Writer by : Deeta
________________
"Malam ini biar aku yang berjaga, Ayah tidurlah,"
"Tidak sayang, besok kau harus sekolah,"
"Apa Ayah tidak lelah? Siang Malam terjaga dan hanya tidur saat pagi menjelang, biarlah kali ini aku yang berjaga,"
"Ini pekerjaan Ayah nak, Ayah sudah terbiasa dengan ini. Sekarang Dimas masuk kamar dan tidurlah," jawab Ayah sambil tersenyum
"Tapi Ayah-"
"Sudah tidurlah, Ayah tak mau Dimas dimarahi Ibu Guru karena terlambat bangun besok, Ayah yang akan berjaga. Dan jangan lupa berdoa sebelum tidur!"
"Baiklah Ayah, selamat malam"
Dimas POV
Apa yang harus ku perbuat. Ayah memang keras kepala. Beberapa kali aku menawarkan diriku untuk berjaga saat malam, namun Ayah selalu menolak.
Aku kasihan melihatnya, beliau harus berjaga saat siang maupun malam. Ayah hanya dapat tidur sekitar 4 jam setiap harinya.
Saat menjelang pagi, beliau beranjak tidur, dan saat sekolah dimulai, beliau harus terjaga lagi. Bukankah pekerjaan Ayahku sungguh melelahkan? Yah, itu memang melelahkan.
Jika saja mata pelajaran jam pertama bukan Bahasa Inggris, aku pasti bisa menolak Ayah dan tetap membantunya.
Guru mata pelajaran Bahasa Inggiris itu sangat menyeramkan. Tatapan matanya sangat tajam seperti belati.
Saat dia menatapku rasanya seperti ia akan memakanku kapan saja ia mau. Sungguh menyeramkan.
Hanya dengan membayangkannya saja mampu membuat bulu kuduk ku berdiri.
Baiklah, dari pada aku memikirkan Mrs. Suzy si guru mapel killer itu. Lebih baik aku tidur.
Tak lupa berdoa, aku langsung tidur dengan posisi miring memeluk boneka Nemo kesayanganku.
Ya, aku suka animasi itu. Kalian pikir aku seperti anak kecil? Aku tak peduli! Aku memang menyukai hewan orange putih seperti itu. Ikan Nemo dan Harimau, bukankah mereka menggemaskan,,?
Dimas POV End
Dimas tinggal bersama Ayahnya di Sekolah Menengah tempat dimas menempuh pendidikannya. Ayah Dimas juga bekerja sebagai penjaga sekolah dan tukang kebun disana.
Sekolahnya mengijinkan Dimas dan Ayahnya untuk tinggal disekolah. Dengan itu mereka tidak harus menyewa rumah dan membayarnya tiap bulan. Tinggal disekolah sangat meringankan beban mereka.
Mengingat gaji Ayahnya yang bisa dibilang rendah, Dimas harus berhemat agar kebutuhan yang mereka butuhkan dapat tercukupi.
Teet... Teet...
Bel masuk sekolah berbunyi. Dimas sudah duduk manis di bangkunya. Namun, teman sebangkunya yang sekaligus sahabatnya itu belum juga nampak.
"Good Morning Everyone,"
Dimas segera bangkit saat mendengar suara guru killer dihadapannya untuk membalas salamnya.
"Good Morning Ma'am"
Balas seluruh siswa yang ada dikelas dengan kompak.
Para siswa kembali duduk saat Mrs. Suzy akan memulai pelajarannya. Tidak ada banyak pergerakan dari siswa, mereka juga merasakan hal yang sama seperti Dimas.
Jika berbuat sedikit kesalahan saja akan berakhir menjadi santapan Mrs. Suzy. Mereka memilih untuk diam.
Dimas menoleh ke samping melihat bangku sebelahnya kosong, tak mengherankan bagi Dimas. Itu memang salah satu kebiasaan sahabatnya. Sering terlambat.
Dimas berbicara dalam hati, "Dia pasti masih berada di bawah selimutnya" Dimas tersenyum, lebih tempatnya bisa dibilang senyuman dengan seringaian.
***
Ditempat lain, seorang anak laki-laki sedang berusaha mati-matian menghasut satpam penjaga gerbang agar diperbolehkan masuk ke dalam gedung sekolah.
Dia adalah Eko Hanyokrokusumo, sahabat Dimas teman sebangkunya yang sering sekali terlambat sekolah.
