Jam menunjukkan pukul sembilan malam. Audi masih setia duduk di kursi taman rumahnya, ia memikirkan tentang semua ucapan Aura dan Riza yang telah terucapkan untuknya. Audi sama sekali tidak bisa melupakan semua kejadian tadi.
"Nih buat lo," ucap Alex sembari memberikan segelas teh hangat untuk Audi.
"Makasih ya."
Alex duduk di sebelah Audi. "Lo masih mikirin ucapan mereka?"
Audi mengangguk pelan.
"Nggak usah dipikirin. Mereka itu cuma mau bikin mental lo jatuh dan mereka hanya akan membuat lo hancur. Kalau lo terus kayak gini, mereka akan tertawa puas melihat lo terpuruk."
Kepala Audi terangkat, ia sadar jika ucapan Alex benar. Mereka hanya ingin membuat mental Audi jatuh dan hancur.
"Jadi, nggak usah dipikirin lagi ya?" bujuk Alex.
"Iya, makasih lo udah berhasil bikin gue sadar. Gue bahagia karena ada lo disisi gue saat pikiran gue kacau kayak gini," jawab Audi dengan tersenyum.
Sementara itu, Kenzie sedang menatap langit malam yang cerah. Pikirannya selalu tertuju pada satu nama, yaitu Audi. Kenzie sangat ingin memeluk Audi dan membahagiakan Audi kembali. Namun ia tahu, ia tidak ingin membuat keselamatan Audi terancam. Kenzie ingin menjaga Audi walaupun dari jauh.
"Gue kangen sama lo, Audi. Kapan kita bisa bareng-bareng kayak dulu lagi? Apa kita masih bisa bareng-bareng lagi?" gumam Kenzie.
****
Hari ini Audi menjalani pagi dengan lebih semangat karena ucapan Alex kemarin. Ia ingin menunjukkan jika dirinya tidak lemah, Audi ingin menunjukkan kepada Kenzie juga kalau dirinya akan memperjuangkan cintanya.
"Semangat banget mbaknya," sindir Alex dengan tertawa kecil.
"Harus semangat dong, kan nggak boleh terlihat lemah. Ya nggak?" jawab Audi lalu tertawa keras.
"Bener, gue suka semangat lo. Cepetan naik, keburu macet nanti." Audi mengangguk kemudian memasangkan helm ke kepalanya dan bergegas naik keatas motor.
Jam menunjukkan pukul tujuh kurang dua puluh menit. Audi dan Alex sudah sampai di parkiran SMA Vla yang sudah dipadati oleh kendaraan siswa maupun siswi. Audi turun dari motor dan melepas helm dari kepalanya. Pandangan matanya tak sengaja tertuju pada Kenzie yang sedang duduk di pojok parkiran bersama kedua temannya.
"Lo dilihatin sama Audi tuh," ucap Jeff lalu menyenggol tangan Kenzie.
"Iya tuh, mana lihatnya kayak penuh harap gitu," sahut Rafy.
Kenzie menoleh ke arah Audi dan ternyata benar, Audi menatapnya dengan tatapan yang bermakna namun sulit diartikan Kenzie. Ia menatap mata itu selama beberapa detik, ada kerinduan yang mendalam dalam diri Kenzie. Sungguh, ia sangat merindukan Audi.
"Ye, malah dilihatin doang. Kejar dong, Ken," ucap Rafy geregetan.
"Nggak."
"Kenapa?" tanya Jeff bingung.
"Karena gue nggak mau bikin hidup dia nggak tenang. Hanya dengan cara ini gue bisa menjaga dia, tapi menjaga dari jauh," jawab Kenzie lalu pergi.
Audi hanya diam ketika melihat Kenzie yang perlahan mulai pergi. Ia kecewa, tapi mau bagaimana lagi ini kenyataan yang harus diterimanya.
Alex berjalan menuju kelas dan diikuti oleh Audi. Sepanjang perjalanan ke kelas, Audi hanya diam dan tak mengajak Alex bicara apapun. Alex bingung dengan sikap Audi, tapi ia tahu jawabannya. Semua ini pasti ada sangkut pahutnya dengan Kenzie.
"Lo kenapa? Ada pikiran lagi?" tanya Alex.
Audi menggeleng pelan. "Nggak ada, gue cuma lihat Kenzie tadi. Gue kangen banget sama dia."
