°
°
°
"Hamil??." ucap Haru kaget, ia langsung duduk di samping istrinya yang sedang terbaring. Ia juga sesekali mengusap kepala Cecil saat dokter menjelaskan keadaan istrinya itu.
Alena berdiri dan bersandar di ambang pintu sambil menatap dokter itu dengan instens. Saat dokter itu pamit Alena mengikuti dokter itu dengan alasan 'mengantar hingga pintu saja'.
"Dokter." ucap Alena memecahkan keheningan
"Ya?."
"Kerja bagus, lanjutkan. Harus tetap seperti ini, bayaran akan saya kirim tiap bulannya." jelas Alena dengan suara pelan.
Dokter itu hanya mengangguk tanpa menoleh ka arah gadis kecil yang kini sedang berbicara dengannya, dipikirannya penuh akan kejadian mengerikan yang terjadi beberapa jam lalu.
Flashback on
"Hei ayolah, di rumahmu terlalu banyak bahan kimia yang berbahaya. Padahal pekerjaanmu hanya dokter kandungan, kan?." tanya Alena.
Alena mendekati lemari kaca yang berisi puluhan wadah kimia, ia membuka lemari kaca yang dapat ia gapai, ia mengambil beberapa di antaranya sekaligus. Alena berjalan dengan cepat dan hati-hati mendekati dokter yang sudah ia kenal lama, tubuh dokter itu gemetaran ketika matanya bertemu tepat dengan mata Alena. Gadis 5 tahun itu mengawali aksinya dengan 'senyuman penuh' miliknya. Ia membuka wadah cairan kimia itu dan menumpahkannya ke kaki dokter itu.
Spontan dokter itu langsung berlari menjauh dan mencari air untuk membasuh kakinya yang mulai terasa panas. Alena mengikuti langkah dokter itu dengan santai, ia sudah tau apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Saya rasa kamu masih mengingat saya."
Bugh…
Tubuh dokter itu terhempas ke belakang, ia menabrak seseorang. Alena berlari dan memeluk orang itu, orang yang sudah ia terima sebagai Eomma kandungnya.
"Oh ayolah mau kubantu berdiri?." tawar Riana sambil mengulurkan tangannya.
"Be-berikan saja saya-."
Byur…
Dari sisi lain, ada 3 orang yang langsung mengguyur dokter itu dengan air. Dokter itu pasrah dengan permintaan gadis itu.
"Ba-baiklah, saya akan mengikuti perintah anda." ucap dokter itu sambil menunduk.
Alena langsung meloncat kegirangan, ia merasa puas. Ia pun menarik tangan dokter itu agar berdiri, Riana pun ikut membopong tubuh dokter itu berdiri dan mendudukkannya di sofa.
"Ikuti semua perintah Alena." ucap Riana sambil 'tersenyum penuh'.
Flashback off
°°°
"Hei, lihat…mainanku di sana sangat indah, kan?." ucap seorang anak laki-laki dengan baju yang sudah sangat kotor dan bau, Alex.
Beberapa orang di halte itu lebih memilih tidak menghiraukan anak laki-laki ini, bahkan ada yang menganggap Alex sebagai orang gila.
"HEH, GILA!." ucap seorang remaja yang umurnya jauh di atas Alex.
"Hmm?, gila?." tanya Alex memastikan.
Wajah orang itu menjadi merah padam, ia mengepalkan tangannya dengan kuat. Sedangkan Alex hanya menatap orang itu dengan tatapan bingung, kenapa semua orang seakan membencinya?
"PERGI!." ucap remaja itu mengusir.
"HEH BAPAK LO SIAPA HAH, ASAL NYURUH ORANG PERGI!." ucap seseorang yang tidak di ketahui namanya.
Orang itu langsung mendekati remaja yang mengusir Alex tadi, ia berdiri di depan Alex sehingga tubuh mungil Alex tertutupi.
"JANGAN JADI JAG- AGH!."
"JINGIN JIDI JIG, IGH!." ucap orang itu seraya menirukan ucapan remaja itu barusan.
"Ck, di tendang gitu aja sakit, cemen!." sambung orang itu.
Orang itu menarik tangan Alex menjauh dari kerumunan orang di halte itu, ia mengajak Alex duduk di sebuah toko manisan dan membelanjakan Alex beberapa roti.
"Makan." ucap orang itu dan menyodorkan 3 bungkus roti untuk Alex.
"Gua?." tanya Alex dengan bingung.
"Heh, iyalah." jawabnya sambil menjitak kepala Alex pelan.