"Kali ini saja, kumohon," cicit Eko. Namun, tetap saja tak dihiraukan oleh satpam. Mungkin ia juga sudah bosan karena Eko sering sekali terlambat sekolah.
"Aku janji akan menelaktirmu makan siang nanti, biarkan aku masuk,"
"Rayuanmu itu tak lagi mempan untukku tuan," jawab sang satpam masih betah ditempatnya.
"Bagaimana jika jam tangan ini? Ini masih baru, Ayahku membelikannya di Dubai kemarin,"
"Itu juga tidak! Lebih baik kau pulang saja,"
"Kita lihat berapa uang saku ku, coba kuhitung," goda Eko sambil membuka anakan tasnya. Jangan lupakan seringaian nakal yang terukir diwajahnya.
Dan benar saja, satpam itu membulatkan matanya dan menoleh ke arah Eko.
"Kurasa ini akan berhasil," ucap Eko dalam hati.
"Kita mulai... Seratus, Dua ratus, Tiga ratus, Empat ratus, Lima ratus, Enam ratus, Tujuh Ratus, Delapan ratus, Sembilan ratus,"
"Eh tunggu, apa tadi itu benar? Sembilan ratus ribu? Apa Papa memotong uang saku ku?" Eko bertanya-tanya dalam hati.
Eko tak peduli, lagipula ia juga memegang salah satu kartu ATM Ayahnya. Ia meambilnya dari nakas di atas kamar orangtuanya.
Bukankah Eko gila? Ya, dia memang gila.
Ia bisa saja dimarahi oleh Ayahnya jika tau Eko mengambil salah satu kartunya. Tapi Eko tak peduli, bukankah Ayahnya sangat kaya? Kalau cuma satu kartu yang hilang mungkin tak akan sadar.
Kembali lagi ke satpam, begitu melihat uang saku Eko, matanya langsung membulat dan mulutnya menganga. Uang saku Eko sehari sama dengan uang gaji satpam yang hampir sebulan. Tak heran jika mengingat kekayaan yang dimiliki keluarga Hanyokrokusumo saat ini.
"Kau bisa mendapat bonus setengah dari uang gajimu sebulan jika kau mengizinkan ku masuk, bagaimana?" tawar Eko sambil mengibaskan uang ke muka satpam sekolahnya.
Tak bisa dipungkiri, satpam itu sangat tergiur dengan tawaran Eko saat ini. Tapi semua orang akan menganggapnya rendah jika ketahunan sering menerima suap dari siswa.
"75%! Bagaimana? Apa kau rela?" tawar satpam itu sambil melipat kedua tangannya didepan dada memandang Eko remeh.
"Eh? Terus bagaimana denganku?" Jawab Eko sambil memandangi uangnya sayang.
"Tidak mau? Yasudah sana pulang," sahut satpam hendak beranjak masuk kedalam pos.
"Hehe, aku hanya bercanda, baiklah 75% Kau puas?!" Eko tertawa tapi sedikit menggerutu.
"Oh, pastilah saya sangat puas tuan. Sekarang masuk dan serahkan 75% uang sakumu," satpam itu berbicara sambil membuka gerbang mempersilahkan Eko masuk.
"Cih, ini! Enam ratus ribu!" sambil menyodorkan uangnya, Eko berjalan memasuki gerbang.
"Pintarnya, sekarang cepat masuk ke kelas, kurasa hukuman telah menantimu anak malas," puji satpam itu sambil tersenyum.
Itu bukan pujian, lebih tepatnya ejekan di telinga Eko, "Aku terlambat karenamu!"
"Kalau kau tak terlambat, pastinya sekarang kau sudah duduk manis dikelas, bukan disini bocah,"
"Aku cuma terlambat 10 menit saja, tapi gara-gara kau, aku jadi sangat terlambat sekarang," sargah Eko dengan dibalas seringaian dari pak satpam.
"Cih, dasar lintah darat. Beraninya memeras bocah sekolah," gerutu Eko lirih namun masih dapat didengar jelas oleh orang disebelahnya.
"Eh, Apa kau bilang!!" Eko langsung lari setelah mendengar teriakan pak satpam.
"Dasar anak konglomerat, dia yang menyuapku malah mengatai aku lintah radat," gerutu pak satpam kesal.
Eko berlari menelusuri koridor sekolah menuju ke kelasnya. Sampainya di depan kelas, ia berhenti untuk mengatur nafas yang tersengal-sengal pasca acara larinya tadi. Kedua tangannya bertumpu pada lututnya, keringat bercucuran di pelipisnya.
