Chereads / Broken White / Chapter 34 - Langit dan Bumi

Chapter 34 - Langit dan Bumi

Persiapan pernikahan bukan hanya soal acara resepsi yang biasanya ingin digelar mewah. Kehidupan berumah tangga juga bukan cuma tentang urusan ranjang. Ada banyak hal lain yang perlu dibahas pasangan sebelum menikah.

Pernikahan bukan solusi, melainkan justru awal dari berbagai masalah baru. Itulah kenapa ada beberapa hal yang sebaiknya dibahas sebelum janji suci diucapkan.

Berbekal keyakinan itu, Kirana menganjak Rendra membahas rencana penyusunan perjanjian pranikah.

Gara-gara kiriman uang Rp100 juta tempo hari, Kirana menempatkan masalah finansial dalam urutan pertama. Dia merasa sangat perlu membahas soal pengelolaan keuangan bersama Rendra terlebih dahulu.

Memulai obrolan serius ini, Kirana meletakkan tangan kirinya di atas meja. "Mari kita bicara soal ini dan ini."

Saat mengatakannya, Kirana tampak menepuk pelan cincin tunangannya dengan jari telunjuk kanan, lalu melakukan hal serupa pada cincin yang dikenakan Rendra.

Rendra sendiri tak mengerti apa maksudnya, tapi dia memilih tidak berkomentar apa pun. Meski demikian, dia langsung paham ke mana arah pembicaraan ini begitu Kirana mengungkapkan apa yang mengganjal di kepalanya.

"Soal uang yang Mas kirim kemarin, kenapa Mas Rendra harus kirim sebanyak itu?"

Dugaan Rendra ternyata benar. Kirana mempermasalahkan uang yang dikirim Rendra untuk membeli cincin tunangan mereka.

Rendra menanggapi pertanyaan Kirana dengan senyuman. "Memangnya kenapa? Saya sudah bilang kalau itu sesuai kebutuhan kamu," jawabnya kemudian.

Jawaban itu membuat Kirana menghela napas. Seolah ingin menenangkan diri supaya tidak buru-buru emosi dengan kesombongan pria di hadapannya ini, Kirana meminum jus stroberi yang barusan diantarkan pelayan kafe.

"Saya membeli sepasang cincin pertunangan ini dengan harga yang tidak sampai Rp1 juta. Apa menurut Mas Rendra masuk akal jika uang yang ditransfer kemudian mencapai Rp100 juta?"

'Apa yang lebih tidak masuk akal adalah harga cincinnya. Kenapa cuma Rp1 juta?' batin Rendra.

Tentu saja Rendra sadar kalau dia tidak mungkin berkata seperti itu secara langsung. Tunangannya bisa saja semakin kesal.

"Jika itu memang berlebih, kamu bisa pakai untuk kebutuhan lainnya. Beli beberapa seserahan, misalnya?"

Kirana terlihat kalem dan hanya mengangguk beberapa kali setelah mendengar balasan Rendra, membuat pria itu merasa aman karena yakin sudah melontarkan jawaban sempurna.

"Oke, saya bisa pakai untuk ngurus acara resepsi juga," ujar wanita itu.

Rendra setuju dengan ide itu. Namun, dia berpikir ada hal lain yang perlu dia lakukan lagi soal uang, utamanya setelah Kirana menyebut resepsi.

"Mari tidak membebani orangtua dengan biaya pernikahan. Nanti saya kirim beberapa ratus lagi untuk tambahan. Uang segitu udah pasti kurang, kan?"

Kirana mencium bau-bau kesombongan lagi. Demi meredam prasangkanya, dia langsung bertanya, "Ratus ribu?"

"Juta."

Rendra tampak tenang saat mengatakan sesuatu yang membuat Kirana syok. Pikir pria itu, bukankah pernikahan memang membutuhkan banyak biaya? Uang yang dia tawarkan pun belum ada apa-apanya dibandingkan total biaya pernikahan pertamanya dulu.

Rendra tahu keluarga Kirana tidak menuntut acara pernikahan yang terlalu mewah. Itulah kenapa dia juga mencoba berhemat. Lalu, kenapa Kirana masih menganggapnya berlebihan?

"Mas, coba tebak. Berapa harga jam tangan yang saya pakai ini?"

Kirana bertanya sambil memperlihatkan jam tangan miliknya. Ada sesuatu yang ingin dia sampaikan dengan membahas harga aksesori tersebut.

