°
°
°
"Alena sayang."
Alena menghela nafasnya dengan kasar, sudah satu minggu lebih ia diganggu oleh pemilik suara itu. Ia enggan untuk berbalik badan ataupun sekedar menjawab panggilan itu. Alena turun dari ayunannya dan berjalan keluar dari halaman sekolahnya dengan hati yang kesal.
"Tante aneh." gerutunya dalam hati.
Alena berjalan menuju rumah sepupunya yang ada di dekat sekolahnya, sesekali ia juga menoleh ke belakang untuk memastikan apakah 'tante aneh' itu mengikutinya.
"Syukurlah kalau tante aneh itu ga ngikutin aku, huft." ucapnya pelan.
Sepanjang perjalanan ke rumah sepupunya. Alena sibuk memastikan apakah keputusannya benar karena ia dan sepupunya tidak dekat sama sekali, seolah-olah sepupunya sangat membencinya. Alena menggelengkan kepalanya ketika ia menyadari pikirannya yang mulai melantur, ia beralih meyakinkan dirinya untuk tetap ke rumah sepupunya itu, setidaknya ia akan terhindar dari 'tante aneh' itu.
Senyum Alena terpampang di wajah cantiknya ketika matanya menangkap dengan jelas pagar hitam milik rumah sepupunya itu, ia menoleh ke samping kiri dan kananya serta menoleh ke belakang mencoba memastikan 1 kali lagi, apakah 'tante aneh' itu atau ada orang lain yang mengikutinya.
"Huft... aku terlalu berlebihan." ucap Alena dengan senyuman tipis.
Tanpa membuang waktu lagi, Alena langsung berlari memasuki halaman rumah sepupunya itu, ia langsung duduk di teras rumah 3 tingkat itu. Alena melepaskan sepatu dan kaos kakinya, saat hampir melepaskan kaos kakinya yang terakhir mata Alena menatap fokus ke arah sepasang sepatu yang tak asing baginya. Ia mencoba berpikir dengan keras, mencoba mengingat-ingat kembali sepatu siapakah itu. Tak lama dari itu, mata Alena terbelalak dengan tatapan seolah tak percaya, ia mengetahui sepatu siapa itu.
"Appa?." tanyanya dalam hati.
Alena berdiri, ia mengurungkan niatnya untuk masuk ke rumah itu melalui pintu depan, ia lebih memilih masuk diam-diam melalui pintu samping yang biasanya selalu dibiarkan terbuka. Dengan cepat ia mengendap-endap menuju pintu samping itu dan mencoba masuk. Sejenak ia berpikir untuk apa Papanya datang ke sini tapi tidak menjemputnya padahal TK nya dan rumah ini tidak jauh. Saat Alena berhasil masuk ia menjadi sedikit bingung dengan keadaan rumah ini, kenapa rumah ini sangat sepi dan gelap?
"Ada apa, ya?." gumam Alena pelan.
°°°°
20 menit kemudian…
"Kenapa ga ada siapapun di sini." tanyanya bingung.
Alena berhenti dan memasuki sebuah kamar tamu yang berada di lantai 2. Ia sudah mencari di lantai bawah dan lantai tengah, tapi tidak ada siapapun. Ia hanya menemukan beberapa lembar uang yang berserakan. Alena merebahkan dirinya di ranjang kamar tamu rumah itu, ia sudah merasa capek. Ia merasa pencariannya tidak menghasilkan apa-apa selain keringat. Perlahan-lahan ia memejamkan matanya dan sialnya ia kembali teringat dengan ucapan Riana yang ia sebut 'tante aneh'.
"Tidak akan ada yang perduli, ingat itu. Apa yang kamu harapkan dari Haru?, dia tidak menganggapmu lebih dari sekedar aset berharganya,"
"Ga mungkin, Appa sayang sam-." ucapan Alena terhenti ketika ia menyadari ada suara seseorang.
"Ahg...."
Alena mengubah posisinya menjadi duduk, ia mencoba menebak suara itu. Suara yang tak asing baginya, ia terus berpikir dan… menemukan jawabannya.
"Tante Yasmin?!!."
"Astaga, aku lupa periksa lantai atas!." ucapnya sambil menepuk pelan keningnya.
°°°°
Alena berdiri tepat di depan pintu kamar tempat dari suara yang ia dengar tadi, suara itu masih terdengar namun lebih kecil daripada sebelumnya. Sekujur tubuh Alena mulai mengeluarkan keringat dingin, pikiran Alena sudah menjadi buruk tentang apa yang terjadi di dalam sana.
"Bagaimana jika di dalam sana tante Yasmin disekap penjahat?,"
"Atau tante Yasmin diancam?."
Dan masih banyak lagi kemungkinan buruk di dalam pikiran gadis kecil berumur 5 tahun itu.
