Chereads / BURN THE STAGE / Chapter 1 - PELARIAN

BURN THE STAGE

KaisART
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 15.3k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - PELARIAN

✉️

Dear Mommy

Mom ... maafkan aku. Tadinya aku ingin mengajak kalian kabur bersamaku. Tapi aku tahu kau tidak pernah mau meninggalkan lelaki itu. Meski sebenarnya dia selalu tega menyakiti hatimu. Hati kita.

Suatu saat nanti mungkin aku akan kembali. Ketika aku sudah bisa berdamai dengan kebencian ini. Namun, jika hari itu tak kunjung datang, kuharap saat aku datang lagi, Mommy dan Hiroya mau meninggalkannya dan lari bersamaku.

Hubungi aku jika kau sudah terlalu lelah. Di manapun aku berada, aku selalu menunggu kalian.

Putrimu,

Louisa Manoban

✉️

🌸🌸🌸

Pintu kereta terbuka. Sambil menghela nafas lega, Louisa melangkah turun dari kendaraan beroda besi itu. Ia sudah bulat dengan keputusan yang direncanakannya sejak duduk di kelas 3 SMA. Gadis 19 tahun itu akhirnya meninggalkan rumah. Melalui surat ia sampaikan kalimat perpisahan sementara untuk ibu dan adik lelakinya.

Louisa melirik layar ponselnya. Pukul 6 sore. Berarti sekitar 3 jam waktu yang telah ia tempuh hingga akhirnya tiba di stasiun Soul City. Tujuan selanjutnya adalah asrama Idol University. Untuk sampai asrama kampus barunya itu, Louisa masih harus menempuh waktu sekitar 30 menit lagi. Sangat tanggung untuk berhenti dan beristirahat. Ia pun kembali melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki meski pegal di punggungnya makin menjadi lantaran berjam-jam menggendong gitar.

5 menit berlalu hingga akhirnya rasa lelah berhasil membuat Louisa menyerah. Maniknya berkeliling mencari tempat yang bisa ia gunakan untuk rehat sejenak. Pilihannya pun jatuh pada sebuah teras ruko yang rollingdoornya dalam kondisi tertutup. Melihat dari tampilannya yang kumuh, ia bisa tahu jika tempat itu seperti sudah lama tak dipakai. Begitu juga dengan ruko-ruko lain yang ada di kanan kirinya. Louisa berniat duduk di kursi usang yang berada di depan ruko yang sepi itu. Terdengar lebih baik daripada ia harus duduk di aspal tanpa beralaskan apapun.

"Kau benar-benar berat, sobat. Apa kau terlalu banyak mengkonsumsi lemak, hah?Punggungku seperti mau patah" Louisa mengomel tak jelas ke arah gitar listrik kesayangannya seperti orang bodoh.

Gadis bersurai pirang itu kemudian menyandarkan gitar sebagaimana ia sandarkan dirinya ke dinding ruko kosong. Mengatur nafas yang terengah agar kembali stabil. Sementara jemarinya mulai sibuk mengurut-urut punggung, berharap nyeri disana berkurang.

"Sendirian, Nona?"

"Bagaimana jika kau menemani kami bersenang-senang?"

Louisa terhenyak akan suara-suara asing mengusik telinganya. Saat ia membuka mata, dua orang pria dewasa - mungkin berusia 25 tahunan- sudah berdiri dihadapannya. Menatap penuh intimidasi disertai seringaian yang membuat Louisa bergidik. Hingga ia sadar bahwa sesuatu yang buruk mungkin akan segera terjadi. Jantungnya pun berdegup kencang merespon situasi berbahaya itu. Seketika ia menyesal dengan keputusannya memilih beristirahat di sana. Sekarang menjadi sulit baginya untuk meminta pertolongan karena tak ada orang yang berlalu lalang.

"God... haruskah masalah baru datang secepat ini?" runtuk Louisa dalam hati.

***

Yooji menekan tuts keyboard controller dihadapannya sembari memejamkan mata. Tenggelam dalam imajinasi guna merangkai notasi indah untuk lagu baru yang liriknya sudah selesai dari dua hari lalu. Namun, sedalam apapun ia berusaha untuk menjiwai tetap saja berujung buntu. Sepertinya ia tidak dalam mood yang bagus untuk membuat lagu hari ini. Lama kelamaan ia mulai bosan. Jemarinya mengelana asal di atas tuts hingga hanya nada-nada sumbang yang terdengar.

