Alex berharap-harap cemas ketika membawa Audi menuju rumah sakit, perasaannya sudah tidak karuan. Ia takut jika nyawa Audi tidak bisa diselamatkan, apalagi jalanan Jakarta yang lumayan padat.
Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di rumah sakit. Sefan dan Alex langsung menggendong Audi dan menaruh diatas ranjang rumah sakit.
"Lo harus kuat, Di. Gue nggak mau lo kenapa-napa," ucap Alex dengan menatap Audi yang mulai masuk ke dalam ruangan UGD.
"Lo tenang aja, Audi pasti selamat," kata Sefan.
"Iya."
Alex menunggu di depan ruang UGD selama setengah jam, ia tidak tahu harus berbuat apa. Alex hanya berdoa dan berdoa saja, ia tidak ingin gadis yang dicintainya itu harus meregang nyawa akibat insiden yang tidak masuk akal seperti ini.
Sementara itu, Kenzie masih berada di warung depan sekolah. Ia tidak ingin memperkeruh suasana, walaupun Kenzie sangat ingin menjenguk dan mengetahui kondisi Audi saat ini.
"Bagaimana kondisi adik saya, dok?" tanya Sefan ketika melihat dokter keluar dari ruang UGD.
"Syukurlah masih tertolong, tapi saya minta Audi harus benar-benar menjaga kesehatannya," jawab dokter dengan tersenyum.
"Harus rawat inap nggak?" sahut Alex.
"Iya, dua hari saja sudah cukup. Kalau begitu, saya tinggal dulu ya," ucap dokter dengan ramah lalu pergi menjauh dari Alex dan Sefan.
Alex dan Sefan masuk ke dalam ruangan Audi, ia tampak belum sadar. Alex berharap semoga Audi segera sadar dan pulih kembali. Tak lama kemudian, Audi membuka matanya dengan perlahan. Alex tersenyum bahagia, ia langsung memberikan sebuah minuman pada Audi.
"Lo nggak apa?" tanya Alex khawatir.
"Nggak kok, kepala gue cuma pusing aja," jawab Audi dengan tersenyum kecil.
"Syukurlah, gue khawatir banget sama lo."
"Makasih ya," ucap Audi.
"Gue khawatir karena gue sayang dan cinta sama lo, andai lo tau," batin Alex dengan tersenyum menatap Audi yang sedang meminum segelas air putih.
Sementara itu, Kenzie berdiri atas balkon kamarnya. Ia cemas memikirkan keadaan Audi, Kenzie tidak ingin kejadian seperti ini terulang lagi. Kenzie malas jika harus berurusan dengan Aura, ia tidak ingin Aura ada di hidupnya.
"Lo kenapa sih? Galau mulu perasaan," ucap Jeff dengan menatap Kenzie.
"Siapa yang galau? Gue tuh mikirin Audi. Dia kayak gini gara-gara gue," jawab Kenzie dengan sedikit emosi.
"Terus rencana lo apa? Aura mau lo marahin kayak tadi? Menurut gue sih itu nggak akan ngaruh," sahut Rafy sembari mendekat ke arah Kenzie yang sedang berdiri.
"Iya bener tuh."
"Terus gue harus apa?" tanya Kenzie bingung.
"Lo pura-pura pacaran sama Aura lagi aja, biar Audi selamat dari jebakan dia yang nggak bermutu itu," usul Rafy.
Kenzie terdiam, ia tidak ingin melakukan hal konyol itu lagi. "Nggak ah, gue nggak mau," tolak Kenzie lalu duduk di kasur.
"Terserah sih, itu cuma saran gue aja."
****
Hari ini adalah hari kedua Audi di rumah sakit, ia bahagia karena besok sudah bisa pulang dan beristirahat di rumah. Audi tidak sabar untuk pergi ke sekolah dan bertemu teman-teman sekolahnya.
Kenzie sedang bersiap menuju sekolah, ia membawa motor kesayangannya. Ponsel Kenzie berbunyi, dengan cepat ia membuka dan berharap semoga itu pesan dari Audi. Tapi ternyata, pesan itu dari Aura yang meminta dirinya menjemput Aura dan kalau tidak, Aura akan membuat Audi lebih sengsara lagi.
