Sudah empat hari Audi berada disini, hari ini ia bisa bernafas lega karena bisa pulang. Audi mengecek ponselnya, berharap ada pesan masuk dari Kenzie. Namun nyatanya, tidak ada pesan sama sekali. Audi memasukkan baju ke dalam tasnya, lalu berjalan pelan-pelan menuju parkiran. Alex menuntun Audi agar tidak jatuh, ia sangat menyayangi gadis yang ada di hadapannya saat ini.
"Gue bisa sendiri kok," ucap Audi dengan tersenyum.
"Nggak, nanti kalau lo jalan sendiri malah jatuh. Gue khawatir sama lo," jawab Alex sembari terus menuntun Audi sampai di parkiran.
Sefan menyetir mobil dengan kecepatan rata-rata, ia tidak ingin adiknya merasakan pusing selagi perjalanan menuju rumah. Audi hanya diam, ia menatap ks arah jendela mobil. Di samping Audi, ada Alex yang sedang fokus memainkan ponsel yang ada di tangannya.
Audi berjalan memasuki rumahnya, ia sangat bahagia karena sudah bisa kembali ke rumahnya yang nyaman ini. Audi berjalan menuju kamarnya, lalu beristirahat agar tubuhnya tetap fit. Ia berharap, semoga besok sudah bisa kembali ke sekolah.
****
Hari mulai berganti, Audi duduk di meja makan bersama keluarganya. Ia sudah memakai seragam lengkap dengan sepatunya, Audi sudah siap untuk berangkat ke sekolah bersama Alex.
"Kalau lo nanti pusing, langsung bilang sama gue ya?" ucap Alex dengan berjalan disamping Audi.
"Iya-iya, gue udah sembuh kok," jawab Audi.
Alex hanya diam, ia tidak sedang ingin berdebat dengan Audi. Mereka masuk ke dalam kelas yang masih kosong, di meja Audi sudah banyak tempelan posh it berwarna-warni. Audi mengambil salah satu posh it itu, lalu membacanya dengan seksama. Dalam posh it itu, terdapat tulisan 'Jika ingin selamat, maka menjauh dari Kenzie'
"Kira-kira, siapa yang nempelin ini ya?" tanya Audi dengan menatap Alex yang sedang berdiri sembari meletakkan tangan di pinggangnya.
"Mungkin aja Aura sama Riza," jawab Alex.
"Iya, ini ulah gue. Kenapa? Lo nggak suka?" ucap Aura dari belakang. Audi membalikkan tubuhnya dan melihat Aura sedang berdiri dengan sahabatnya. Bibir Audi membungkam, ia tidak percaya jika Riza telah jahat padanya.
"Riza, lo ngapain disitu?" tanya Audi.
"Gue udah sahabatan sama Aura, dan gue nggak mau lagi sahabatan sama lo. Asal lo tahu, lo adalah sahabat terburuk yang gue punya!" ucap Riza dengan nada yang telah naik satu oktaf.
"Tapi, apa salah gue?"
"Salah lo? Lo nggak nyadar? Astaga Audi, lo itu munafik ya. Nggak salah kalau gue benci sama lo," ucap Riza lalu pergi. Ucapan itu berhasil membuat dada Audi terasa sesak, mulutnya tak lagi mampu berucap kata-kata.
Alex melihat perubahan ekspresi Audi, ia tidak tega melihat Audi diperlakukan seperti ini. Audi tampak merenung, ia merasa sangat bersalah dengan Riza. Sebenarnya, apa yang salah dari diri Audi hingga membuat Riza benci seperti itu?
Bel istirahat berbunyi, Audi memilih untuk menelungkupkan tubuhnya di atas meja. Audi tidak semangat untuk pergi ke kantin karena ia tidak ingin bertemu dengan Aura, Riza, apalagi Kenzie. Semua ini membuat kepalanya pusing.
"Lo sakit lagi?" tanya Alex dengan nada cemas.
"Nggak kok, gue cuma frustasi aja." Audi tersenyum, lalu kembali menelungkupkan tubuhnya di atas meja. Alex hanya mengangguk saja, ia tahu jika saat ini Audi sedang banyak pikiran.
