"Naiklah kesini. Kau dan semua perabotanmu." titah Yooji
"Hah?"
Mata Louisa membulat sempurna ketika Yooji menitahnya untuk naik pada troli yang dibawa pemuda itu.
"Kenapa 'hah', cepat naik!"
"A.. aku? Naik ke sini?" tanya Louisa memastikan.
"Aisshhh.. menolong gadis bodoh benar-benar menyusahkan." tukas Yooji gemas sembari mengacak-acak rambutnya, "Naik ke troli ini sekarang, atau aku naik pitam." ancam Yooji.
"Ba... baiklah."
Setelah Yooji mengatur barang bawaan Louisa di atas troli, pemuda itu membantu Louisa untuk duduk di bagian troli yang tersisa. Entah kenapa Louisa tiba-tiba menurut. Padahal ia sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi setelah menaiki troli itu.
"10 menit lagi aku harus perform. Jadi kau ikut saja ke kafe tempatku bekerja. Jaraknya tak jauh dari sini. Setelah pekerjaanku selesai, aku akan mengantarmu ke tempat tujuanmu." jelas Yooji seolah tau pertanyaan yang ada di kepala Louisa.
Bak menaiki roller coaster, perasaan kesal Louisa sebelumnya kembali ke mode kagum. Meski nada bicara Yooji terkesan sarkas, namun siapa sangka terselip rasa peduli di sana. Terlebih saat Louisa mendapati keringat mengucur di pelipis pemuda asing itu sebab berlari mencari troli hanya untuk menolongnya yang dianggap merepotkan. Itu justru menunjukkan betapa Yooji berusaha memberikan bantuan padanya.
"Ka.. kau tak perlu repot-repot seperti ini." kata Louisa.
"Akan lebih merepotkan jika kau kutinggal. Siapa tahu kau malah bertemu psikopat dan tubuhmu dimutilasi. Lalu aku yang akan jadi tersangkanya karena sidik jariku ada padamu dan barang-barangmu."
Louisa hampir saja terbahak mendengar jawaban Yooji yang di luar duga. Namun ia memilih menahan tawanya khawatir Yooji marah direspon seperti itu.
"Ckk.. Sepertinya kau terlalu banyak nonton film pembunuhan." sahut Louisa sembari tersenyum geli.
🌸🌸🌸
LOUISA POV (*Point Of View)
Aku benar-benar bingung jika harus menggambarkan bagaimana pastinya perasaanku saat ini. Entah itu Lelah, kesal, senang, atau tenang, aku tak bisa memilih salah satu di antaranya. Semuanya bercampur aduk menjadi satu usai kejadian buruk mempertemukanku dengan Ice cream Man. Bukan tanpa alasan aku memanggilnya begitu. Pertama karena ia bersikap dingin juga manis di waktu yang bersamaan. Kedua karena sampai detik ini kami tak jua saling memperkenalkan diri satu sama lain. Ingin bertanya, tapi aku takut dengan jawabannya. Bagaimana jika dia menjawab 'untuk apa tanya-tanya?' atau 'siapapun namaku apakah itu masalah?'. Kelihatannya ia pun tak berminat untuk mencari tahu tentangku lebih jauh.
Takut-takut, aku melirik ia yang ada di belakangku. Hanya sekilas. Kalau lama-lama mungkin ia akan sadar dan memakiku karena merasa tak nyaman diperhatikan seperti itu. Saat itu mata sipitnya menatap lurus ke depan. Rambut mint nya terlihat berantakan. Mirip gulungan permen kapas. Aku merasa bersalah membuatnya sekacau itu. Belum lagi nampaknya ia cukup susah payah mendorong troli yang berisi aku dan barang-barangku. Sudah pasti berat dan melelahkan. Anehnya ia memilih diam. Kupikir sepanjang jalan ia akan lanjut menceramahi ku panjang lebar seperti tadi.
Aku penasaran dengan pekerjaannya saat dia bilang 10 menit lagi harus perform. Dia musisi, penyanyi, pemain teater atau penari? Hahaha... rasanya kalau yang terakhir benar itu akan sangat lucu. Membayangkan ia menari dengan wajah datarnya. Entahlah. Yang pasti tiba-tiba aku jadi tak sabar untuk menyaksikan perform-nya itu.
Tiba-tiba Ice Cream Man itu berhenti di parkiran sebuah Kafe Elit. Mataku lantas mengelana. Kuperhatikan lampu LED yang membentuk tulisan ARMZ CAFE menghias di bagian atap kafe itu. Sementara kaca bagian depannya bertuliskan 'Circle Room Talk'. Aku semakin penasaran apa yang akan ia tampilkan di tempat kerjanya itu.
