Aline sengaja berdiam diri di dalam kelasnya untuk menunggu suasana agak sepi baru akhirnya ia keluar dari kelas.
Bukan apa-apa, gadis itu hanya ingin menghindari keramaian.
Mengingat ia tak mempunyai kegiatan apapun, Aline memutuskan untuk pergi ke rumah sakit menjenguk Tasya.
Baru saja gadis itu mengeluarkan ponsel untuk memesan taksi online, ia mendengar ada yang memanggil namanya.
"Kak Afka?" bingung gadis itu melihat cowok yang saat ini berjalan ke arahnya.
"Lo belum balik?" tanya Afka ketika ia tiba di depan Aline.
"Belum kak" balas gadis itu pelan sedikit melirik sekitar karena takut ia akan menarik perhatian karena keberadaan Afka.
"Naik apa? Bareng gue aja gimana? Tenang aja, gue gak bakal macam-macam kok" ujar Afka menawarkan.
Terkejut? Tentu saja Aline terkejut. Ia yang jarang mempunya teman disekolah kini tiba-tiba saja mendapat tawaran pulang bareng ketua OSIS.
"Kak Afka nggak salah ngajak aku pulang bareng?" tanya Aline sangsi.
"Ya nggak lah Line" balas Afka tertawa kecil.
Tin.. Tin...
Terdengar suara klakson motor Rava dan Dirga, sementara Afka hanya melambaikan tangan.
"Dah ayo gak usah kebanyakan mikir" ajak Afka menarik tangan Aline pelan.
"Ta.. Tapi kak, aku mau mampir ke rumah sakit dulu" ujar Aline terbata mengikuti langkah Afka yang langsung berhenti setelah mendengar perkataannya.
"Lo sakit?" tanya Afka menempelkan tangan ke dahi Aline.
"Bukan kak, aku mau jenguk temen" balas Aline menggelengkan kepala.
"Ooh, gak masalah, ayo gue anter" ajak Afka kembali menarik lengan Aline untuk ia ajak ke parkiran.
Tak punya pilihan lain, Aline hanya mengikuti langkah Afka dalam diam. Sejenak ia mengamati tangannya yang di genggam sang kakak kelas, yang entah kenapa terasa nyaman untuknya.
Aline sempat melihat Vano dan Ricky di tempat parkir, namun kakaknya itu hanya melengos membuat Aline menghela nafas pelan.
"Kok ngelamun?" tanya Afka sambil memakaikan helm pada Aline.
"Eh, nggak kok kak" ujar Aline gugup melihat Afka begitu dekat dengannya.
Setelah membantu Aline memakai helm, Afka segera menaiki motornya.
Ragu untuk berpegangan, Aline memutuskan memegang ransel milik Afka.
"Pegangan Line, gue gak mau lo jatuh" pinta Afka menoleh pada Aline.
"Udah kok" balas Aline memiringkan kepala yang entah kenapa terlihat sangat imut di mata Afka.
"Lo, pegangan di mana? Sini" ujar Afka menarik lengan Aline agar berpegangan pada jaketnya.
Setelah merasa tak ada penolakan, Afka pun mulai melajukan motornya.
"Line, keberatan gak kalau kita makan dulu? Gue laper" tanya Afka dengan suara sedikit keras.
"Terserah kakak aja" balas Aline agak memajukan kepalanya.
"Oke"
Afka membawa Aline makan di sebuah warung soto tak jauh dari sekolah mereka.
"Gak pa-pa kan kalau makan di sini?" tanya Afka setelah memarkirkan motornya.
"Nggak pa-pa kok kak, aku juga biasa makan di sini?" terang Aline mengembalikan helm Afka dan mengikuti cowok itu memasuki warung.
"Gue kira lo itu tipe-tipe cewek yang harus makan di cafe atau restaurant" ujar Afka tersenyum miring sementara Aline balas menatap kakak kelasnya itu dengan kening mengernyit.
"Aku nggak masalah kok mau makan dimana, yang penting enak menurut aku" balas Aline pelan.
Sesaat Afka menatap Aline yang terlihat sangat menikmati makanannya, membuat cowok itu tersenyum kecil.
****
"Yakin cuma sampai sini aja?" tanya Afka yang sudah menghentikan motornya di depan sebuah rumah sakit.
"Iya kak, makasih ya udah mau anter aku kesini" balas Aline mengembalikan helm milik Afka.
"Trus ntar lo balik sama siapa?" tanya Afka sedikit mengernyit.
"Tante aku dokter di sini kok kak, jadi aku bisa pulang sama dia" terang Aline tersenyum kecil.
"Lo cantik kalo lagi senyum" ucap Afka mengacak rambut Aline, "yaudah gue pulang ya, bye" pamitnya segera meninggalkan Aline setelah mendapat anggukan dari gadis itu.
Aline menatap kepergian Afka dan menyentuh kepala yang tadi disentuh sang kakak kelas, tanpa terasa wajahnya kini sudah memerah. Menggelengkan kepala pelan Aline segera beranjak masuk ke rumah sakit untuk menjenguk Tasya.