Audi duduk di balkon rumahnya, ia sudah mengganti seragamnya dengan pakaian rumah. Audi meneguk secangkir teh hangat, ia ingin tubuhnya merasakan kehangatan. Pikiran Audi tidak berhenti memikirkan Riza, ia sangat merasa bersalah. Audi berniat untuk meminta maaf padanya besok, ia berharap semoga Riza mau memaafkannya.
****
Audi sedang sibuk menyiapkan kotak bekal berwarna merah muda, ia membuat pancake kesukaannya dengan Riza. Audi ingin memberikan pancake ini kepada Riza agar ia mau memaafkan Audi. Alex hanya diam, ia tidak tahu apa yang akan dilakukan Audi. Kemudian, mereka berjalan menuju garasi rumah dan segera berangkat ke sekolah.
"Hai Riza, gue bawa pancake kesukaan kita. Makan bareng yuk?" ajak Audi dengan semangat lalu menggandeng tangan Riza.
Riza melepaskan tangan Audi secara paksa hingga membuat Audi terjatuh di lantai. "Nggak usah sol peduli sama gue!" ucap Riza.
"Lo boleh nggak suka sama Audi, tapi jangan kayak gini. Lo udah keterlaluan tau nggak!" bentak Alex dengan menatap Riza tajam. Riza hanya diam, sorotan matanya tajam ke arah Alex. Ia tidak terima diperlakukan Alex seperti ini.
"Lo nggak apa-apa?" tanya Alex.
"Nggak kok, gue baik-baik aja. Tapi sayang, itu pancake jatuh semua ke lantai." Alex membantu Audi untuk berdiri, lalu memungut pancake yang terjatuh.
"Daripada lo bikin nggak dihargai, mending bikinin buat gue nanti sore. Gimana?" tanya Alex dengan menatap Audi tersenyum. Audi mengangguk setuju, senyum Alex semakin melebar.
Kenzie lewat di depan kelas Audi, ia tidak sengaja menatap Audi yang sedang tersenyum ke arah Alex. Kenzie merasa hatinya panas, lalu tangannya mengepal dengan sendirinya. Ia tidak terima jika Alex mengambil posisinya di hati Audi. Kenzie berpikir, sepertinya ia harus menjalankan misi yang direncanakannya waktu itu.
"Gue udah mutusin," ucap Kenzie dengan menatap Jeff dan Rafy.
"Mutusin apa? Gue nggak paham," jawab Rafy sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Kalau ngomong jangan setengah-setengah dong," protes Jeff lalu mendekat ke arah Rafy dan Kenzie.
Kenzie menghela nafas panjang, ia malas menjelaskan pada kedua temannya ini. Mau tidak mau, Kenzie harus menjelaskan tentang rencananya dan apa yang harus dilakukan untuk mendekati Audi.
"Oh gitu, gue mah ngikut aja," ucap Jeff.
Bel pulang sekolah berbunyi, Alex berjalan berdampingan dengan Audi. Mereka ingin mampir ke toko bahan kue, Audi ingin membuatkan pancake untuk Alex. Saat berjalan melewati kooridor, tatapan Kenzie dan Audi bertemu cukup lama. Namun, Audi langsung mengalihkan padangannya.
"Kenapa lo kok kelihatannya cuek gitu sama Kenzie? Ada masalah?" tanya Alex dengan menatap Audi yang sedang menutup wajahnya dengan tote bag.
"Nggak kok, cuma nggak pingin lihat dia. Udah yuk, keburu sore nanti," jawab Audi lalu berjalan cepat menuju parkiran.
Sepanjang perjalanan, Audi masih memikirkan tentang tatapan Kenzie tadi. Audi melamun dengan memandangi pemandangan sekitar, Alex menatap Audi yang sedang melamun. Ia tidak berani untuk mengejutkan Audi, Alex hanya ingin dia bahagia dengan lamunannya.
Audi dan Alex sudah sampai di toko kue, mereka mulai memilih bahan-bahan yang dibutuhkan. Alex membayar semua belanjanya ke kasir, lalu membawanya keluar toko.
"Buatin yang enak ya," ucap Alex.
"Masakan chef Audi pasti enak dong, tenang aja. Gue jamin pasti enak," jawab Audi menyombongkan diri.