Dengan sedikit gugup, Alena perlahan-lahan membuka pintu itu. Dahinya mengernyit ketika menyadari pintu itu ternyata tidak dikunci. Alena membuka pintu itu sampai batasnya, dan saat pintu itu terbuka sepasang mata Alena malah menangkap basah kedua orang yang ada di dalam sana tengah memadu kasih, Alena bahkan tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Papanya dan tantenya sendiri memiliki permainan yang busuk di belakang keluarga besar mereka. Alena mengambil langkah untuk masuk ke sana, ia berdecih ketika melihat keduanya ternyata belum menyadari kehadirannya, mereka masih sibuk dengan dunia mereka berdua. Alena menarik napasnya dengan panjang dan mulai berniat memulai keributan.
"APPA?!." teriaknya dengan lantang.
Suara teriakan Alena membuat kedua orang yang sedang di mabuk cinta itu terkejut, Yasmin mendorong tubuh Haru dan langsung berlari berusaha menghindari tatapan Alena yang mengintimidasinya. Sedangkan Haru, Papanya sendiri seolah tanpa dosa langsung turun dari ranjang itu dan berjalan mendekayi pakaiannya yang berserakan di lantai, ia memunguti pakaian itu untuk memakainya.
"Pengganggu." ucap Haru pelan saat ia memakai celananya.
Alena berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya, ia berdiri di depan Haru dengan tangan bersidekap di dada.
"Appa ngapain sama tante Yasmin?." tanya Alena, ia menatap Papanya dengan tajam.
Haru menghentikan kegiatannya mengancing kemejanya, ia melihat gadis kecilnya itu dan tersenyum miring kemudian mulai menjawabnya.
"Diajarin siapa kamu berani natap dengan sorotan itu?!." tanya Haru sambil membalas tatapan tajam anaknya.
"Jawab aja!." suara Alena meninggi untuk pertama kalinya
Haru sedikit terkejut namun ia tentu tak tinggal diam, ia mengangkat tangannya bersiap melayangkan tamparan pada Alena.
"ANAK KUR- AHGGGG!!."
Haru terjatuh dan tergeletak di lantai dengan kepala yang mulai mengeluarkan banyak darah. Alena tak terkejut, ia bisa menebak ini ulah siapa. Alena mendekati Haru yang masih meringis kesakitan dan melemparkan sumpah serapahnya untuk gadis kecilnya, Alena.
"JANGAN COBA-COBA UNTUK MENAMPAR ANAK SAYA!."
°°°°
Alena duduk di tepi ranjang berwarna hitam yang berpadu dengan warna dongker kamar itu. Sejak tadi matanya tak lepas memandang anak laki-laki yang ia jumpai tempo hari di dalam mobil Riana.
"Kamu ga bosan ngoceh mulu." tanya Alena pada anak laki-laki itu.
Dahi anak laki-laki itu mengernyit saat Alena bertanya padanya, ia langsung berpindah posisi. Ia duduk di samping Alena, anak laki-laki itu menatap mata Alena sebentar.
"Gua udah biasa gini, mau gimana lagi?." jawabnya enteng dan berbaring membelakangi Alena.
"Ah iya, kalau ngomong sama gue jangan pake bahasa aku-kamu, geli." sambungnya.
"Hmm iya…."jawab Alena singkat dan ikut berbaring membelakangi anak laki-laki itu.
"Gua Alexander, anaknya Bu Riana." ucapnya singkat
"Gua mau main, lo jangan ikutin gua. Bosan gua main di sini, serasa main sama mayat." ucap Alex asal.
Alex bangun dari posisinya, ia keluar dari kamar itu. Di sisi lain, Alena semakin bingung dengan situasinya. Riana belum sama sekali menjelaskan mengenai anak laki-laki itu yang memperkenalkan dirinya dengan nama Alexander.
"Huft… sudahlah, mungkin tante itu beneran Eomma aku." ucapnya pelan.
°°
Alex POV
Hah… menyebalkan. Masa dia kaku banget, padahal gua kira Ibu bawa dia ke sini biar ada temen untuk 'main'. Gua pergi aja kali ya? Kek biasanya, main di halaman belakang!.
Gua cepet-cepet berlari ke pintu belakang dan membukanya pelan-pelan, harusnya gua ngajakin dia ke sini tapi keknya dia kaku banget dan yang pastinya dia penakut, huh cemen!
Gua tutup pintu halaman belakang itu rapat-rapat dan berlari ke belakang gudang. Di sana mainan gua tertumpuk rapi, mulai dari kelinci, kucing, ikan dan beberapa ayam tetangga yang kabur ke sini. Mereka semua gua gantung terbalik. Gua mendekati tumpukan mainan-mainan itu, huft… mereka udah kaku semua. Padahal belum gua potong-potong, ini jadinya gimana?
30 menit kemudian...
Gua buru-buru cuci tangan, biar ga bau dan ketahuan Ibu, huft… hari ini gua kesel banget!! Masa ga ada satupun mainan baru yang masuk ke jebakan gua, kalau kek gini gima-
"Alex!!."
Huft… dia belum pulang? Kenapa masih di rumah gua?
"Apa?."
Dia berlari ke arah gua, sialan ini cewek kenapa ga pulang aja sih?!
POV off
°°
Alena berlari mendekati Alex yang sudah menatapnya dengan tajam. Saat Alena berdiri di hadapan Alex, laki-laki itu langsung membuka obrolan dengan ucapan yang kasar.