LOUISA POV END
🌸🌸🌸
"Yooji!"
Yooji yang saat itu tengah memapah Louisa untuk berdiri langsung menengok ke arah suara yang memanggil namanya.
"Kupikir kau sudah di dalam, Ray." sahut Yooji kemudian.
"Jadi namanya Yooji." gumam Louisa dalam hati.
Pria bernama Ray yang barusan memanggil kini menghampiri Yooji dan Louisa. Bertolak belakang dengan style berpakaian Yooji yang terkesan berandalan, Ray muncul dengan tampilannya bak eksekutif muda. Tubuh tinggi dan kekarnya terbungkus kemeja berdasi dan jas hitam yang kelihatannya mahal. Rambut Ray yang berwarna kelabu memakai minyak rambut dan tersisir rapi. Salah satu tangannya memegang ponsel merk Y-Phone keluaran terbaru. Dari situ Louisa yakin kalau Ray adalah orang kaya.
"Your girlfriend?" tanya Ray tanpa basa-basi sembari mengangkat satu alisnya.
Louisa dan Yooji terbelalak kompak karena pertanyaan itu. Meski sebenarnya pertanyaan Ray bukan tanpa alasan. Posisi tubuh Louisa dan Yooji saat ini wajar jika membuat Ray salah paham. Di mana salah satu tangan Louisa mengalungi leher Yooji, sementara salah satu tangan Yooji melingkar di pinggang Louisa.
"Pa.. pacar? Aku menemukan dia dipinggir jalan." jawab Yooji sambil menarik tangannya dari pinggang Louisa.
"Kenapa aku terdengar seperti kucing yang dibuang, ya?" sindir Louisa kesal lantaran alasan Yooji.
"Ray, titip bocah ini. Aku sudah terlambat untuk sound check." kata Yooji acuh, "Kaki bocah itu terluka jadi tolong bantu dia berjalan saat masuk ke kafe."
"Okey, bro." jawab Ray seraya mengacungkan ibu jarinya.
Setelah itu dengan langkah terburu Yooji pun masuk ke dalam kafe.
Jujur, Louisa sedikit kesal pada Yooji yang seenaknya menitipkan ia pada pria asing. Masalahnya, Louisa belum tahu seperti apa pria bernama Ray itu. Melihat dari postur tubuh Ray yang tinggi dan kulitnya yang jauh lebih gelap daripada Yooji, ia malah membayangkan bahwasanya Ray jauh lebih kasar ketimbang Yooji.
"Hai, Aku Kim Raymon"
Dalam sepersekian detik dugaan Louisa terbukti salah. Ray justru tersenyum ramah ke arahnya. Lesung pipi yang menyempil di antara wajahnya malah membuat Louisa lupa diri hingga yang ia lakukan kini hanyalah menatap Raymon tanpa berkedip.
"Halo?" tanya Raymon heran.
Pria itu menggerak-gerakkan tangan di depan wajah Louisa hingga akhirnya gadis itu tersadar.
"Ra.. Ramyeon?" tanya Louisa polos
"Hahaha.. so cute." Raymon tergelak sambil mengusak kepala Louisa, "R-A-Y-M-O-N, got it?"
"Ma.. maaf, Tuan Kim."
Karena malu dengan tingkahnya sendiri, Louisa pun membungkukkan badannya berkali-kali.
"Sial, sangking terpananya aku sampai salah sebut. Senyuman pria ini benar-benar berbahaya." runtuk Louisa dalam hati.
"Nevermind. Your name?" Tanya Raymon sambil mengulurkan tangannya.
Louisa pun membalas uluran tangan itu, "Louisa Manoban."
"Nice name, Loui. Mari kubantu kau ke dalam."
"Tapi barang-barangku bagaimana?" tanya Louisa sambil menunjuk tumpukan barang miliknya yang masih berada di atas troli.
"Aku akan meminta pegawaiku memindahkannya ke dalam. Untuk sementara barangmu akan disimpan di ruang ganti pegawai."
"Pegawaimu?" tanya Louisa terhenyak, "Ap.. Apakah Tuan owner kafe ini?"
"Begitulah." kata Raymon santai.
"Si Yooji itu benar-benar kurang ajar. Bisa-bisanya ia memerintah bosnya sendiri seenak jidat seperti tadi." batin Louisa keki.
Jadi inilah alasan mengapa tampilan Raymon terlihat lebih berkelas jika dibandingkan dengan Yooji yang saat itu hanya mengenakan celana jeans robek, kaos oblong berbalut jaket kulit hitam. Karena Raymon adalah pemilik dari kafe elit itu.
"Maaf menyusahkanmu seperti ini Tuan Kim." kata Louisa malu-malu.
