Writer by : Deeta
_________________
***
"Ayahku tidak memasak hari ini, kau mau ku buatkan telur dadar?"
"Apapun itu aku mau, asalkan perutku bisa terisi,"
"Baiklah, tunggu sebentar," ujar Dimas berlalu ke sudut ruangan tempat biasa digunakannya untuk memasak.
"Tapi, ini tidak gratis," tambahnya lagi.
"Hah, kau ini teman macam apa? Cuma diminta makan saja pakai bayar," dengus Eko sebal. "Lagipula kau tau kan kalau uangku habis," timpalnya lagi.
"Aku tak percaya orang sepertimu sampai kehabisan uang,"
"Kali ini aku tak berbohong, uangku benar habis. Tadi pagi lintah darat itu memerasku lagi, bayangkan saja, dia hanya menyisakan sepertiga dari uang saku ku, mana cukup uang segitu untuk sehari" keluh Eko. Tapi, sebenarnya yang besalah disini juga dirinya. Jika saja ia tidak terlambat, pasti ia tak akan kehilangan sebagian besar uang sakunya.
"Begitukah? Ah, aku turut menyesalkan kejadian yang menimpamu kali ini sobat, haha," Dimas mengejek sahabatnya sambil tertawa kecil. "Tapi, aku tetap tidak percaya padamu! Tidak mungkin kau kehabisan uang, pasti ada yang kau sembunyikan,"
"Terserah!" Kesal Eko. Dimas tidak menjawabnya, ia diam disudut ruangan sambil menatap Eko.
"Aish, kau ini sebenarnya mau memberiku makan atau tidak eoh? Kenapa malah diam memperhatikan ku, cepat buat makanannya! Menyebalkan," Rajuk Eko
"Oke aku buatkan makanan, tapi ingat tidak gratis,"
"Sudah kubilang UANGKU HABIS!" Eko geram dengan sikap sahabatnya kali ini. Ia sengaja menekankan kata pada kalimatnya. Sebenarnya ia juga tidak berbohong soal uangnya yang habis. Memang Eko tidak memiliki uang tunai, tapi ia memiliki uang lain berbentuk kartu yang bukan lain adalah milik Papanya.
Sebenarnya Eko akan memberikan apapun yang Dimas mau. Ia sangat menyayangi sahabatnya ini. Toh sebenarnya ia masih punya kartu milik Papanya. Jika Dimas memintanya, ia akan memberikan kartu itu secara suka rela. Tapi kali ini ia mencoba menjahili sahabatnya. Sekali-kali tak apa bukan?
"Siapa juga yang mau meminta uangmu? Aku tidak memintamu membayar ku dengan uang," jawab Dimas sambil mengocok 2 butir telur untuk sahabatnya makan.
"Eh, lalu apa yang kau mau?"
"Ajari aku berenang,"
"Hah? Aku tidak salah mendengar? Hahaha, Bahkan baru melihat kolamnya saja, kau sudah mengompol," ejek Eko.
Flashback On
Ia mengingat kejadian beberapa bulan lalu, pasca pertama kali kelas renang dimulai. Kelas renang memang hanya dipelajari oleh siswa yang sudah kelas akhir, seperti Dimas dan Eko saat ini.
Saat Pelatih meminta siswa untuk masuk kedalam kolam renang, Dimas hanya berdiri dibelakang Eko sambil memeluk lengannya. Eko hendak masuk kedalam kolam, tapi Dimas mencekal lengannya. Eko menoleh kebelakang, melihat raut pucat sahabatnya, Eko panik
"Dimas, kau sakit? Ayo aku antar ke UKS," Eko khawatir melihat keadaan sahabatnya.
"A-aaku tti-dak ssa-kit, hanya s-saja-," Dimas berujar dengan tergagap, ia juga menggantungkan kalimatnya. Tubuhnya bergetar.
"Kau pucat sekali, Apa kau demam?" Eko menyentuh dahi Dimas, tapi ia tak merasakan suhu badan Dinas naik "Tapi tidak panas, Kau sebenarnya sakit apa?" cemas Eko.
"I-itu, anu, a-aku," jawab Dimas. Pandangannya lurus ke depan menatap kolam renang.
"Anu apa? Bicara yang jelas," titah Eko
"A-aaku takut,"
"Apa yang kau takutkan?"
"E-eko, a-aaku-"
Tiba-tiba, Eko merasakan ada sesuatu yang ia pijak. Seperti air namun sedikit hangat. Ia merasa belum masuk kedalam kolam renang, tapi kenapa ia seperti menyentuh air,
Eko menunduk ke bawah. Memang benar ada air di sana. Ia heran dari mana asal air itu, pasalnya dari tadi tidak ada air di sana. Dan juga, err- air itu b a u.