Saat nafasnya kembali teratur, Eko memutuskan untuk masuk kelas. Tangannya bergetar, ada ketakutan yang sangat besar dirasakannya. Ia tau apa yang akan dihadapinya setelah masuk kelas.
Mrs. Suzy dimata Dimas sama dengan yang ada dimata Eko. Ia juga takut. Mengingat Mrs. Suzy adalah guru killer yang tak pandang bulu jika menghukum muridnya.
Ia memantapkan niatnya sekali lagi. Mengetuk pelan pintu kelas dan mendorong kenop pintu tersebut yang tadinya tertutup menjadi terbuka.
Sang guru killer dan semua siswa yang sedang mendengarkan penjelasan dari Mrs. Suzy menoleh kearah pintu dimana Eko berdiri.
"I'm sorry Ma'am, I'm late,"
"it's okay, sit down!"
"Eh, But-"
"PLEASE SIT, MR. EKO!!"
"Okay, Thank you Ma'am,"
Eko segera berjalan menuju bangkunya. Ia heran dengan sikap Mrs. Suzy kali ini. Tak hanya Eko, semua siwa yang ada di kelas pun heran. Biasanya jika ada murid yang melanggar aturan akan dikenai hukuman, seperti membersihkan toilet atau lebih parahnya di skor beberapa hari. Tapi, kali ini guru killer itu sedikit aneh.
"Hei, kenapa kau telat lagi?" tanya Dimas membisiki Eko.
"Orangtua ku pergi ke Jepang, tak ada yang membangunkanku," jawab Eko berbisik pula.
***
Eko POV
"Huh, akhirnya selesai juga," Aku menepis kasar keringat yang jatuh di pelipis kiriku.
Aku tak menyangka membereskan perpustakaan akan sangat melelahkan seperti ini.
"Sungguh melelahkan, aku tak menyangka dia sangat tega padaku,"
Mungkin jika ada orang yang melihatku, bakal mengira aku ini gila. Bagaimana tidak, dari tadi aku merancau sendirian.
Ya karena memang tak ada orang disini. Aku sendirian, hanya ada aku dan tumpukan buku yang semula berantakan telah kusulap menjadi rapi baru saja.
"Uh, badanku seperti remuk rasanya. Apa dia harus memberiku hukuman seperti ini?! Padahalkan kesalahanku tidak fatal," racauanku sagat tak jelas.
Aku sangat lelah, aku ingin segera pulang dan tidur. Tapi aku belum bisa, kelihatannya monster itu masih ingin memakanku.
Lihat saja, dia berjalan dan menatap kearahku. Mungkin akan menambah hukumanku lagi.
"Sudah selesai tuan?" tanyanya meremehkanku.
"Yes, Ma'am. Aku sudah selesai,"
"Kumohon, Aku ingin pulang, aku sudah lelah," pintaku memohon padanya, pasalnya aku memang sangat lelah.
"Kau lelah tuan? Hmmmm,, masih ada satu lagi, tapi tenang saja, tidak berat kok, kau hanya perlu membereskan meja kerja Ibu, setelah itu kau bisa pulang,"
"Tapi Ma'am~" rajukku
"Cepat kejakan jika kau ingin pulang tuan," katanya lagi.
Aku sangat lelah. Aku sudah membersihkan lapangan basket, taman belakang sekolah, dan perpustakaan. Aku baru saja selesai membereskan dan sekarang harus membersihkan meja kerjanya pula?
Arrgghhhhhh, menyebalkan! Aku lelah sekali, punggung ku rasanya mau patah.
Kalian heran kenapa aku melakukan semua itu?
Ingat kejadian tadi pagi kan? saat aku terlambat masuk kelas. Bukankah aneh jika Mrs. Suzy tidak menghukum ku? Yah aku juga merasa aneh.
Aku sudah sangat bahagia dia tidak memberiku hukuman. Namun, yang dia lakukan barusan itu sangat keterlaluan. Apa dia sengaja memperlakukanku di hadapan seluruh orang yang berada di sekolah?
Ah aku tak mengerti maksd dari kelakuannya yang satu ini. Yang jelas ia berusaha membunuhku dengan pekerjaan yang melelahkan ini.
Saat pulang sekolah tadi, Mrs. Suzy dengan jelas menyebut namaku menggunakan monitor yang menyalur di pengeras suara. Hampir di setiap tempat disekolah dapat mendengar suara yang bersumber dari sana kecuali toilet.