Setelah puas mengunjungi Tasya, Aline beralih ke ruangan dokter Soya.
"Kak Soya" ucap Aline membuka pintu ruangan Soraya pelan.
"Oh hai Line, kenapa?" tanya Soraya berpaling dari data pasien yang tengah ia pelajari.
Aline menggelengkan kepala pelan, seraya mengambil tempat duduk di depan Soraya.
"Nggak pa-pa kak, habis jenguk Tasya, trus niatnya mau ngajakin pulang bareng" ujar gadis itu meringis kecil.
Mengangguk paham, Soraya segera membereskan meja kerjanya, "yaudah ayo, sift kakak juga udah selesai" balas wanita cantik itu.
Namun baru saja beranjak, Aline merasakan badannya sangat lemas dan ia pun jatuh pingsan. Segera Soraya memanggil perawat untuk membantunya memindahkan Aline ke ruang rawat.
Selama semalaman Soraya terus menjaga Aline. Tak lupa wanita itu menelfon rumah Aline guna memberi kabar pada Bi Minah meski dengan alasan yang berbeda.
######
"Nyari siapa lo?" tanya Dirga saat melihat Afka terlihat tengah mencari seseorang.
"Gak nyari siapa-siapa" balas Afka acuh.
"Kemarin lo.."
"Ka.. " belum sempat Dirga menyelesaikan perkataannya terdengar suara lain yang memanggil Afka.
"Kenapa Nin" tanya Afka pada Aninda yang kini sudah berdiri di depan dua cowok itu.
"Gue mau minta bantuan lo bentar, boleh?" tanya gadis itu memohon.
"Bantuan apa?" tanya Afka mengernyit bingung.
"Yuk ikut gue" pinta Aninda menarik lengan Afka agar mengikutinya.
Dirga yang melihat kepergian keduanya hanya berdecak pelan sebelum kembali jalan ke kantin.
"Bantu apa sih Nin?" tanya Afka saat kini ia dan Aninda sudah berada di perpustakaan.
"Bantuin gue ngerjain tugas, ada yang nggak gue ngerti" pinta Aninda memelas.
"Lah, biasanya juga minta bantuan Rava" ujar Dirga heran.
"Dia lagi sibuk di ruang guru, nggak berani ganggu gue" terang Aninda.
*****
"Ngelamunin apa lo, Van?" tanya Ricky saat melihat sahabatnya itu bukannya makan malah mengabaikan makanannya.
"Bukan apa-apa" balas Vano mengaduk-aduk bakso pesanannya.
"Kok gue gak lihat penggemar lo sih Van, gak masuk ya?" tanya Ricky memancing reaksi sang sahabat.
Benar saja, sahabatnya itu langsung menyentak sendok yang ia pegang dan melengos keras beranjak meninggalkan kantin.
"Gue jadi penasaran sama hubungan kalian" gumam Ricky menatap punggung sahabatnya.
Sementara itu Vano tanpa sadar sudah berjalan ke arah kelas Aline, ketika ingin berbalik tak sengaja ia bertemu dengan gadis yang sering bersama Aline.
"Kenapa? Nyari Aline? Dia nggak berangkat" ujar Moza pada Vano dengan tatapan tak suka, "lo saudaranya, masa lo nggak tau?" lanjut Moza menyindir.
"Bukan urusan lo" ujar Vano meninggalkan Moza.
"Mau sampai kapan lo bersikap kekanakan Van?" ucapan Moza itu mampu membuat Vano menghentikan langkahnya.
"Gue tau lo masih sayang sama Aline, sesusah itukah lo maafin adik lo sendiri?" tanya Moza mengepalkan kedua tangan.
"Lo gak tau apapun, jadi lebih baik kalo lo diam" pinta Vano menunjuk Moza tepat didepan mukanya.
"Terserah lo aja, asal lo jangan nyesel kalau suatu saat lo juga kehilangan Aline" gumam Moza mendorong pundak Vano sebelum berbalik pergi kembali ke kelas sedangkan Vano berdecih pelan dan pergi kembali ke kelas.
######
Setelah kondisinya membaik, Aline segera meminta ijin untuk pulang pada Soraya. Meski berat, namun dokter wanita itu mengijinkannya.
Sesampainya di rumah, Aline di sambut Bi Minah yang sudah sangat khawatir tentang kondisinya.
"Ya ampun Non, bibi udah khawatir kemarin, untungnya Non Soraya nelfon ngabarin bibi" ujar Bi Minah mengusap wajah Aline yang tersenyum menatapnya.
"Iya Bi, maaf, Aline ketiduran di tempat kak Soraya, makanya lupa ngabarin" terang gadis itu dengan sedikit mengarang.
"Iya, yang penting non Aline gak pa-pa" balas Bi Minah menganggukkan kepala.
"Kalau gitu Aline ke kamar dulu ya Bi" pamit Aline beranjak menuju ke kamarnya.
Sesampainya di kamar Aline segera berbaring dan mengecek ponselnya. Tak lupa bertanya pada Moza, ada tugas apa saja di hari itu.
Tbc