Eko mengikutkan arah pandangnya kearah sumber air. Dan teryata air itu berasal dari Dimas. Celana renangnya basah. Dimas belum masuk ke kolam renang tapi celananya sudah basah kuyup.
"D-dimas, apa k-kau mengompol?" Eko bertanya dengan tergagap seperti Dimas. Ia belum pernah melihat sahabatnya seperti ini sebelumnya.
"Eko tolong aku, aku malu," cicit Dimas berbisik pada Eko. Teman-teman nya memperhatikan dirinya yang mengompol dengan tatapan heran "Ayo, bawa aku ke UKS," tambahnya lagi.
"Baiklah, kau tunggu disini. Aku akan minta izin dulu pada pelatih,"
Eko beranjak mendekati pelatih, "Pak, sepertinya Dimas sakit. Bolehkah saya membawanya ke UKS?"
"Dimas sakit apa?" Tanya sang pelatih.
"Wajahnya sangat pucat Pak, tubuhnya juga gemetaran," lapor Eko. Memang itu yang dapat Eko lihat dari keadaan Dimas saat ini.
"Baiklah, antar dia ke UKS"
"Terimakasih Pak, saya akan membawanya ke sana," ujar Eko. Kemudian ia berlalu dari hadapan sang pelatih dan menghampiri Dimas.
Eko memapah Dimas, sebelum pergi ke UKS, Eko mengambilkan seragam Dimas untuk ganti karena pakaian renangnya basah terkena urin. Dimas menunggu di kamar mandi sambil membersihkan dirinya. Saat Eko datang, Dimas langsung meminta pakaiannya dan berganti.
Setelah selesai berganti pakaian, Eko membawa Dimas ke UKS, namun ditolak oleh Dimas.
"Aku tidak mau ke UKS, aku ingin ke kelas saja,"
"Tapi kau sedang sakit, kau harus ke UKS,"
"Aku tidak mau membuat ayahku khawatir, dan juga sebenarnya, emm" Sebenarnya Dimas ingin memberitahu alasannya kepada Eko, tapi ia malu.
"Sebenarnya keapa? Kenapa dari tadi bicaramu tidak jelas eoh?"
"Sebenarnya aku takut tenggelam saat berenang," Akhirnya Dimas mengatakan alasannya.
"WHAT?! Wajahmu pucat, tubuhmu gemetaran, dan sampai mengompol karena takut tenggelam?!" Pekik Eko "Kau itu bodoh atau bagaimana, hahahaha sungguh pengakuanku itu tidak masuk akal," tambahnya lagi.
"Memangnya kenapa? Bukankan itu menyeramkan? Bayangkan saja jika tiba-tiba aku tenggelam dan mati seketika, memangnya kau mau itu terjadi eoh? Ishh,"
"Hahahaha, kau bodoh sekali kawan, mana mungkin seperti itu," ejek Eko.
"Diamlah! Sana kembali ke kolam renang! memangnya kau tidak malu berkeliaran dengan mengenakan pakaian seperti ini eoh? Bagaimana jika ada orang lain yang melihatmu" Ujar Dimas. Jika ia yang diposisi Eko sekarang pasti ia sangat malu. Hanya mengenakan kolor tanpa atasan. Tidak seperti Dimas yang mengenakan kaus dan kolor saat bereang. Kelas renang pria dan wanita memang dipisah, makanya Eko berani memakai pakaian seperti itu.
"Mungkin mereka akan berteriak histeris karena terpesona dengan tubuh sexy ku ini," Bangga Eko melipat kedua tangannya di depan dada.
Eko memang memiliki tubuh yang atletis. Otot diperutnya tercetak jelas. Bahunya lebar dan lengannya kekar. Dan jangan lupakan rahang bawahnya yang sexy. Membuat siapapun yang melihatnya ingin menyesap dan menjilatnya. Tapi jika diperhatikan lagi, wajah Eko sedikit tidak beraturan, lebih mirip dengan monyet.
"Aishh, dasar monyet! Sana pergi! Pelatih akan menghukum mu kalau kau tak segera kembali,"
"Dasar ikan yang takut air!" Ucap Eko lirih.
"Aku mendengar mu tuan,"
Eko berjalan menuju kolam renang. Sesampainya di sana, pelatih langsung menginstruksinya untuk segera praktik. Harusnya ia sudah praktik dari tadi, tapi karena mengantar Dimas, ia jadi tertinggal.