"Arrgghhh... ke ARMZ Cafe sajalah... " gerutu Yooji sambil mengacak-acak rambutnya, kesal.

Pemuda sipit berkulit pucat itu kemudian meraih tas ransel, memasukkan beberapa barang yang ia perlukan ke dalamnya, dan melangkah gontai keluar dari apartemen. Biasanya Yooji menggunakan motor untuk sampai ke tempat kerja sampingannya itu. Hanya saja motornya belum juga keluar dari bengkel sebab mesinnya yang bermasalah. Ia bisa saja menaiki kendaraan umum, tapi entah angin apa yang membuatnya lebih memilih untuk berjalan kaki petang itu.

Sepanjang perjalanan, Yooji tak henti menggerutu. Rupanya rasa kesal karena gagal menyelesaikan lagu belum juga hilang. Padahal biasanya dalam sehari pria 26 tahun dan penggila musik itu sudah mengantongi dua atau tiga lagu. Kini setiap kerikil yang ia temui dijalan tak luput dari tendangannya sebagai pelampiasan.

Saat Yooji melewati daerah pertokoan yang sudah tidak aktif lagi, sayup-sayup telinganya menangkap suara rintihan perempuan seperti kesakitan juga gelak tawa beberapa pria. Tiba-tiba Yooji merasa ada yang tak beres. Akhirnya hati-hati ia mendekat pada sumber suara. Dugaannya pun terbukti. Matanya menyaksikan dua orang pria tengah mengunci pergerakan seorang gadis. Gadis itu adalah Louisa. Louisa terlihat memberontak dari genggaman salah satu dari mereka. Sementara pria satunya lagi sibuk membungkam mulut Louisa yang sedari tadi terus meronta.

"Lepppwahskan akwuhhh!" Louisa berusaha teriak di balik bungkaman pria di hadapannya.

"Jangan melawan atau kami akan menggunakan cara yang lebih kasar!" ancam salah satu pria sambil mencengkram leher Louisa

"Ughhh." Louisa merintih kesakitan.

Sejujurnya Yooji bukan lah seseorang yang gemar mencampuri urusan orang lain. Jangankan ikut campur, Yooji yang notabene adalah pribadi introvert memilih untuk tak berteman dengan banyak orang karena baginya hanya merepotkan. Namun, jiwa manusiawinya yang masih tersisa mendorong Yooji untuk tak mengacuhkan begitu saja dengan kejadian yang menimpa gadis yang tidak dikenalnya itu. Akhirnya, Yooji memutuskan untuk menolong Louisa. Bukan lantaran ingin disebut pahlawan. Selain karena iba, mungkin dua pria brengsek itu bisa jadi pelampiasan yang pas untuk kekesalannya hari ini.

BUGH!

"AKH, SIAPA YANG MELEMPAR INI?" teriak salah satu pria gusar saat sebuah batu berukuran sedang mengenai punggungnya.

"Sial, lemparanku meleset. Padahal aku ingin menghancurkan kepala yang berisi otak mesum itu." kata Yooji sambil berjalan angkuh ke arah mereka.

"Kupastikan batu yang kedua dan ketiga tepat sasaran."

BUGH! BUGH!

"AAARGHH, KEPALAKU!"

"SIALAN, ITU MENGENAI MATAKU!"

"Nice shoot, Yooji. Kau memang shooting guard yang handal." gumam Yooji sembari menyeringai bangga.

Mendapati kedua pria itu lengah, dengan cepat Yooji mendaratkan pukulan ke pria yang terluka di bagian kepalanya, hingga badan pria itu tersungkur menabrak rolling door. Belum sempat pria itu berdiri, Yooji lanjut menendang kemaluan pria itu hingga rasa nyeri pada bagian vitalnya memaksa ia untuk menyerah.

Karena terlalu fokus pada salah satu dari mereka, Yooji sampai tak sadar kalau seorang lainnya berniat memukul Yooji dari belakang menggunakan balok kayu. Saat balok itu melayang dan hampir mengenai kepala Yooji, tiba-tiba...

BRUGH!

... Louisa memukulkan koper miliknya tepat ke kepala Si Pria hingga pria itu pingsan. Suara keras yang dihasilkan koper dan kepala yang beradu sontak membuat Yooji kaget dan reflek membalikkan badannya. Terlihat Louisa memegangi kopernya dengan tangan gemetar.

