Siang itu karena Aline sama sekali tidak nafsu makan, dia memutuskan untuk pergi ke perpustakaan. Tempat paling tenang disekolah. Di area membaca, Aline memilih duduk di samping jendela besar yang kebetulan kini tengah di buka. Angin sejuk dari luar terasa menyegarkan untuk Aline. Dari tempat itu pun ia bisa melihat lapangan basket yang kini di penuhi oleh murid-murid, entah bermain basket atau hanya sekedar duduk-duduk.
Karena tengah melamun, Aline sama sekali tak sadar bahwa tatapannya tertuju pada seseorang yang berada di lapangan dan kini juga tengah menatapnya. Sadar kalau dia tengah diperhatikan, dengan sigap Aline pun kembali menatap novel yang ia bawa.
Wajahnya kini benar-benar terasa panas.
"Kenapa?" sebuah suara dari arah jendela sontak membuat Aline terperanjat.
"Kak Afka" gumam Aline menatap kakak kelasnya itu tak percaya.
"Gue perhatiin dari tadi lo nglihatin gue, ada perlu?" tanya Afka melipat kedua tangan di kusen jendela.
Cepat-cepat Aline pun menggelengkan kepala, "maaf kak, tadi aku lagi ngelamun dan nggak sengaja arahnya natap ke kakak" terang Aline pelan.
Afka beralih menyangga kepalanya dengan tangan kanan, "sengaja juga gak pa-pa kok" balas Afka tersenyum kecil, "lo tau nama gue?" lanjutnya bertanya.
Mengernyitkan alis, Aline menatap Afka heran, "ya kali aku nggak kenal nama ketua OSIS aku kak" balasnya yang justru memancing tawa Afka.
"Lo lucu juga ya, boleh gue tau nama lo siapa?"
"Aline, kak" jawab Aline tenang.
"Ka, dipanggil Miss Mona" panggilan itu membuat Afka berpaling sebentar sebelum kembali menatap Aline.
"Sampai ketemu lagi Line" ucap Afka sebelum pergi meninggalkan Aline yang menatap punggung cowok itu dalam diam.
Dirga, orang yang memanggil Afka tadi kini menatap sang sahabat dengan kening mengernyit, pasalnya sahabatnya itu terus tersenyum setelah berbicara dengan seorang gadis di dalam perpustakaan tadi.
"Ngapain lo senyam-senyum?" tanya Dirga akhirnya tak bisa menahan rasa penasarannya.
"Gue tiba-tiba kepikiran hal menyenangkan" ungkap Afka masih mempertahankan senyumannya.
Sementara Dirga semakin tak mengerti hanya menggelengkan kepala pelan, "mulai gila nih bocah" gumamnya.
#####
Saat tengah mengikuti pelajaran, Aline merasakan badannya melemas, keringat pun membasahi keningnya. Moza yang melihat wajah temannya berubah pucat segera meminta ijin pada guru yang mengajar untuk mengantar Aline ke ruang kesehatan.
"Aline kenapa?" tanya mbak Wina yang tengah berjaga di ruang kesehatan.
"Mungkin anemia saya kambuh mbak" terang Aline pelan yang kini dibantu Moza berbaring di ranjang.
"Udah ada mbak Wina, gue balik ke kelas ya, nanti pulang sekolah gue kesini lagi sekalian bawain tas lo" ucap Moza membelai kepala Aline.
Aline mengangguk pelan mendengarnya, "makasih ya Za" balasnya pelan.
"Aline ini teh nya diminum dulu, obatnya juga ya" pinta Mbak Wina mengangsurkan segelas teh hangat dan obat penambah darah.
Setelah meminum obat, Aline kembali berbaring dan tak butuh waktu lama baginya untuk jatuh tertidur.
Mbak Wina yang tengah menulis laporan kesehatan siswa langsung mendongak saat mendapati seorang siswa memasuki ruang kesehatan.
"Kamu sakit Van?" tanya Mbak Wina.
Cowok yang ditanyai itu pun menggelengkan kepala, "nggak mbak, cuma mau lihat kondisi Aline aja, dia kenapa mbak?" tanya Vano menatap Aline yang tertidur.
Mbak Wina mengalihkan pandangan pada Aline, "dia bilang anemia nya kambuh, udah mbak kasih obat penambah darah trus tidur" terangnya.
Vano menatap Aline dengan kening mengernyit karena setahunya adiknya ini tak memiliki penyakit anemia.
"Yaudah, makasih mbak udah jagain Aline" pamit Vano meninggalkan ruang kesehatan.
Cowok itu tadi tak sengaja melihat Aline dipapah temannya menuju ruang kesehatan, karena penasaran dia pun memutuskan untuk melihat keadaan sang adik.
Aline terbangun ketika mendengar bel tanda sekolah berakhir. Mbak Wina pun segera menghampirinya dan bertanya tentang kondisi gadis itu.
"Udah mendingan mbak, makasih ya" balas Aline tersenyum kecil.
Tak lama Moza pun datang dengan membawa tas sekolahnya.
"Gue anter pulang aja ya" pinta Moza membantu Aline turun dari ranjang.
"Nggak usah Za, aku pesen taksi aja, kamu kan ada les" tolak Aline yang tak mau membebani sang sahabat.
"Yaudah, tapi gue temenin sampe taksinya datang ya?" usul Moza yang disetujui oleh Aline dengan menganggukkan kepala.
######
"Non Aline sakit, kok pucet?" tanya Bi Minah saat melihat wajah pucat milik Aline.