Sudah pasti gadis pirang itu merasa tak enak lantaran yang ia direpotkannya adalah seorang bos.
"Nevermind. Karena kita sudah berkenalan maka anggap saja kita telah menjadi teman. Berhentilah bersikap kaku seperti itu dan panggil aku Ray Oppa, ok?" jelas Raymon
"Hah? Ma.. maksudku, baiklah.. Ray Oppa."
Louisa tak mengerti mengapa Raymon bisa seramah ini pada orang asing sepertinya. Akhirnya ia tak lagi kesal dengan keputusan Yooji yang menitipkannya pada Raymon. Perlakuan Raymon jelas jauh lebih lembut daripada si Ice Cream Man itu.
"Good girl." kata Raymon sambil mencuil pipi Louisa hingga wajah gadis itu kembali bersemu.
Raymon lalu mengulurkan tangan kembali untuk membantu Louisa masuk ke kafe. Meski diliputi rasa tak enak, mau tak mau Louisa menerimanya. Cedera kaki Louisa membuat gadis itu sulit berjalan sendiri. Raymon kemudian memegang bahu Louisa, sementara tangan lainnya mengenggam tangan gadis itu. Jarak mereka menjadi begitu dekat sehingga Louisa bisa mencium wangi mawar yang berasal dari tubuh pemilik ARMZ kafe itu. Entah kenapa, wangi itu mampu membuat Louisa rileks. Dalam hati, ia tak henti bersyukur karena masih tersisa orang baik yang mau membantunya.
Mata bulat Louisa langsung berkelana ketika Raymon membawanya masuk. Menelusuri tiap sudut ruangan ARMZ Cafe. Sebelum tiba di ruang utama mereka melewati lorong yang di kanan kirinya tersusun berbagai macam buku dalam rak kayu, dari yang tebal hingga tipis. Beberapa ornamen artistik dan estetik ditemukan di sana. Cahaya redup oranye dari lampu-lampu kecil yang tergantung di langit-langit memberi kesan hangat juga menenangkan.
"Library Cafe, itu konsepnya." Jelas Raymon menanggapi rasa takjub Louisa.
"Gorgeous. Kurasa aku bisa jatuh cinta dengan tempat ini." kata Louisa disertai pandangan mata yang berbinar-binar, "Buku adalah pacar ketiga ku."
"Wah, banyak juga. Lantas siapa pacar pertama dan keduamu?"
"Musik dan Dance, hehehe" jawab Louisa terkekeh.
"Pantas saja kulihat gitar di antara barang-barang mu. Apa kau cukup handal memainkannya?" tanya Raymon penasaran.
"Andai kakiku baik-baik saja, mungkin aku akan memperlihatkannya secara langsung."
"Kalau begitu lain kali kau harus kembali lagi ke sini atau kuanggap kau pembual, bagaimana?" tantang Raymon.
"Baiklah, aku akan perform secara gratis di kafe ini sebagai ucapan terima kasihku atas pertolonganmu, oppa."
"Wah, kau memang seseorang yang tahu balas budi, hahaha " Raymon tergelak.
Ketika Raymon dan Louisa sampai di ruang utama, beberapa pegawai dan pengunjung sempat melirik ke arah mereka. Mungkin penasaran dengan gadis pirang setengah pincang yang dipapah Si Pemilik Kafe. Mata-mata itu jelas membuat Louisa kembali canggung. Berbeda dengan Raymon yang terlihat santai saja saat membimbing Louisa menuju meja kosong persis di samping jendela yang mengarah ke taman bunga ARMZ Cafe. Dari tulisan di mejanya, Louisa bisa tahu jika itu untuk tamu VIP.
"A.. aku di tempat biasa saja, oppa." Tolak Louisa sembari menghentikan langkahnya.
"Karena kau dibawa Yooji, maka kau adalah tamu VIP. Jadi, duduklah di sini."
Dengan kondisi kaki yang cedera walhasil Louisa gagal menolak dan akhirnya pasrah saja saat Raymon menyuruhnya duduk di kursi VIP.
"Silahkan pesan apapun sesukamu. Free." lanjut Raymon.
"Serius? Eeh... maksudku terima kasih banyak, oppa."
Louisa lalu membungkukkan badan berkali-kali sebagai ungkapan terima kasih atas kemurahan hati Raymon. Meski berkali-kali juga dalam hati, Louisa memaki dirinya sendiri.
"Dasar tidak tahu malu. Kau memang orang susah, Louisa. Tapi apa perlu terlihat menyedihkan seperti tadi? Payah." batin Louisa
"Syukurlah sepertinya kau senang." kata Raymon terkekeh, "Maaf tak bisa menemanimu karena masih ada pekerjaan lain menanti ku. Hope you enjoy here"
Louisa pun mengangguk. Setelah itu Raymon meninggalkannya menuju lantai dua ARMZ Kafe.