"Wah... kau boleh juga ya." Yooji terkekeh sambil setengah takjub.

Louisa sendiri sebenarnya kaget dengan apa yang ia lakukan. Seumur-umur baru kali ini ia melukai fisik orang lain. Terlebih dengan koper sebesar dan seberat itu hingga Si Korban hilang kesadaran.

"Walaupun dia jahat, semoga dia tidak mati." gumam Louisa dalam hati yang masih sempat-sempatnya mendoakan kriminal itu.

Tiba-tiba Yooji menarik lengan Louisa, "Ayo pergi dari sini, Bocah! Kecuali kau memang ingin diganggu lagi."

Masih dalam keadaan shock, Louisa manut saja saat Yooji dengan tergesa menarik dirinya untuk pergi meninggalkan tempat itu.

🌸🌸🌸

"Be.. berhenti. Kakiku sudah tak sanggup."

Louisa menyerah dan berlutut tak berdaya. Mau tak mau Yooji menghentikan pelarian mereka. Iba melihat gadis di hadapannya mulai bermandikan peluh juga kesusahan mengatur nafas yang tersengal. Selain itu, rasanya keberadaan mereka berdua sudah cukup jauh dari lokasi di mana pria-pria mesum tadi berada. Sehingga cukup aman jika mereka memutuskan untuk beristirahat sekarang.

Yooji berjongkok tepat di hadapan Louisa. Ia merogoh saputangan miliknya yang diselipkan didalam saku celana kemudian menggunakan benda itu untuk menyeka peluh Louisa.

"Te.. terima kasih." kata Louisa gugup.

Bohong jika perlakuan baik Yooji tidak memacu degup jantungnya. Wajah Louisa bahkan bersemu merah bak kepiting rebus. Tanpa sadar tubuhnya membeku karena terpana oleh pesona pria bermanik sipit yang telah menolongnya itu.

CTAK

"Aaaww!" Louisa meringis ketika tanpa diduga Yooji menghadiahi sebuah sentilan tepat di dahinya.

"BODOH!"

Pesona Yooji di mata Louisa seketika hancur begitu saja. Jujur Louisa shock ketika orang yang dianggap pahlawan itu tiba-tiba membentak dan mengatainya bodoh. Ditambah lagi ekspresi wajah Yooji yang berubah dingin. Hingga Louisa menyesali detik-detik saat ia mengagungkan pria itu.

"Untuk apa seorang gadis berkeliaran sendirian di tempat sesepi tadi? Kau pikir dunia malam aman untuk bocah sepertimu, hah?" lanjut Yooji sinis

"A.. aku berasal dari luar kota dan baru tiba di kota ini beberapa menit lalu. Mana tahu jika tempat tadi berbahaya." jawab Louisa terbata.

Yooji mengernyitkan dahi mendengar jawaban itu.

"Di mana kota asalmu?" tanya Yooji.

"G.. Green City."

Yooji terbelalak. Kota itu cukup jauh dan butuh waktu 3 jam untuk sampai ke Soul City jika menggunakan kereta. Tiba-tiba ia merasa curiga. Terlebih usai menelisik barang-barang yang dibawa Louisa. 2 koper berukuran sedang dan besar, Tas selempang dengan isi yang berjejalan dan sebuah gitar listrik berbalut gigbag. Dengan cepat ia menebak keadaan Louisa yang sesungguhnya.

"Setidaknya persiapkan mental dan fisikmu dengan baik sebelum kabur dari rumah, bodoh!"

CTAK

Lagi-lagi Yooji menyentil dahi Louisa. Louisa pun kembali meringis kesakitan. Kali ini ditambah dengan bibirnya yang mengerucut kesal.

"Aku tidak kabur dari rumah, kok. Hanya ... pindah." jawab Louisa beralasan.

"Really? kalau pindahan harusnya kau menggunakan mobil pick up dan pastinya didampingi oleh orangtuamu. Jangan coba-coba membohongiku, bocah!"

Hampir saja Yooji melayangkan sentilan yang ketiga, namun Louisa lebih dulu menyadarinya dan gadis itu berhasil menghindar. Menanggapi itu, Yooji hanya mendengus.

