Chereads / TELEPON TENGAH MALAM / Chapter 47 - Cerita Tentang Aku, Kita dan Mereka - 6

Chapter 47 - Cerita Tentang Aku, Kita dan Mereka - 6

Aku membaca salah satu halaman buku yang ditunjukkan Armus, "Leap Castle."

Penguasaan bahasa Inggrisku memang tidak begitu baik tetapi dari apa yang kubaca dan juga penjelasan Armus, aku dapat mengerti inti dari kisah yang ditulis pada buku itu. Kisah tentang sebuah puri yang dikenal sebagai salah satu tempat paling berhantu di Irlandia dengan sejarah penuh pembunuhan di tempat itu.

Alkisah, sekitar empat ratus tahun lalu Leap Castle itu dihuni dan menjadi tempat pertahanan keluarga bangsawan O'Carroll. Seperti umumnya pada masa itu, para bangsawan menyewa tentara bayaran untuk memerangi musuh mereka, tak terkecuali keluarga O'Carroll ini. Namun tragisnya, banyak dari tentara bayaran yang disewa itu menemui ajalnya saat meminta upah yang menjadi hak mereka dan hal itu dilakukan oleh majikan mereka sendiri.

Caranya pun keji. Setiap korban dikelabui diminta masuk sebuah ruangan khusus dan didorong jatuh ke dalam semacam lubang bawah tanah dengan paku-paku dan tonggak tajam di dasarnya. Dan keluarga itu menikmati teriakan para korban yang sekarat hingga tewas kehabisan darah di bawah sana. Menurut catatan, beberapa tahun lalu di awal sembilan puluhan para pekerja menemukan ruang tersembunyi itu yang bernama Oubliette dan banyak sisa-sisa kerangka manusia di dalamnya.

Selanjutnya, pembunuhan demi pembunuhan terjadi di dalam keluarga O'Carroll. Salah satunya ketika salah satu anak perempuan jatuh cinta dan melarikan seorang tawanan namun dalam pelarian itu mereka dipergoki kakak lelaki sekaligus pewaris keluarga dan memaksa mereka membunuhnya hingga si anak perempuan ini menjadi penguasa menggantikan kakak yang dibunuhnya. Kemudian di keturunan selanjutnya, permusuhan antar saudara lelaki dimana satu pihak seorang ksatria dan pendeta di pihak yang lain. Akibat meruncingnya perselisihan mereka, si pendeta dibunuh oleh saudaranya saat memimpin ritual di Chapel, yang akhirnya dinamakan Bloody Chapel karena kejadian itu. Dan banyak lagi kisah tragis yang terjadi di puri itu hingga di masa kini puri itu sangat terkenal berhantu.

"Mungkinkah puri itu terkutuk oleh dendam para korban tentara yang mati penasaran?" tanya Nanta.

"Hmm. Dalam kasus ini, bisa jadi, Nan. Tapi tidak bisa digeneralisir bahwa setiap tempat berhantu merupakan tempat yang terkutuk," jawab Armus.

"Maksudnya?" Kali ini aku yang bertanya penasaran.

"Dalam banyak kasus, kondisi lingkungan suatu tempat juga dapat menyebabkan tempat itu dikatakan angker atau berhantu. Begini, kalian pasti pernah nonton film atau melihat gambar tentang puri atau benteng peninggalan jaman dahulu."

"Ya, pernah."

"Coba diingat, rata-rata berdinding tebal dan terbuat dari susunan batu alam, kan?"

Aku dan Nanta mengangguk kompak. "Apa ada hubungannya dengan Residual Energy?"

"Ah, you knew it already, Nanta." Ia menatap senang pada Nanta. "Coba jelaskan."

"Pada intinya, alam dapat merekam kejadian-kejadian yang punya energi kuat positif maupun negative. Bebatuan alam atau mengandung unsur air dapat menjadi media rekaman tersebut terutama saat ada tragedi atau kecelakaan yang memakan korban, kejadian itu bisa terekam karena energi negatif atau efek traumanya kuat sekali." Nanta menjawab dengan lancar.

"Oh, seperti penjelasan kamu waktu itu ya, Nan? Dan pada saat tertentu, juga dengan frekuensi yang tepat, kita bisa melihat rekaman kejadian itu," sambungku.

Armus bertepuk tangan girang. "Bravo! Kalian berdua benar sekali. Alam memang dipercaya dapat merekam dan memutar kembali kejadian-kejadian di masa lalu. Tapi ada juga penampakan yang dilihat seseorang itu ternyata hanya efek halusinasi belaka. Kurangnya sirkulasi udara dan minimnya penerangan, juga faktor kelelahan akibat berkeliling lorong dan ruangan puri, mudah sekali menyamarkan pandangan seseorang."

"Ditambah lagi faktor sugesti. Saat suatu tempat yang sebenarnya aman-aman saja namun dipercaya berhantu apalagi diperkuat banyak cerita dari mulut ke mulut yang beredar, maka seseorang akan tersugesti juga bahwa tempat itu berhantu."

₡ ₡ ₡

"Fel, kok malah ngelamun? Kamu belum jawab pertanyaanku barusan," tegur Siska membuyarkan lamunanku.

"Eh, sorry. Gini, Sis. Menurutku…"

"Iya, gimana, Fel?"

"Mmm. Menurutku, bukan terkutuk, tetapi memang tempatmu itu punya sejarah yang kelam dan tragis. Energi negatifnya kuat sekali."

"Terus, gimana?" Ia mulai panik.

"Tenang aja, Sis. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya dan kami pasti bantu sebisa kami. Sekarang lebih baik kita pulang dan istirahat. Iya kan, Fel?" Nanta dengan nada bijak berusaha meredakan kepanikan Siska.

"Iya, Sis. Masalahmu ini sekarang udah jadi masalah kami juga. Kita akan hadapi bersama sesulit apapun itu." Aku merangkul dan menepuk pundaknya.

"Janji?" Siska menatap penuh harap.

Aku dan Nanta mengangguk mantap. "Janji."

"Ok. Kita pulang sekarang?" lanjut Nanta.

Siska menatap kami lekat. Aku tahu pasti masih banyak pertanyaan dan kegalauan di dalam benaknya.

Sejenak kemudian ia tersenyum dan bangkit berdiri. "Ayo deh. Udah malam begini."

Baru saja aku bangkit berdiri dari posisi dudukku, mendadak sebuah aliran hawa dingin merayapi belakang leherku. Sudut mataku menangkap sosok yang tak asing bagi kami. Ia melayang sejajar di antara aku dan Nanta.

"Mbak Lastri ..!"