Chereads / The Lost Of Love / Chapter 6 - TLOL. 05

Chapter 6 - TLOL. 05

"Hai Line" Aline yang tengah berjalan menuju kelasnya langsung berbalik saat mendengar ada yang menyapa.

"Em, hai kak" balas Aline menatap sekitar ragu. Ia hanya tak ingin di gosipkan dengan ketua OSIS nya ini.

"Kemarin lo ijin ya, kok gue gak lihat lo seharian" ujar Afka menyamakan langkahnya dengan sang adik kelas.

"Iya kak, ada urusan sama tante aku" terang Aline pelan.

"Oh, tante lo yang dokter itu?" tanya Afka memastikan dan diangguki oleh Aline.

"Em, Line, ntar siang gue mau ngajak lo makan bareng" ujar Afka menggaruk belakang kepalanya.

Aline langsung menghentikan langkah dan menatap Afka tak mengerti.

"Gak jauh kok cuma makan di kantin" ujar Afka lagi ketika tak mendapat jawaban dari Aline.

"Kak Afka serius ngajak aku makan?" tanya Aline memastikan.

"Ya serius lah Line, lagian lo gue ajak makan kayak mau gue ajak lari maraton aja, segitu herannya" balas Afka tertawa kecil.

"Emm, nggak janji ya kak, lihat nanti" ujar Aline menundukkan kepala.

Afka menaikkan alis menatap Aline sebelum tersenyum kecil dan mengusap kepala gadis itu, "it's okay, yaudah gue duluan ke kelas ya" balas Afka beranjak meninggalkan Aline yang sudah sampai di depan kelas.

Aline memang sering berangkat pagi sehingga belum ada terlalu banyak murid di dalam kelas. Namun kali ini gadis itu mengernyit heran saat menemukan sahabatnya sudah sampai lebih dulu.

"Tumben Za pagi-pagi udah sampai sekolah" ucap Aline duduk di samping Moza.

"Lagi pengen aja, gue baru tau kalau lo kenal kak Afka?" ujar Moza yang memang sejak awal memperhatikan Aline.

"Emm, nggak sengaja kenal di perpustakaan" balas Aline pelan.

"Gue lihat kalian cocok deh Line, nggak minat jadian sama kak Afka?" tanya Moza menggoda sahabatnya itu.

Aline justru tertawa pelan dan menggelengkan kepala, "ya mana mau kak Afka sama murid biasa kayak aku Za, dia itu cocoknya sama kak Vanesa yang ketua cheers, atau kak Aninda yang sekertaris OSIS itu" sanggahnya.

"Ya kan hati seseorang siapa yang tau Line" Moza merengut menatap sahabatnya itu, "lagi pula lo itu cantik, gak kalah kok sama mereka yang tadi lo sebutin" lanjut Moza memainkan rambut Aline.

Terkikik kecil, Aline menganggukkan kepala, "iya, kan aku kalahnya sama kamu".

***

Moza segera mengajak Aline ke kantin saat bel istirahat berbunyi. Namun gadis itu menolak karena ingin memberikan bekal yang ia buat untuk Vano.

"Ngapain sih Line lo masih peduli sama Vano? Saudara lo itu aja nggak pernah peduli sama lo kan" keluh Moza menatap Aline tak setuju.

"Di dunia ini aku cuma punya Kak Vano sama ayah Za, ayah aku di luar negri sedangkan yang disini cuma aku sama Kak Vano, masa iya aku nggak peduli sama dia" balas Aline tersenyum menatap sahabatnya.

"Gue yakin suatu saat kesabaran lo akan mendapat balasan" balas Moza mengusap kepala Aline.

Dan akhirnya kedua gadis itu berpisah di persimpangan koridor. Moza menuju kantin sedangkan Aline hendak menemui Vano di kelasnya.

"Kak Vano, kebetulan ketemu di sini, ini aku bawain bekal" ucap Aline yang kini berhadapan dengan Vano yang sepertinya baru saja keluar kelas.

Vano tak mengucapkan apapun dan hanya melewati Aline begitu saja.

"Kalau dia gak mau buat gue aja Line, kebetulan gue laper" ucap Afka yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakang Aline berpapasan dengan Vano.

"Kak Afka" gumam Aline pelan.

"Yuk makan dikantin aja, jangan disini" ajak Afka mengambil alih bekal yang di bawa Aline dan menggandeng lengan gadis itu mengajaknya pergi ke kantin.

Sementara itu Vano hanya menatap keduanya dalam diam.

Aline segera menahan tangan Afka saat keduanya hampir tiba di kantin.

"Bisa nggak jangan ke kantin" pinta Aline pelan.

Tak menjawab apapun, namun Afka mengubah arah tujuannya menjadi ke taman dekat lapangan basket.

"Yakin Line, ini bekalnya nggak pa-pa gue makan?" tanya Afka memastikan.

"Iya kak nggak pa-pa kok" ucap Aline menganggukkan kepala.

Afka membuka kotak bekal Aline dan membulatkan mata melihat isinya. Nasi goreng lengkap dengan lauk dan sayuran.

"Ini lo sendiri yang bikin Line?" tanya Afka menyendok bekal tersebut.

"Iya kak, kenapa? Nggak enak ya" ujar Aline ragu.

"Enak kok, nih lo juga makan" pinta Afka menyuapkan nasi pada Aline.