Rendra pun mengamati jam tangan kayu yang menghiasi pergelangan tangan kiri Kirana. Rendra tidak mengenali merek yang tertera pada aksesori berwarna cokelat susu itu. Namun melihat desainnya yang tidak biasa, Rendra yakin jika itu adalah jam buatan tangan, bukan pabrikan. Harganya pasti tidak murah.

Rendra pernah melihat jam tangan kayu dari beberapa merek terkenal. Bukannya merendahkan, tapi dia sepenuhnya yakin kalau Kirana tidak akan mau membeli jam tangan semahal itu.

Pria itu lalu mencoba mengingat harga jam tangan yang biasanya dijual vendor kelas menengah di Mandala Mall. Berapa angka yang cukup masuk akal bagi Kirana?

"Rp5 juta? Rp10 juta?" tebak Rendra.

"Jam tangan saya terlihat semewah itu? Ini cuma Rp1 juta, Mas," kata Kirana. "Sebenarnya malah tidak sampai Rp1 juta, kurang Rp10 ribu atau Rp20 ribu kayaknya. Saya lupa…."

Kali ini, giliran Kirana yang tersenyum melihat ekspresi kaget Rendra. Pria itu terlihat tak yakin dengan apa yang diungkapkan Kirana barusan.

"Saya membelinya langsung dari pengrajin yang sebelumnya jadi narasumber saya saat liputan. Ini bukan karena mereka memberikan saya harga khusus, tapi mereka memang punya produk berkualitas dengan harga yang masih masuk akal untuk orang-orang seperti saya."

"Cincin saya dan Mas Rendra juga seperti itu. Banyak pengrajin lokal yang luar biasa, kan?" lanjut Kirana.

Rendra bukannya buta soal produk lokal. Dia tahu ada banyak produk lokal dengan harga dan kualitas bersaing.

Hanya saja, baru kali ini dia sadar jika aksesori murah seperti itu memang bisa membuat seseorang terlihat begitu elegan. Selera Kirana boleh juga, pikir Rendra.

"Sekarang, saya tanya. Berapa harga jam tangan Mas Rendra?"

Kirana terlihat sangat percaya diri di mata Rendra. Perempuan itu seperti sudah tahu jawabannya meski baru saja bertanya.

"Menurutmu berapa?" tanya Rendra dengan nada agak menantang.

"Jika Mas Rendra tidak membeli dengan harga diskon, mungkin itu sekitar Rp250 juta. Wah, kayaknya saya bisa membeli tanah yang cukup luas untuk membangun rumah di atasnya dengan uang sebanyak itu."

Rendra terkejut dengan tebakan Kirana. Sejujurnya dia sudah tidak ingat berapa tepatnya jumlah uang yang dia keluarkan untuk membeli jam tangan yang dia kenakan sekarang. Namun, nilainya memang tak jauh dari angka yang disebutkan Kirana.

"Kebetulan saya pernah mengulas harga jam tangan yang Mas Rendra pakai sekarang. Mas juga tahu, kan? Banyak selebritas yang menikah dengan pengusaha kaya raya. Nah, salah satu di antara mereka punya jam tangan dengan model seperti itu. Harganya sekitar Rp250 juta."

Penjelasan Kirana semakin membuat Rendra kagum. "Wah, saya hampir lupa kalau apa pun yang saya pakai sekarang adalah bagian dari jangkauan pekerjaanmu."

Keduanya lalu tertawa ringan bersama. Rendra bahkan sedikit bertepuk tangan untuk memuji kemampuan Kirana.

"Apa sekarang Mas Rendra jadi lebih bisa memahami perbedaan di antara kita soal keuangan? Harga jam tangan kita aja kayak langit dan bumi," ucap Kirana.

"Kalau mau, saya bisa membelikan kamu jam tangan yang.…"

"Bukan itu maksud saya, Mas," kata Kirana buru-buru memotong ucapan Rendra. "Saya nggak minta dibelikan jam tangan mahal. Saya berharap kita bisa menemukan jalan tengah untuk perbedaan gaya hidup kita yang sangat mencolok ini."

Rendra tersenyum. Dia terkesan dengan cara sederhana Kirana menunjukkan salah satu perbedaan yang mungkin berpotensi menimbulkan masalah setelah mereka menikah nanti.

Ini bukan hanya soal Kirana atau Rendra. Mereka berdua harus saling menyesuaikan diri.

"Oke. Jadi, kita bisa bahas ini mulai dari mana?" tanya Rendra kemudian.