Mrs. Suzy dengan teganya memanggil diriku menggunakan alat itu, "Mohon perhatian, Panggilan kami tujukan kepada siswa bernama Eko Hanyokrokusumo untuk segera menghadap Ibu Suzy di lapangan basket segera. Untuk siapapun yang berada di dekatnya atau melihatnya diharapkan untuk segera menyuruhnya bergegas. Eko Hanyokrokusumo akan mendapat hukuman karena tidak mengikuti pelajaran jam pertama."
Setidaknya itu yang aku dengan tadi.
Aku sangat malu disebut seperti itu. Apalagi melihat teman-teman menatapku dengan tatapan yang menyindir. Tak sedikit dari mereka juga yang mengejekku. Dan semua karena monster menyebalkan itu.
Eko POV End
SMU Raya adalah salah satu sekolah elit yang berada dibawah naungan sebuah perusahaan besar bernama Raya Group.
Hampir seluruh siswa disana berasal dari kalangan atas, seperti Eko Hanyokrokusumo dan ada juga yang mendapat beasiswa seperti Dimas Kadita Putra.
Dimas adalah putra penjaga sekolah yang kebetulan mendapatkan beasiswa di SMU Raya. Nama ayah Dimas adalah Pak Kadir, atau biasa dipanggil dengan Paman Teuk oleh para siswa.
Bukan tanpa alasan Dimas dapat bersekolah di sekolah elit itu. Selain rupawan, Dimas memiliki otak yang pandai. Dia sering mewakili sekolahnya dalam olimpiade dan selalu menorehkan prestasinya.
Tidak semua mata pelajaran Dimas kuasai, hanya Matematika dan IPA saja Dimas handal. Namun nyatanya dengan kepiawaiannya dalam dua mata pelajaran itu mampu membuat Dimas berjaya dan memperoleh beasiswa.
Dimas paling payah dalam urusan oalh raga. Itu adalah kelemahan pertamanya. Ia selalu gagal dalam percobaannya memasukkan bola basket kedalam ring. Ya itu karena kaki dan tubuh Dimas pendek.
Dimas juga tidak terlalu bisa dalam Bahasa Inggris. Ia harus berpegangan dengan kamus besar seperti yang ia beli beberapa hari lalu agar tidak ketinggalan pelajaran.
Berbanding dengan Eko, bocah itu sangat handal dalam olah raga. Hampir semua cabang olah raga ia kuasai. Bahkan Eko mengikuti 5 ekstrakurikuler cabang olah raga yang ada di sekolahnya sekaligus.
Namun, Eko sangat payah dalam mata pelajaran. Tapi ada beberapa bahasa yang ia kuasai seperti bahasa Spanyol, Korea, Mandarin, Jepang, dan Inggris. Itu juga karena ia sering diajak orangtuanya pergi keluar negeri. Untuk mata pelajaran yang lainnya, otak Eko tidak akan mampu banyak bekerja.
***
Tok.. Tok.. Tok..
Suara ketukan pintu terdengar, membuat orang yang ada didalamnya beranjak membuka pintu.
"Kau belum pulang?" Tanya penghuni ruangan pada tamunya.
"Kau pikir aku bisa pulang sebelum badanku remuk? monster itu tidak akan membiarkannya," ucap sang tamu lesu.
Itu adalah Eko. Setelah selesai menjalankan hukumannya, ia menemui Dimas di gedung paling atas di sekolah tempat Dimas dan Paman Teuk tinggal.
"Siapa suruh kau telat masuk kelas," ejek Dimas berkacak pinggang.
"Sudah kubilang aku bangun kesiangan, orang tuaku pergi ke Jepang dan tidak ada yang membangunkan ku," Jelas Eko kesal.
"Lalu kenapa kau kemari? Pulang sana, kau lelah kan?" Ujar Dimas yang masih betah berdiri didepan pintu.
"Kau mengusirku? Karena aku lelah aku kemari. Apa kau punya makanan? Aku lapar, ini sudah petang hari dan aku belum makan, aku juga haus," cicit Eko sambil memegang perutnya.
"Ah, benar juga ini sudah petang hari. Hahahaha, Mrs. Suzy benar-benar menghukum mu dengan baik, kau menghabiskan waktu 4 jam bersamanya sejak pulang sekolah tadi," ejek Dimas sambil tertawa senang.