"Raymon oppa benar-benar gentleman." gumam Louisa sambil menangkup pipi untuk menutupi wajah salah tingkahnya.
🌸🌸🌸
RAYMON POV
Harusnya aku ke ruang kantor untuk mengecek berkas pekerjaan yang menumpuk sejak 3 hari lalu. Tapi yang kulakukan malah memikirkan Louisa Manoban, gadis yang datang bersama Yooji hari ini. Siapa dia sebenarnya? Bagaimana bisa dia bersama Yooji? Apa benar Yooji sungguh-sungguh dengan perkataannya bahwa ia menemukan Louisa di pinggir jalan?
Tiba-tiba aku jadi penasaran. Sudah lebih dari 3 tahun aku bersahabat dengan Yooji dan baru kali ini ia membawa seoang wanita ke kafe ku. Rasanya tak mungkin Yooji membawa seorang gadis tanpa alasan yang jelas. Apa dia sudah berdamai dengan masa lalu dan mulai membuka hatinya untuk orang lain? Jika benar, mungkin aku bisa sedikit bernafas lega. Setidaknya Yooji tak lagi terjebak dalam rasa sakit itu.
RAYMON POV END
🌸🌸🌸
Louisa memutuskan untuk memesan Thai Tea Ice dan semangkuk Jjajangmyeon porsi sedang. Ia bisa saja memesan steak sebab Raymon telah memberinya kebebasan untuk memakan apapun yang dia inginkan tanpa perlu membayar. Hanya saja Louisa masih tahu diri. Diberi tempat istirahat dan makan gratis saja sudah syukur. Ia tak ingin memanfaatkan kebaikan orang lain lebih dari ini. Itu hanya akan membebani hatinya.
10 menit kemudian pesanan Louisa datang. Aroma Jjajangmyeon yang nikmat membuat suara perutnya semakin gaduh. Masalahnya, siang tadi Louisa hanya menyantap sebungkus roti. Uang tabungan yang ia bawa sebagai bekal hidup di Soul City terbilang pas-pasan sehingga Louisa harus mengirit sampai mendapatkan kerja sambilan. Setelah waitress beranjak dari mejanya, Louisa pun langsung mengeksekusi Jjajangmyeon itu. Mulutnya juga terlihat bersemangat saat menyedot Thai Tea nya lantaran kejadian hari ini sangat menguras energinya.
Ketika Louisa tengah asyik menikmati makan malam, tiba-tiba terdengar denting piano. Berasal dari panggung berukuran sedang yang berjarak kira-kira 6 meter dari tempat Louisa duduk. Kegiatan dinner Louisa terhenti ketika gadis itu memutuskan untuk memusatkan perhatian pada sumber suara.
Kini mata Louisa tertuju pada seorang pria yang berada di atas panggung. Sempat tak percaya, Louisa bahkan mengusak kedua bola matanya. Namun pemandangan yang dilihat Louisa tak berubah. Berarti benar bahwa pria yang kini duduk dengan elegan di hadapan grand piano adalah Yooji. Seseorang yang sempat Louisa lupakan sejenak karena gadis itu sibuk melayani rasa laparnya.
Yooji terlihat berbeda di sana. Pakaiannya telah berganti dengan setelan serba Hitam. Jas, kaus, dan celana formal. Rambut mint nya tak lagi berantakan sebagaimana saat bersama Louisa tadi. Usai memainkan 2 bar instrumen sebagai prelude, Yooji langsung memulai penampilan yang sebenarnya.
Jari-jari milik Yooji menari dengan handal di atas tuts. Nada-nada indah yang dihasilkannya membuat Louisa terkesima sampai-sampai ia berhenti menyedot thai tea-nya. Louisa yak menyangka jika Yooji akan memadukan rap dengan grand piano.Suara husky Yooji terdengar begitu nyaman di telinga Louisa. Lagu Hip Hop yang dibawakan Yooji dengan gaya klasik, mengingatkan Louisa pada salah satu idolanya.
"Apa Yooji juga penggemar DJ Sugar? Nuansa musiknya terdengar sama." batin Louisa penasaran.
Tiba-tiba Yooji melihat ke arah Louisa yang saat gadis itu tengah memperhatikannya. Mata mereka yang sempat bertemu membuat Louisa salah tingkah. Buru-buru gadis pirang itu menunduk dan pura-pura sibuk dengan Thai Tea miliknya. Sementara, Yooji hanya tersenyum singkat menanggapi hal itu.
BERSAMBUNG