"Nggak pa-pa Bi, mungkin cuma kecapean aja" kilah Aline berusaha tersenyum agar tak membuat Bi Minah khawatir.
"Oh ya Bi, ada kabar dari ayah nggak?" Aline meraih bantal sofa untuk ia peluk.
"Belum ada Non, atau non Aline mau coba telfon Mas Dimas aja? Siapa tau bisa dihubungkan ke bapak" usul Bi Minah namun hanya dibalas Aline dengan menghela nafas pelan.
"Aline benar-benar udah di benci ya Bi" keluhnya meremat bantal dipelukannya.
"Yang sabar Non, berdoa aja semoga hati den Vano sama bapak dilapangkan dan bisa kembali lagi kerumah ini nemenin non Aline" ucap Bi Minah membelai kepala Aline penuh sayang.
Aline mengangguk pelan mendengarnya, 'tapi aku takut kalau waktuku nggak akan cukup buat nunggu saat itu tiba' gumamnya dalam hati.
#####
Karena tak memiliki teman lain selain Moza, di jam istirahat Aline biasanya memilih menghabiskan waktu di perpustakaan seperti saat ini.
Dengan ditemani lagu yang mengalun lewat earphone, Aline menikmati angin yang berhembus lewat jendela perpustakaan.
Begitu membuka mata gadis itu sama sekali tak menyangka akan menemukan sang ketua OSIS bersandar diambang jendela dan tersenyum melihatnya.
"Kak Afka?" ucap Aline melepas kedua earphone nya.
"Lo suka banget ya disini? Nggak makan?" tanya Afka masih bersandar dikusen jendela.
Aline menggelengkan kepala, "nggak laper kak" ucapnya tanpa berani menatap sang kakak kelas.
Mengernyitkan alis, Afka menjulurkan lengan menyentuh dagu Aline agar menatap ke arahnya, "lo takut sama gue?" tanyanya.
Mau tak mau Aline pun membulatkan mata, "kenapa takut?" tanya Aline bingung dan sebisa mungkin menahan wajahnya agar tak memerah. Gadis itu tak pernah sekalipun dekat dengan seorang laki-laki kecuali sang kakak, dan itu membuatnya kikuk bila berdekatan dengan seorang laki-laki.
"Trus kenapa gak mau natap gue kalau ngomong?" lagi Afka bertanya dengan melipat kedua lengannya diatas kusen jendela.
"Nggak pa-pa, kak Afka ada perlu sama aku?" ujar Aline memainkan jarinya.
"Harus ada perlu dulu ya baru bisa ajak lo ngomong?"
"Ng.. Nggak gitu kak" Aline merasa tak enak saat mendengar suara Afka yang terdengar tidak senang.
Melihat wajah panik Aline justru memancing tawa Afka, "gue bercanda Lin, serius amat".
Melihat Afka menertawainya membuat Aline menggembungkan mulut kesal.
"Lo imut banget sih kalo ngambek" ujar Afka mencubit pipi Aline gemas.
"Sakit kak" keluh Aline mengusap pipinya, "udah bel kak, aku balik ke kelas ya" pamit gadis itu merapikan barang-barangnya.
#####
Bel pulang sekolah telah berbunyi lebih dari tiga puluh menit yang lalu, tak heran suasana sekolah sudah mulai sepi.
Afka, Dirga dan Rava baru saja keluar dari ruang OSIS setelah menyelesaikan beberapa hal di ruang itu.
"Akhir-akhir ini kemana lo waktu istirahat?" tanya Dirga melirik sesaat pada sahabatnya.
"Hm, gue ke perpus" balas Afka sambil memainkan ponsel.
Dirga dan Rava sontak saling bertukar tatap heran mendengar jawaban sahabat mereka itu. Heran? Tentu saja, karena setahu mereka Afka paling anti dengan yang namanya perpustakaan.
"Tumben, kesambet apaan lo?" kini Rava yang bertanya.
"Lah, salah gue ke perpustakaan?" bukannya menjawab justru Afka balik bertanya.
"Lo kan emang anti sama perpustakaan" balas Dirga tersenyum miring.
"Loh Nin, belum balik?" sapa Afka ketika melihat Aninda, teman satu kelasnya berdiri di luar lobi sekolah.
Gadis yang di sapa itu pun berbalik dan menyunggingkan senyum.
"Kebetulan banget ada kalian, gue kayanya gak di jemput nih, nebeng dong" ujar Aninda memohon.
Ketiga cowok itu pun saling bertatapan sebelum kembali menatap Aninda.
"Sorry Nin, gue udah ada janji sama Chaca" tolak Dirga menyebut nama sang kekasih.
Afka sempat tersentak saat Aninda beralih menatap cowok itu, sampai akhirnya ia melihat seseorang tengah berjalan seorang diri menuju ke gerbang sekolah.
"Gue juga sorry Nin, ada urusan, lo balik sama Rava aja" balas Afka mengusulkan sang sahabat.
"Boleh Rav?" tanya Aninda yang kini menatap Rava.
"Yaudah sama gue aja" balas Rava membuat senyum Aninda mengembang.
Afka melihat itu semua dan sempat membuatnya tersenyum kecut sebelum segera berpamitan untuk menyusul seseorang yang ia lihat sebelumnya.
"Lah, mau kemana tuh bocah?" gumam Dirga menatap kepergian Afka yang bukan menuju parkiran namun menuju ke gerbang sekolah.
Rava hanya menaikkan bahu acuh sebelum berjalan ke arah parkiran untuk mengambil motornya. Sementara Aninda masih diam mengamati Afka yang kini bisa ia lihat tengah berbicara dengan seorang gadis.
Tbc