Ditempat lain, tepatnya di dalam kelas. Dimas duduk di bangkunya sambil menundukkan kepalanya di meja. Ia mengingat kejadian beberapa menit lalu, ia sangat malu dan merasa sangat bodoh. Ya, sebenarnya ia membenarkan perkataan Eko yang menyebut dirinya bodoh.
"Dasar Dimas bodoh! Memalukan sekali," gerutunya pada dirinya sendiri.
Tok Tok Tok
Eh?
Dimas menoleh ke arah sumber suara. Ada seseorang yang mengetuk pintu kelasnya. Itu adalah ayahnya, Paman Teuk.
"Dimas kau baik-baik saja? Kudengar kau sakit dan tidak mengikuti pelajaran renang," Paman Teuk sangat khawatir saat mendengar kabar bahwa Dimas sakit. Makanya ia langsung pergi menemuinya.
"Aku tidak apa-apa Ayah, mungkin cuma kelelahan," sangkal Dimas. Ia tak mungkin mengatakan yang sebenarnya pada Ayah. Dimas malu, "Ayah tau dari mana kalau Dimas sakit?" Tambahnya lagi.
"Tadi pelatih renang mu memberitahuku, katanya Eko membawamu ke UKS, lalu Ayah kesana tapi kau tidak ada," Jelas Ayah Dimas. "dan kata Eko kau ada di kelas," tambahnya lagi.
Saat hendak mengunci gudang yang letaknya tak jauh dari kolam renang, Paman Teuk tak sengaja bertemu dengan pelatih renang yang mengajar Dimas. Pelatih itu memberi tau kalau Dimas sakit dan dibawa ke UKS. Saat itu Paman Teuk sangat khawatir, Dimas jarang sekali sakit.
Paman Teuk langsung pergi ke UKS tapi nihil, Dimas tidak ada di sana, Paman Teuk panik. Lalu ia menemui Eko di kolam renang. Ternyata kelas renang sudah selesai dan para siswa sedang berganti pakaian. Ia memilih untuk menunggu mereka ganti pakaian lalu menanyakannya.
Saat Eko keluar dari ruang ganti, Paman Teuk langsung menghampirinya. Ia bertanya pasal Dimas, "Eko dimana Dimas? katanya ia sakit"
"Iya Paman, tadi Dimas sempat akan aku bawa ke UKS, tapi-"
"Dia tidak ada di sana! Dimana Dimas?" Paman Teuk memotong kalimat Eko. Ia sungguh tidak sabar untuk menemui Dimas. Ia khawatir
"Tenanglah Paman, Dimas tidak apa-apa, ia ada dikelas sekarang. Dimas menolak saat aku hendak mengantarnya ke UKS," jelas Eko.
"Baiklah, terimakasih Eko," Paman Teuk langsung beranjak pergi meninggalkan Eko sebelum ia menjawab perkataannya. Paman Teuk bergegas pergi ke kelas untuk menemui Dimas.
Sesampainya di depan kelas, Paman Teuk melihat putra semata wayangnya duduk sendirian menundukkan kepalanya di atas meja. Ia diam, mengamati Dimas dari depan pintu, "Dasar Dimas bodoh! Memalukan sekali," Paman Teuk mendengar Dimas menyalahkan dirinya sendiri. Hal itu membuat Paman Teuk semakin khawatir akan kondisi putranya.
Ia mengetuk pintu lalu masuk kedalamnya. Paman Teuk melihat raut tegang putranya. Ia bertanya pasal kondisinya dan Dimas menjawab bahwa dirinya tidak apa-apa.
"Ayah tidak perlu khawatir seperti ini. Aku benar-benar tidak apa-apa," Dimas mencoba meyakinkan Ayahnya. Ia melihat raut wajah Ayahnya yang terlihat sangat cemas membuat dirinya sangat merasa bersalah telah berbohong. Tapi jika mengatakan hal sebenarnya, Dimas juga malu.
"Kenapa kau menolak saat Eko hendak membawa mu ke UKS? Ayah tidak mau sakit mu semakin parah, ayo ke UKS," saat Paman Teuk hendak mengendong Dimas untuk ke UKS, anak itu menolak lagi dan sedikit meronta. Paman Teuk berhenti.
"Ayah~ Aku ini bukan anak kecil lagi, kenapa ayah harus menggendongku, aku bisa berjalan sendiri," Rajuk Dimas. Paman Teuk terkekeh geli melihat sikap putra kesayangannya. Dimas sangat imut saat merajuk.
