah kafe yang lumayan ramai. Disana banyak muda-mudi yang sedang duduk santai bersama para temannya. Ada juga yang sedang berduaan dengan pacarnya.
"Ngapain kesini?" tanya Audi bingung.
"Gue lapar, yuk temenin gue makan," jawab Kenzie.
Audi mengangguk kemudian mengikuti langkah kaki Kenzie. Mereka memesan dua porsi ramen. Audi sibuk memainkan ponsel karena merasa bosan, sedangkan Kenzie masih setia menatap wajah gadisnya itu.
"Jangan fokus main ponsel terus, emangnya gue kacang yang bisa dianggurin gitu aja?" ucap Kenzie.
Audi menghentikan aktivitasnya. "Maaf, gue bosan."
"Hm, emangnya gue ngebosenin ya?"
Audi tersentak. "Nggak kok, nggak gitu. Maaf gue salah ngomong."
Kenzie terkekeh pelan. "Gue bercanda kok. Lo bahagia jalan sama gue?"
"Kenapa tanya gitu?"
"Cuma mau memastikan aja. Mungkin aja kalau lo nggak bahagia jalan sama gue."
Audi menggeleng. "Gue bahagia kok."
"Makasih ya."
***
Malam telah tiba. Audi sedang berada di meja makan bersama Alex, Sefan, dan Lina. Mereka banyak mengobrol tentang berbagai hal. Namun Alex hanya diam dan terus menyantap makanannya.
"Kalian marahan ya?" tebak Lina dengan menatap Audi dan Alex bergantian.
"Siapa yang marahan?" tanya Audi.
"Jadi, kalian nggak marahan? Tumben banget kok diem-dieman kayak gini. Nggak kayak biasanya," ucap Lina.
Alex merasa telinganya sangat panas. "Gue sariawan, kak. Jadi nggak bisa ngomong banyak-banyak."
Lina hanya ber-oh ria. Sementara Audi, ia menatap Alex yang sedang berjalan menuju dapur. Entah mengapa ia merasa ada yang berubah dari Alex. Apakah semua ini ada sangkut pahutnya dengan membaiknya hubungan Audi dan Kenzie?
Audi melihat Alex yang sedang duduk di pinggir taman. Sebenarnya ia ingin menghampiri, tetapi Audi ragu. Ia terdiam beberapa saat sebelum akhirnya memutuskan untuk menghampiri Alex.
"Lex, lo marah sama gue?" tanya Audi langsung.
Alex menoleh ke arah Audi. "Gue? Ngapain gue marah?"
"Ya karena seharian ini gue sibuk terus sama Kenzie."
Alex menatap Audi dan terdiam cukup lama. Ia menatap mata indah milik Audi. "Ya iyalah gue marah," jawabnya dalam hati.
"Kok ngelamun, sih?" ucap Audi.
"Eh iya."
"Jadi, lo nggak marah sama gue?"
Alex menggelengkan kepalanya. "Kalau itu bisa bikin lo bahagia gue nggak akan marah. Gue bahagia kalau lo bahagia."
Audi tersenyum lalu memeluk Alex erat.
Alex terdiam cukup lama dalam pelukan Audi. Rasanya bahagia karena bisa berpelukan dengan Audi, tetapi ia juga tahu jika Audi memeluk dirinya hanya sebatas ucapan bahagia saja dan tidak lebih dari itu.
"Lo nggak pengin cari pacar gitu?" tanya Audi lalu melepaskan pelukannya.
"Nggak, ngapain juga cari pacar. Gue nggak mau pacaran, ribet," jawab Alex.
"Ribet? Orang pacaran tuh bahagia kali, kayak gue sama Kenzie."
"Emangnya lo sama Kenzie udah pacaran lagi?"
Audi terdiam. "Ya belum sih, tapi kita sama-sama sayang aja udah cukup."
Alex merasa telinganya sangat panas ketika mendengar nama Kenzie disebut oleh Audi. Ia berdiri dari duduknya lalu berjalan menaiki tangga untuk sampai di kamarnya.
Di dalam kamar, Alex hanya merebahkan tubuhnya diatas kasur dan menatap langit-langit kamar. Memorinya mengulang semua waktu bersama Audi, ketika mereka tertawa lepas bersama dan berbagi suka dan duka. Sudut bibir Alex terangkat dan menciptakan senyuman yang sangat indah.
"Asal lo bahagia, gue juga bahagia kok," ucap Alex.