"Itu kau tau. Apa kau tak mau mempersilahkan sahabatmu ini masuk? Dari tadi cuma berdiri disini membuat kaki ku tambah pegal,"
Tanpa persetujuan dari pemilik ruangan, Eko langsung masuk lalu mencari keberadaan kasur. Saat menemukan apa yang dicarinya tadi, Eko langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur Dimas.
"Oh, aku sangat lelah hari ini," ujar Eko sambil menutup matanya. Eko memang sudah biasa berada di ruangan itu. Ia juga sering bermalam di sana.
"Setidaknya lepas dulu sepatumu tuan," Dimas berjalan mendekati Eko lalu duduk disampingnya.
"Berhentilah memanggilku seperti itu!! Aku benci semua orang memanggil diriku dengan sebutan yang menyebabalkan itu! Aku merasa seperti di ejek saat dipanggil dengan sebutan itu!"
"Siap TUAN," sambung Dimas dengan menekankan kata 'tuan' pada katanya.
"DIMAS!!! Berhenti mengejekku,"
Dimas tau sahabatnya akan marah jika ada yang memanggilnya seperti itu. Namun, akhir-akhir ini ia sering mengabaikannya, mungkin karena sudah lelah marah-marah.
Hanya kepada orang-orang terdekatnya saja ia akan marah saat dipanggil dengan embel-embel 'tuan', seperti pada Dimas.
"Tapi Ibumu sendiri yang menyuruh kami memanggimu dengan sebutan itu, bahkan semua guru memanggilmu seperti itu juga," ujar Dimas menyangkal perkataan Eko yang sebenarnya hanya mengejeknya.
"Kenapa kau harus mendengarkan perkataan nya? Aku tidak suka dipanggil seperti itu, kau mengerti kan? Kau itu sahabatku Dimas," suara Eko yang tadinya tinggi mulai 'sedikit' merendah.
"Baiklah aku tak akan mengulanginya lagi," Dimas tertawa kecil.
Keluarga Hanyokrokusumo adalah pemilik perusahaan Raya Group yang berarti pemilik dari SMU Raya tempat Dimas mendapat beasiswa dan bersekolah ini. Kepala sekolahnya adalah Ayah Eko, Tuan Hangeng Hanyokrokusumo.
Tuan Hangeng tidak pernah mengistimewakan anaknya disekolah.
Ia termasuk Ayah yang keras dalam mendidik anak. Ia akan menghukum Eko dan Ana saat mereka melakukan kesalahan. Semua guru melakukan hal seperti itu atas perintah Tuan Hangeng. Seperti halnya yang dilakukan oleh satpam yang melarang Eko masuk saat terlambat dan Mrs. Suzy yang menghukumnya tadi.
Berbanding terbalik dengan Ibunya, Nyonya Celina yang sangat memanjakan kedua anaknya. Bahkan ia menyuruh semua orang memanggil Eko dan Ana menggunakan embel-embel 'tuan' dan 'nona'.
Eko dan Ana memang menentang Ibunya. Mereka sama-sama tidak suka dipanggil dengan sebutan itu. Mereka bukan tipe anak yang manja.
"Dimas mana makanannya? Aku bilang aku lapar, kenapa kau malah diam disini? Dasar sahabat tidak peka," cibir Eko.
"Tidak biasanya kau meminta makanan padaku. Kenapa kau tidak pulang atau membelinya diluar?"
"Uangku habis. Orangtuaku pergi tanpa memberitahuku dahulu, aku baru mengetahuinya saat bangun tidur dan membuka ponselku, Mama mengirimkan ku pesan bahwa mereka pergi, dan lebih parahnya Papa memotong uang saku ku. Uh, hari ini adalah hari sialku,"
Flashback
Mama :
Eko sayang,
Papa dan Mama pergi ke Jepang untuk menemui klien hari ini.
Kami berangkat pagi buta karena sangat mendadak.
Papa sudah meninggalkan beberapa uang di nakas mu untuk sehari ini.
Kami akan pulang besok pagi.
To Eko
Flashback end
"Lalu bagaimana dengan Ana? Kau tega meninggalkan adikmu sendiri di rumah?" Tanya Dimas.
"Ana itu sudah besar. Dia sudah kelas 1 SMU, aku tak harus menemaninya. Toh ini cuma satu malam, ia tak akan ketakutan,"
Ana Hanyokrokusumo adalah adik perempuan Eko. Ia juga bersekolah di SMU Raya, kini Ana berada di bangku kelas 1 SMU. Ia hanya terpaut usia 2 tahun dengan Eko.