Alex tak mempermasalahkan jitakan yang barusan ia dapat, ia malah langsung mengambil 3 bungkus roti yang disodorkan oleh orang itu. Alex langsung membukanya dan melahapnya seperti orang kelaparan, orang itu hanya memandangi Alex sambil tersenyum tipis, seolah merasa dirinya tengah dipandangi Alex menoleh ke arah orang itu dan mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya 'kenapa'. Orang itu menggelengkan kepalanya sebagai jawabannya.
"Ga makan?," tanya Alex tak enak, karena ia sudah menghabiskan 2 bungkus roti yang dibeli orang itu tanpa menawarkan balik.
"Gue punya kertas merah 3 lembar, ambil aja beli untuk lo. Ini untuk gua gapapa ya??." sambung Alex.
Orang itu malah terkekeh sambil memegangi perutnya mendengarkan penuturan polos Alex, kertas merah?.
"Lo ga sekolah?", tanya orang itu.
"Masih TK, tapi gua sering bolos. Ga ada gunanya belajar masih kecil gini, gua lebih suka dengan hal yang 'beda', hmm." jawab Alex sambil menekan kata beda.
"Terserah, hmm gua Aditya. Lo?." ucap orang itu sambil mengangkat tangannya untuk berjabat tangan.
"Alexander." jawab Alex sambil memasukkan semua rotinya dan menjabat tangan Aditya.
"Lo masih TK?, hmm bocil." ucap Aditya asal dan menertawai ucapannya sendiri.
Kening Alex mengernyit dengan alis yang terangkat, ia bahkan tidak tahu dimana letak kelucuan ucapan Aditya barusan.
"Kok ketawa, bocil? Lo emangnya kelas berapa?." tanya Alex berturut.
Aditya berdeham beberapa kali menyudahi tawanya, ia sedikit menoleh Alex dan menepuk-nepuk pelan puncak kepala Alex.
"Gua juga bocil, tapi gua 2 tahun lebih tua daripada lo. So you should call me 'Kak Aditya', paham?." jelas Aditya sambil meluruskan pandangannya lagi ke depan.
Alex menampilkan ekspresi seolah ia sedang berpikir dan tak lama kemudian berdiri dan menyerogoh sakunya, ia mengeluarkan 3 lembar uang kertas berwarna merah. Ia sodorkan ke Aditya sambil tersenyum. Aditya mendongak untuk melihat apa yang Alex lakukan, matanya membelalak besar ketika melihat 3 lembar uang kertas berwarna merah itu ternyata benar-benar dimiliki Alex. Aditya sontak ikut berdiri, ia mengabaikan sodoran uang itu dan malah mencengkram bahu Alex dengan tatapan tajam.
"Lo nyuri uang?!." bentak Aditya yang membuat Alex sedikit kaget.
"Nggak, Ibu yang kas-."
"Jujur!." potong Aditya.
"Gua jujur, gini-gini gua anak orang kaya!." ucap Alex dengan nada sombong.
Alex menggerakkan bahunya seolah meminta Aditya melepaskan cengkramannya, Aditya mengikuti keinginan Alex.
"Gua tuh jujur, hmmm ambil aja gapapa nih." ucap Alex sambil menyodorkan uang itu lagi.
"Ga." tolak Aditya cepat.
Aditya menggelengkan kepalanya dan berlalu meninggalkan Alex yang masih kebingungan, untuk pertama kalinya uangnya ditolak oleh seseorang. Buru-buru Alex langsung mengejar Aditya dan mencekal tangannya, menyadari bahwa Alex lah yang mencekal tangannya Aditya langsung berbalik badan ia menghela nafasnya panjang dan mengusap-usap mukanya.
"Kenapa." tanya Aditya.
"Mau jadi teman gua?." tawar Alex.
°°°
"Wih gila, ini rumah siapa." tanya Alex sambil menggelindingkan badannya berulang kali di kasur luas milik Aditya.
"Rumah setan!." jawab Aditya asal.
Buru-buru Alex menghentikan aksinya dan mendekati Aditya sambil memeluk salah satu tangan Aditya.
"Beneran ada setan? Kenapa lo ajak gua ke rumah setan? Kata lo ini rum-."
"Woi, lo mikir mikir mikir! Ini rumah bokap gua lah! Masa rumah set-."
"Berarti bokap lo…setan, ya?."
°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Assalamualaikum.
Selamat Pagi/Siang/Sore/Malam.
Happy reading
Instagram : @meisy_sari
@halustoryid
Maafkan bila terdapat typo🙏🏻
Tinggalkan saran kalian❤