"Ayah kira kau tak bisa berjalan," Paman Teuk tertawa kecil.
"Ayah tidak perlu membawaku ke UKS, aku baik-baik saja," ujar Dimas. "Ayah kembali saja, aku akan mengikuti pelajaran selanjutnya. Kurasa jam pelajaran renang sudah selesai. Sebentar lagi para siswa akan segera datang," tambahnya lagi.
"Benarkah? Kau yakin baik-baik saja?"
"Iya Ayah,"
"Baiklah, Ayah akan kembali," Paman Teuk menggenggam telapak tangan Dimas, "ingat pesanku ini nak. Kau harus percaya bahwa orang lain menyayangi mu dan mereka membutuhkanmu. Jadi, jika ada yang mengkhawatirkan mu maka kau harus menerimanya. Karena suatu saat tidak ada yang mengawatirkan mu, kau pasti akan merindukannya. Kau harus menyayangi dirimu sendiri. Kau harus berbuat baik kepada semua orang, terutama pada orang yang baik padamu. Jika suatu saat orang itu pergi, kau tak akan sangat bersedih karena kau telah melakukan hal benar kepadanya. Saat kau jatuh nanti, kau boleh menangis sekeras apapun yang kau bisa. Luapkan semuanya dalam tangisan itu. Setelahnya kau harus bangkit untuk hidup. Jika ada tangan yang terulur padamu, maka kau harus menggapainya. Jangan sia-siakan kesempatan itu. Juga sebaliknya, kau harus mengulurkan tanganmu saat seseorang jatuh. Sekarang Ayah akan kembali, sampai jumpa nanti."
Sebelum Dimas sadar dari lamunannya, Paman Teuk sudah beranjak meninggalkan kelasnya. Ia masih berpikir keras tentang apa yang dikatakan Ayahnya barusan. Ia sedikit bingung, maksud sebenarnya dari nasihat ayahnya.
Flashback off
"Sekarang makanlah, besok kau harus mengajariku berenang," Dimas menyodorkan hasil masakannya untuk sahabatnya.
"Tidak bisa! Besok aku ada latihan basket, sebentar lagi kan ada turnamen," Jawab Eko sambil menyantap makanannya.
"Lalu kapan? Aku sudah tidak sabar,"
Eko sedikit berpikir, "Akhir pekan, sepertinya aku bisa membolos saat jam ekstrakurikuler ku,"
"Baik Akhir pekan, aku akan menyiapkan diriku,"
"Apa yang akan kau siapkan? Oh iya aku lupa, kau harus mengenakan popok agar tidak mengompol kan," Eko tertawa keras. Ia berhasil mengejek sahabatnya lagi.
"Ishh, terserah!" Dimas beranjak menuju meja belajarnya. Membuka buku dan mulai membaca. Bukan buku seperti yang kalian pikirkan. Ia membaca buku pelajaran Matematika.
Memang salah satu keanehan yang dimiliki Dimas. Jika orang lain akan membaca novel, komik, atau semacamnya saat punya waktu luang, tapi tidak untuk Dimas. Ia lebih memilih untuk membaca buku pelajaran. Dimas sangat suka Matematika, saat melihat angka, ia akan lebih rileks. Sungguh aneh, tapi memang seperti itu.
"Kau marah eoh? Kenapa sensitif sekali sih," bujuk Eko.
"Diamlah Tuan,"
"Aishh, dasar kau ini," kesal Eko "Tidak mau makan bersamaku?" Tambahnya lagi mencoba membujuk sahabatnya
"Selera makan ku hilang," Jawab Dimas ketus
Tok tok tok
Kriett
Eh?
"Dimas kau sudah makan? Ayah beli nasi goreng," Ternyata tadi itu adalah Paman Teuk. Ia baru saja beli nasi goreng di seberang SMU.
"Belum," jawab Dimas.
"Kalau begitu ayo makan, Ayah sudah lapar,"
"Ekhmm," Eko berdeham merasa diacuhkan. Membuat seseorang yang baru saja datang itu menoleh. Dari tadi Paman Teuk tidak menyadari jika ada Eko disana.
"Eh Eko, sejak kapan dan sedang apa kau di sana?" Akhirnya Paman Teuk menyapanya.
"Ah Paman jahad, dari tadi aku disini, masa Paman tidak melihat diriku yang setampan ini?" Dimas memutar bola matanya malas, 'tampan apanya, tampanan juga aku,' ucapnya dalam hati.
"Katanya Ayah lapar, ayo makan," putus Dimas.