Alex hanya diam, ucapan Audi berhasil merobek hatinya. Tapi Alex sadar akan posisinya, ia bukan siapa-siapa Audi. Jadi, ia tidak berhak untuk berprotes apapun tentang masalah cinta Audi kepada Kenzie.
"Sabar aja, mungkin ini bagian dari ujian perasaan kalian."
Bel istirahat berbunyi, Audi masih setia mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Audi memilih untuk tidak pergi ke kantin karena malas bertemu dengan Kenzie.
Tapi ternyata keputusan Audi salah. Walaupun berada di dalam kelas, ia harus menemui Aura dan Riza yang menatapnya tajam. Audi hanya diam dan tidak menghiraukan tatapan itu.
"Sok rajin banget lo," sindir Aura.
"Terus masalahnya sama lo apa? Gue ngerjakan tugas dan apa yang gue lakukan itu nggak merugikan orang lain. Dasar cewek nggak jelas lo!" jawab Audi.
"Apa lo bilang? Berani banget lo ngatain gue kayak gitu! Gue nggak terima ya!" balas Aura dengan nada tinggi.
"Lo memang pantas dapat semua itu," ucap Audi.
Aura kesal dan tangannya terangkat untuk memukul pipi kiri Audi. Namun tangannya tertahan oleh seseorang. Audi membuka matanya, ternyata itu adalah Kenzie.
"Gue nggak suka sama cewek kasar," ucap Kenzie dengan menatap Aura tajam.
"Aku nggak kasar, tapi emang cewek kebanggaan kamu ini aja yang membuat emosi aku naik. Maafin aku Kenzie, aku kelepasan," kata Aura sembari memegang lengan Kenzie.
Kenzie melepaskan tangan Aura. "Lo nggak apa-apa, kan?" tanya Kenzie lalu beralih menatap Audi.
"I-iya gue nggak apa. Makasih karena lo udah tolongin gue," jawab Audi dengan susah payah karena jantungnya terus berdetak cepat.
Kenzie mengangguk lalu pergi menjauh dari kelas Audi. Mata Audi tidak lepas dari punggung Kenzie. Ia sangat bersyukur karena bisa berinteraksi dengan Kenzie lagi walaupun hanya sebatas itu.
Bel pulang sekolah berbunyi. Audi sedang menunggu Alex yang berlatih futsal di lapangan sekolah. Alex terlihat mahir memainkan si kulit bundar, Audi sibuk mengambil beberapa gambar Alex. Fotografi adalah hobi baru Audi, walaupun hasilnya belum sangat bagus.
"Lagi suka fotografi?" tanya seseorang dari belakang Audi.
Suara itu tidak asing bagi Audi, ia menolehkan kepalanya dengan perlahan. Ternyata itu adalah Kenzie.
"Kenzie?"
"Iya ini gue," jawab Kenzie dengan tersenyum.
"Ngapain lo disini?" tanya Audi dengan ragu.
Kenzie tertawa kecil lalu menatap kedua mata milik Audi. "Emangnya kalau gue kangen sama lo, nggak boleh?"
Audi hanya diam, bibirnya tak mampu lagi berucap. Jantungnya berdegup sangat kencang dan ia tidak percaya jika Kenzie mengatakan itu.
"Kok diam sih?"
"Eh iya. Lo ngomong apa tadi? Maaf gue nggak dengar," ucap Audi berbohong.
"Lo lucu kalau panik kayak gini. Gue sayang sama lo." Mata Audi terbelalak, apakah Kenzie tidak salah berbicara? Jadi, selama ini Kenzie masih menyayanginya?
Alex melihat Audi dan Kenzie yang sedang mengobrol. Ia langsung menghampiri mereka dan mengajak Audi pulang. Alex tidak ingin Kenzie kembali menyakiti hati pujaan hatinya itu. Ia tidak ingin ada air mata lagi yang terjatuh karena Kenzie.
"Kalian ngapain? Ayo pulang," ajak Alex lalu menarik tangan Audi.
"Gue pulang dulu ya, Kenzie. Sampai ketemu besok," pamit Audi lalu berjalan mengikuti langkah kaki Alex.
Kenzie tersenyum. Ia bahagia bisa mengobrol lagi dengan Audi, walaupun hanya sebentar. Kenzie juga bahagia karena ada Alex yang selalu menjaga Audi.
"Gue bahagia karena bisa ngobrol lagi sama lo, walaupun ada pembatas besar yang menghalangi kita yaitu Alex," gumam Kenzie.