Keduanya pun makan bersama dengan saling bertukar cerita. Tanpa tau ada beberapa siswa yang menatap keduanya heran.

"Pulang nanti lo ada acara Line?" tanya Afka menutup kembali kotak makan milik Aline yang sudah kosong.

"eum, aku nanti mau ketemu sama anak-anak" terang Aline menatap lapangan basket dimana banyak siswa bermain.

"Anak-anak?" bingung Afka.

Aline tersenyum dan menganggukkan kepala, "anak-anak penderita cancer kak" terangnya.

Afka semakin menatap Aline bingung membuat gadis itu tertawa kecil.

"Mereka masih satu rumah sakit dengan tante aku, aku ngunjungin mereka sekedar ngasih mainan atau ngajak mereka main" Aline beralih menatap awan dilangit. "Dengan memberi hiburan kepada mereka kita bisa sedikit lebih lama memanjangkan harapan mereka kak, kita pun bisa lebih bersyukur karena kondisi kita lebih baik dari mereka. Mereka semua masih sangat kecil, masa depan mereka harusnya masih panjang, tetapi disana mereka harus berjuang melawan penyakit mematikan itu" Afka bisa melihat kesedihan mendalam pada gadis di sampingnya ketika menceritakan anak-anak penderita cancer.

"Dan mereka beruntung karena bertemu denganmu" ujar Afka mengusap kepala Aline pelan.

Aline menggelengkan kepala dan menatap kakak kelasnya itu sedih, "aku yang beruntung bertemu dengan mereka".

Afka tertegun sesaat menatap Aline, sampai akhirnya cowok itu berusaha tersenyum.

"Gue jadi penasaran, gak masalah kan kalau gue ikut?"

"Kak Afka yakin?" tanya Aline membulatkan mata.

"Yakin dong, gak pa-pa kan?"

"Nggak pa-pa kok kak" balas Aline tersenyum cerah sekali lagi membuat kakak kelasnya itu terpana.

Semakin mengenal Aline membuat Afka semakin penasaran dengan gadis itu.

######

Karena sudah berjanji untuk pergi bersama, Aline pun kini menuju ke kelas Afka seorang diri karena Moza sudah langsung pulang.

"Sejak kapan lo deket sama tuh adik kelas, bukannya lo masih suka sama Anin" tanya Dirga pada Afka, hanya tinggal kedua cowok itu yang masih berada di kelas.

"Gue mau manfaatin Aline supaya Anin notif gue dan nggak terus-terusan ngarepin Rava" ujar Afka.

Aline sontak menghentikan langkahnya mendengar percakapan kedua cowok itu. Awalnya ia sudah curiga karena tidak mungkin cowok setenar Afka mau saja berteman dengannya. Dan kini ia pun mengetahui alasan sebenarnya.

Baru saja berbalik, Aline merasakan ada yang mengalir di hidungnya. Mengetahui itu darah, segera saja gadis beralih ke toilet.

"Lo nggak kasihan sama tuh cewek Ka?" tanya Dirga tak setuju.

"Itu semua niat awal gue Ga, tapi setelah gue kenal Aline tujuan gue berubah. Anin emang masih ada di hati gue, tapi entah kenapa gue ngerasain hal yang berbeda kalau sama Aline. Gue ngerasa gue harus ngejaga dia, gue pengen terus lihat senyuman dia, Ga" terang Afka menatap sahabatnya bingung.

"Kalau emang niat lo cuma main-main mending lo berhenti sekarang" pesan Dirga menepuk pundak Afka sebelum mengajak sahabatnya itu ke parkiran.

Afka mengernyit heran karena tak menemukan Aline di parkiran, padahal ia sudah mengatakan pada gadis itu untuk menunggunya. Baru saja berbalik hendak kembali ke gedung, Afka bisa melihat gadis yang ia tunggu berjalan keluar.

"Baru keluar?" tanya Afka saat Aline sudah berada di hadapannya.

"Tadi ketoilet dulu kak, lama ya nunggunya?" balas Aline menerima helm yang diulurkan oleh Afka.

"Nggak juga, lo yakin gak pa-pa?" tanya Afka menatap wajah Aline yang terlihat sedikit pucat.

"Nggak pa-pa, kenapa emangnya kak?" Aline memiringkan kepala bingung.

"Yaudah yuk jalan" pinta Afka menaiki motornya. Selain karena wajah Aline yang pucat, Afka juga menemukan sedikit noda darah di ujung lengan jaket yang tengah Aline pakai.

Di perjalanan Aline meminta Afka untuk mampir membeli beberapa balon untuk ia berikan pada anak-anak. Tak lupa gadis itu juga membelikan kue macaroon agar anak-anak itu senang.

Kedatangan Aline di sambut antusias oleh anak-anak penderita cancer disana. Satu persatu mereka memeluk Aline dan menerima balon serta roti dari gadis itu.

Puas bermain kini Aline meraih gitar yang ia simpan di ruangan itu dan mulai menyanyikan lagu untuk anak-anak disana.

Sekali lagi Afka dibuat terkesan oleh Aline. Adik kelasnya yang terlihat lemah itu nyatanya memiliki berbagai kelebihan. Afka bisa melihat bagaimana sayangnya anak-anak disana pada Aline.

Tbc