"Aaarrgghh! Nggak jelas banget sih!" ucap Kenzie kesal lalu mengarahkan motornya menuju rumah Aura.
Kenzie berjalan disamping Aura menyusuri kooridor, sebenarnya ia muak dengan wajah Aura yang sok polos dan baik.
"Kamu kenapa sih? Kok diamin aku sih?" tanya Aura dengan nada yang menjijikkan.
"Males," jawab Kenzie singkat.
"Emangnya aku ada salah sama kamu? Kok ngomongnya gitu sih."
"Udah ya stop! Gue nggak suka ada lo disini, mending lo pergi aja sana. Dan satu lagi, jangan ganggu Audi!" ucap Kenzie dengan penuh penekanan sembari menatap wajah Aura tajam.
"Nggak. Aku nggak bakal stop ganggu Audi kalau kamu belum mau sama aku," bantah Aura.
Kenzie mengepalkan tangannya lalu pergi berjalan menjauh dari tempat Aura berdiri, ia ingin menenangkan pikirannya yang sudah panas. Kenzie tidak habis pikir dengan Aura, jika orang tidak suka mengapa harus dipaksa?
Sementara itu, Audi hanya rebahan sembari melihat televisi. Ia sangat bosan dengan suasana rumah sakit ini, Audi ingin segera pulang dan melakukan aktivitas seperti biasanya. Alex menatap ke arah Audi, ia tahu jika Audi merasa sangat bosan.
"Bosan ya? Jalan-jalan ke taman yuk," ajak Alex dengan tersenyum lebar.
"Yuk, gue ingin menghirup udara segar," jawab Audi semangat.
Alex mendorong Audi yang sedang duduk di kursi roda hingga sampai di taman rumah sakit. Senyum Alex mengembang ketika melihat wajah Audi yang semringah, ia bahagia ketika Audi bahagia.
"Lo bahagia?" tanya Alex.
"Bahagia banget, tapi lebih bahagia lagi kalau bisa pergi ke sekolah," jawab Audi dengan menatap sekitarnya.
"Kenapa gitu?"
"Karena gue bisa ketemu sama Kenzie." Jawaban itu membuat Alex terdiam, ia tidak menyangka jika Audi masih memendam perasaan untuk Kenzie sedalam ini.
"Lo kenapa ngelamun gitu?" tanya Audi.
"Eh, nggak kok. Cuma kelilipan aja," jawab Alex.
"Apa hubungannya kelilipan sama ngelamun?"
"Nggak ada. Udahlah lupain aja," ucap Alex.
Kenzie sedang duduk di warung depan sekolah bersama teman-temannya, ia ingin menghindari Aura yang tidak jelas itu. Namun sialnya, Aura tetap membuntuti Kenzie kemanapun ia pergi.
"Kamu kok cuekin aku sih? Memangnya aku ada salah apa sama kamu?" tanya Aura dengan memegang lengan Kenzie.
"Lepasin!" bentak Kenzie.
"Nggak, aku nggak akan lepasin ini. Kamu kenapa sih kalau sama aku marah-marah terus? Beda banget kalau sama Audi, pasti kamu langsung baik. Emangnya aku kurang apa?"
Jeff dan Rafy saling menatap satu sama lain, mereka jijik mendengar ucapan Aura yang sok manis itu. Jeff merasa kasihan pada Kenzie, ia tahu jika sahabatnya pasti merasa tidak nyaman dengan kehadiran Aura ini.
"Udahlah, Kenzie lagi mau sendiri. Mending lo pergi aja," usir Jeff dengan menatap Aura.
"Nggak, gue mau disini nemenin Kenzie. Lagipula kalian ngapain ngurusin gue?" jawab Aura sembari menatap Jeff dan Rafy bergantian.
"Serahlah," jawab Rafy.
Kenzie hanya diam ketika mendengar keributan teman-temannya, ia tidak tahu harus menyikapi semua ini bagaimana. Kenzie sangat merindukan sosok Audi disisinya, andai saja Aura tidak ada disini. Mungkin semua ini tidak akan serumit ini.
"Lo lagi apa disana? Pasti lagi bahagia sama Alex ya? Gue sayang banget sama lo," batin Kenzie sembari menatap ke arah langit biru.