"Oh iya, ayo makan,"
"Aku juga mau," sahut Eko.
"Eh? Kau kan baru saja makan, Bahakan piringnya saja masih ada didepanmu," ujar Dimas.
"Tapi kan aku masih lapar," bela Eko memelas.
"Tidak apa-apa, Eko mau makan lagi?" Tawar Paman Teuk. Eko langsung mengangguk antusias.
"Baiklah ayo makan bersama," Jawab Paman Teuk.
"Yeee! Makan lagi," seru Eko penuh kemenangan. Ia langsung memposisikan dirinya duduk di depan meja kecil.
"Ishh, dasar monyet rakus!" Kesal Dimas memutar matanya malas.
"Jaga ucapan mu, Dimas," tegur Paman Teuk. "Ayo makan, setelah ini Ayah akan berjaga lagi," tambahnya.
Setelah selesai makan, Paman Teuk pergi berjaga. Kini tinggal Dimas dan Eko diruangan itu. "Eko, kau tidak pulang? Ini sudah malam," tanya Dimas.
"Aku akan bermalam disini," jawab Eko.
"Tidak, kau ingat kan adikmu sendiri di rumah,"
"Ya Tuhan, dia sudah besar Dimas, Ayolah biarkan aku bermalam disini," rayu Eko.
"Bagaiman jika terjadi sesuatu padanya? Kau tidak khawatir?"
"Ana tidak akan kenapa-kenapa, dia kan tidak benar sendiri, ada beberapa maid, supir, tukang kebun, dan satpam di rumah," jelas Eko. "Lagipula kenapa kau sangat peduli padanya? Atau jangan-jangan kau, suka padanya," tambahnya lagi, Eko menggoda sahabatnya.
"B-bukan begitu," Dimas tergagap, wajahnya memanas. Melihat wajah sahabatnya yang merona, membuat Eko terkekeh geli.
"Aku boleh bermalam disini kan," Eko membujuk sahabatnya lagi.
"Terserah!" Dimas meninggalkan Eko menuju tempat tidur dan merebahkan tubuhnya sambil memeluk boneka Nemo kesayangannya untuk menutupi wajahnya yang merona.
***
Pagi ini Eko sudah berseragam lengkap yang nampak hampir sempurna melekat ditubuhnya yang sexy. Jangan tanya darimana ia mendapatkan seragamnya padahal ia tidak membawanya saat menginap semalam. Yah, ia punya kuasa. Eko meminta maidnya untuk mengantarkan seragam ke sekolah.
Ia berdiri didepan pintu gerbang, sepertinya menunggu seseorang. Tapi ada yang berbeda dari raut wajahnya, ia nampak sedikit kesal. Dari tadi ia mengumpat tidak jelas pada siapa umpatan itu ditujukan. Setiap siswa yang baru datang selalu meliriknya tanpa ada yang mendekati atau berbicara padanya. Mereka akan berpikir beberapa kali sebelum mendekati pria sexy yang wajahnya sedikit tak beraturan sedang tidak bersahabat itu sekarang.
Setiap tatapan yang Eko terima cuma dibalas dengan dengusan kesal darinya. Kini ia semakin jengkel, sosok yang ditunggunya dari tadi belum juga sampai. Jika orang itu sudah ada dihadapannya nanti, Eko pasti akan langsung menyerangnya, mungkin itu tekat yang Eko genggam saat ini.
"Awas kau nanti, dasar adiknya monyet, menyebalkan" gerutu Eko.
Jam sudah menunjukkan pukul 06.54 yang artinya sebentar lagi bel masuk sekolah berbunyi. Eko masih bertahan ditempatnya, berdiri di depan gerbang dengan melipat kedua tangannya di depan dada, menunggu sosok menyebalkan yang menyebabkan dirinya harus menunggu hampir 1 jam. Yah, Eko berdiri di sana sejak jam 6 pagi. Eko lelah? Tentu saja, rasa pegalnya menjalar ke seluruh tubuh sexy nya. Namun egonya lebih besar, ia belum punya niat untuk beranjak dari tempat itu.
Tett... Tett...
Bel masuk sekolah berbunyi. Tapi sosok yang ditunggu Eko sejak tadi belum juga menampakkan batang hidungnya. Eko terpaksa pergi dari depan gerbang sekolah. Daripada dirinya nanti yang terkena hukuman gara-gara telat masuk kelas, lebih baik ia segera masuk. Dibiarkanlah sosok yang ditunggunya tadi, mungkin dia terlambat, pikir Eko.