"Asal kau tau, punggungku hampir patah karena menggendong gitar dan membawa-bawa kopermu yang sebesar peti mati itu. Awas saja jika aset bekerjaku ini cedera. Kau harus bertanggung jawab, paham?" cerocos Yooji.

Louisa yang awalnya dibuat terkesan dengan pertolongan Yooji berubah keki saat pria berambut mint itu memarahinya panjang lebar.

"Aku memang salah karena tidak berhati-hati. Tapi apa pantas kau sampai mengomel seperti itu? Siapa juga yang memaksamu untuk menolongku? Kalau merasa repot harusnya kau abaikan saja aku. Siapa tahu ada orang lain yang menolongku dan jauh lebih tulus daripada kau." balas Louisa tak kalah kesal

"Cih, perempuan memang makhluk yang paling menyusahkan di dunia." gerutu Yooji.

Yooji kemudian berdiri dan bermaksud meninggalkan Louisa sendirian di taman tempat mereka berada saat ini. Lagipula 20 menit lagi, pria yang bekerja sampingan sebagai musisi cafe itu harus perform. Namun, baru beberapa langkah, tiba-tiba suara rintihan gadis yang ditolongnya tadi kembali mengusik telinganya. Sambil berdecik, ia memutar tubuh dan menghampiri Louisa untuk kedua kalinya.

"Kenapa lagi, hah?" tanya Yooji sinis.

"Pergilah! Ini bukan urusanmu." tolak Louisa tak kalah sinis.

Saat itu Yooji melihat Louisa mengurut-urut pergelangan kakinya. Tanpa meminta izin, Yooji langsung menyingkirkan tangan Louisa untuk mengecek pergelangan kaki gadis itu. Ketika telunjuk Yooji menekan di sana, Louisa kembali meringis.

"Akh.. sakit." ujar Louisa

"Sial! Sepertinya kau terkilir." runtuk Yooji sembari mengamati pergelangan yang terlihat membiru itu, "Aku akan mencari bantuan. Tunggu di sini dan jangan kemana-mana, mengerti?"

"Kau pikir aku bisa kemana-mana dengan kondisi kaki yang seperti ini?" tanya Louisa kesal.

Yooji tak menyahut. Pemuda malah berlari secepat-cepatnya, entah kemana. Hingga 5 menit berlalu, pria itu tak jua kelihatan batang hidungnya.

"Jangan-jangan ia mengerjaiku." batin Louisa sambil mengamati jam di ponselnya.

Harusnya ia tak menaruh harapan pada pemuda sipit itu. Seperti yang Yooji bilang, mungkin Louisa hanya membuatnya repot. Gadis itu pun mendesah putus asa.

"Baiklah, sepertinya aku terpaksa bermalam di sini." gumam Louisa pasrah

Susah payah Louisa menggeser tubuhnya mendekat dan bersandar pada kursi taman yang berjarak hanya satu meter. Penghidunya kembali mengatur oksigen yang sempat keluar masuk tak beraturan sebab kelelahan berlari. Sesekali matanya mengelana ke sekeliling. Takut-takut pria hidung belang lainnya akan muncul. Nyatanya tak lebih dari tiga orang yang berlalu lalang di taman bermain anak-anak itu. Seorang lelaki tua dan dua orang wanita dewasa yang sepertinya baru pulang dari bekerja. Pikir Louisa mereka tak berbahaya.

Louisa pun bisa sedikit bernafas lega. Kepalanya yang bersandar pada bangku menengadah memandangi langit. Ia kecewa karena tak ada bintang di sana. Mungkin kalah bersaing dengan cahaya lampu perkotaan. Lama kelamaan rasa letih memancing kantuknya untuk menyerang. Matanya perlahan tertutup hingga akhirnya ia benar-benar tertidur.

"Bangun, bocah!"

Belum 2 menit Louisa terlelap, sebuah suara memaksanya untuk bangun. Sambil memicingkan mata ia memastikan siapa yang mengganggu tidurnya. Ia pun terhenyak karena si pria berambut mint itu ternyata kembali. Yang membuat dahi Louisa berkerut, pemuda itu membawa serta troli barang bersamanya.

"Naiklah kesini. Kau dan semua perabotanmu." titah Yooji

"Hah?"

Mata Louisa membulat sempurna ketika Yooji menitahnya untuk naik pada troli yang dibawa pemuda itu.

BERSAMBUNG