"Heh sialan, ngapain lo masih di rumah gua?, nginap lo?, atau udah diusir sama bokap lo?." ucap Alex dengan smirknya.
"Hmm aku ga-."
"BERAPA KALI GUA BILANG! JANGAN AKU-KAMU, GEL-."
"Alex!."
Alex dan Alena langsung menunduk mendengar suara Riana yang kencang dan tiba-tiba. Riana mendekati kedua anak itu dengan tatapannya yang tajam.
"Jangan kasar, Alex!." ucap Riana dan menarik Alena menjauh dari Alex.
Alex mengangkat wajahnya dan memandangi punggung Ibunya dengan rasa tidak percaya, untuk pertama kali bagi Alex Ibunya mengeluarkan suara tinggi kepadanya apalagi di depan orang lain.
"Menyebalkan!." umpatnya pelan.
°°°°
Keesokan harinya, Alena turun dengan menggunakan seragam olahraganya. Dipikirannya masih terbayang-bayang ucapan Riana saat mengantarkannya pulang.
"Cara senyum," gumamnya lirih
"Praktekin aja, ya?." sambungnya
Alena berhenti sejenak dan mulai menirukan cara Riana 'tersenyum penuh', ia pun mendekati Cecil dan duduk di sebelah wanita itu, ia menarik piring sarapannya sambil memandangi wajah Cecil tanpa menghilangkan 'senyuman penuhnya'. Seolah sadar ia sedang dipandangi Alena, Cecil menoleh ke arah gadis kecil itu. Untuk beberapa detik Cecil terpaku melihat cara Alena tersenyum, gadis itu seperti bukan dirinya lagi.
"Eomma, aku cantik ngga?." tanya Alena sambil melebarkan senyumnya lagi
Pertanyaan Alena mendadak membuat Cecil merasakan mual dan takut di waktu yang bersamaan. Cecil berlari ke kamar mandi yang terdekat. Alena hanya menaikkan kedua bahunya ketika Bi Ina menatapnya seolah-olah sedang bertanya 'Nyonya besar kenapa, Non?'.
Alena melanjutkan sarapannya ia memasukkan potongan kecil roti-roti itu ke dalam mulutnya. Sekitar 10 menit kemudian, Alena sudah menghabiskan sarapannya. Matanya mengelilingi tiap sudut rumah itu, ia mencari sesuatu.
"Ah itu, di sana!." ucap Alena dengan girang.
Alena langsung berlari mendekati sebuah meja kaca di sudut ruangan itu, ia mengambil sebuah kunci. Bi Ina mendekati Alena, ia mengambil kunci yang ada di tangan Alena.
"Bukannya ini kunci mobil, Non?." tanya Bi Ina memastikan.
"Iya, kenapa?." jawab Alena tanpa menatap Bi Ina, mungkin ia sengaja untuk menundukkan kepalanya.
"Tapi Non, nanti kalau ketahuan Tuan Bes-."
"Apa perdulinya tentang aku?." ucap Alena menyela ucapan Bi Ina, ia sudah mulai mengikuti sifat Riana.
Alena mengangkat wajahnya agar dapat di lihat Bi Ina, gadis kecil itu mempraktekkan 'senyuman penuhnya'. Bi Ina terkejut melihat wajah Alena, seketika ia menjadi gelagapan.
"Tidak mau dikembalikan kepada saya?." suara Alena memberat tidak seperti biasanya.
Bi Ina tidak menjawab, mendadak hawa di sekelilingnya berubah. Ia merasakan panas dingin ketika matanya terkunci di sorot mata Alena. Bi Ina memberikan kunci itu ke Alena dengan tangan yang gemetar, gadis kecil itu menerima kunci itu dengan senang.
"Makasih." ucap Alena singkat dan berlari ke luar dari rumah besar itu.
"Non Al.. Non Alena kenapa aneh, ya?." ucap Bi Ina pelan.
°°°°
"Dia mual-mual?." tanya Riana setelah mendengarkan pernyataan panjang dari Alena.
"Keknya ia Eomma, dia kenapa ya?." jawab Alena seadanya.
Riana berdiri membelakangi Alena dan membuat gadis kecil itu sedikit penasaran.
"Mungkin dia hamil." jawab Riana yang menurutnya adalah benar.
Alena ikut berdiri setelah mendengar jawaban Riana, ia berdiri di samping Riana dan menggenggam tangan Eomma nya itu.
"Eomma mau bayi itu lahir?." tanya Alena pelan, ia menoleh ke arah Riana seolah ia menunggu jawaban.
"Biarkan saja bayi itu lahir." jawab Riana seadanya dan pergi dari ruangan itu meninggalkan Alena sendirian.
Alena menghela nafasnya pelan dan kembali meniru 'senyuman penuh' Riana.
"Baiklah, kita tunggu bayi itu lahir." ucapnya pelan
°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Assalamualaikum.
Selamat Pagi/Siang/Sore/Malam.
Happy reading
Instagram : @meisy_sari
@halustoryid
Maafkan bila terdapat typo🙏🏻
Tinggalkan saran kalian❤