"Kalian besok mau tunangan tapi dia nggak bisa dihubungi sejak kemarin?"
Firda terlihat sangat kesal saat mengomentari cerita Kirana tentang Rendra yang tidak bisa dihubungi semalam. Emosinya semakin menjadi karena dia berbicara sambil menyantap ayam geprek cabai 15. Sungguh perpaduan yang pas!
"Sebenarnya nggak bisa disimpulkan seperti itu juga. Aku cuma belum coba telepon lagi aja. Mungkin dia bakal merespons kalau misalnya aku hubungi lagi tadi pagi atau sekarang."
Firda mencebik mendengar balasan Kirana yang terkesan membela Rendra.
"Kenapa nggak dia aja yang ngelakuin itu? Bukan cuma dia yang kerja di akhir pekan, kamu juga. Minimal dia bisa chat sebelum berangkat kerja. Basa-basi tanya kenapa semalam kamu telepon lah, minta maaf karena semalam udah tidur atau apa lah."
Sebenarnya Kirana sudah menduga bakal mendapatkan reaksi semacam ini dari Firda. Dia tahu sahabatnya akan lebih mudah mengatakan sesuatu yang coba dia abaikan sejak kemarin.
Mengapa Rendra mengabaikannya? Setelah Rendra melarangnya telepon dengan alasan rapat kemarin sore, tidak ada kabar apa pun dari pria itu.
Jujur saja, Kirana jadi bingung karena tidak tahu kapan Rendra selesai bekerja. Saat menelepon tadi malam, dia pikir Rendra sudah dalam mode santai, tapi ternyata malah tidak diangkat.
Kirana mencoba berpikir positif. Namun, bukankah normalnya Rendra bersikap seperti yang dikatakan Firda? Setidaknya pria itu bisa menelepon sebentar atau mengirimkan pesan singkat sebelum memulai kesibukannya hari ini. Kenapa dia malah diam saja sampai siang?
"Na, kamu beneran yakin sama Rendra? Iya, sih. Kalian sebenarnya udah dijodohkan sejak dua tahun lalu. Tapi, keluarga kalian baru ketemu buat bahas itu lagi belum sampai seminggu yang lalu, Na. Apa kalian nggak terlalu buru-buru?"
Kirana meminum susu cokelatnya terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Firda. Dia butuh menghilangkan pedas dan sensasi panas di lidahnya setelah menikmati seporsi ayam geprek juga.
"Besok itu baru lamaran, Da. Nikahnya belum tahu kapan," kata Kirana.
"Kalau Rendra bisa tiba-tiba secara sepihak memutuskan tunangan akhir pekan ini, artinya dia juga sanggup melakukan hal serupa soal hari pernikahan, kan? Kalian bisa aja langsung menikah sehari setelahnya kalau dia maunya begitu."
Kirana berdecak sambil menatap heran temannya. "Bahkan pas nulis fiksi, aku menghindari alur kayak gitu, lho. Nggak masuk akal."
"Persiapan nikah banyak banget, kan? Urusan administrasinya aja panjang bener, belum lagi ada tes kesehatan dan lain-lain. Kamu ini kayak belum pernah nikah aja," ucap Kirana kemudian. "Berapa lama coba persiapan nikahanmu kemarin?"
"Enam bulan kayaknya. Kamu inget, kan? Susah banget cari gedung buat resepsinya. Hehehe...."
Tentu saja Kirana ingat. Kala itu dia ikut repot karena Firda galau kesulitan mendapatkan lokasi resepsi yang bisa muat banyak tamu tapi menawarkan harga terjangkau. Terima kasih kepada pekerjaan Kirana yang membuat dia mengenal baik beberapa general manager hotel di Jogja sehingga cukup berguna saat Firda merepotkan dirinya.
"Intinya, banyak yang harus dibahas. Aku sama dia perlu ngomongin perjanjian pranikah juga, kan?"
Kirana bertanya seperti itu karena tahu Firda juga melakukan hal serupa sebelum menikah dengan suaminya sekarang.
Firda pun sangat antusias menanggapinya. "Harus! Jaman sekarang, perjanjian pranikah itu wajib banget. Ada banyak poin yang mesti kalian sepakati bersama, termasuk soal konsekuensi kalau salah satu di antara kalian selingkuh."
***
"Bos, itu namanya selingkuh. Mana boleh Bos kayak gitu ketika besok mau tunangan sama Mbak Kirana."
Ini benar-benar hari yang melelahkan. Jadwal Rendra bahkan sudah padat jika dia tidak bangun kesiangan akibat mabuk semalam dan menjadi semakin menguras energinya karena Bobby berusaha keras agar tidak ada satu agenda pun yang perlu ditunda.
Tentu saja Rendra berterima kasih atas kecakapan Bobby yang memang tidak perlu diragukan lagi selama sekian tahun menjadi sekretarisnya. Namun, pria yang lebih muda darinya itu sungguh menyebalkan karena selalu membahas perkara selingkuh setiap kali ada kesempatan.
Bobby bahkan seenak jidat memberikan libur kepada supir yang mestinya mengantarkan mereka ke beberapa lokasi proyek hari ini. Dia rela menyetir sendiri agar mendapatkan lebih banyak peluang untuk membahas sesuatu yang secara sepihak telah dia klaim sebagai kasus dugaan perselingkuhan.
Selain satu kalimat yang menyatakan bahwa Rendra hampir bercinta dengan sang mantan, Bobby sebenarnya tidak mendapatkan informasi lainnya lagi sejak tadi pagi. Meski begitu, dia terus membuat berbagai spekulasi yang sangat berlebihan, bahkan cenderung liar.
Setelah hampir sepanjang hari mengabaikan kelakuan kurang ajar Bobby, Rendra akhirnya menyerah. Bagaimana pun, dia merasa berhak membela diri.
"Saya cuma hampir, tapi belum benar-benar melakukannya," kata Rendra.
Keduanya sedang dalam perjalanan menuju hotel. Jika Bobby tetap membuat Rendra kesal, diam-diam sang bos mempertimbangkan untuk mengusir Bobby turun di tengah jalan. Biarpun lelah, Rendra merasa lebih baik menyetir sendiri saja.
"Jika saya jadi Mbak Kirana, fakta bahwa Bos mengijinkan perempuan lain masuk ke kamar hotel saja sudah cukup jadi bukti perselingkuhan."
Rendra benar-benar tidak suka dituduh berselingkuh. Bagaimana dia bisa selingkuh jika nyatanya dia belum resmi memiliki pasangan?
"Saya dan Kirana belum ada hubungan apa pun. Kenapa kamu membuat seolah saya sudah mengkhianati dia kemarin?" protes Rendra.
Bobby bisa melihat ekspresi kesal bosnya yang duduk di belakang dari pantulan spion tengah mobil. Bukannya takut, dia malah tersenyum, merasa senang karena akhirnya ditanggapi.
"Bos ingat omongan Mbak Kirana waktu dia bilang nggak suka hubungan rumit? Dia nggak mau menikah dengan seseorang yang masih terjebak masa lalu," ujarnya kemudian.
"Saya masih inget banget. Entah ada cinta atau tidak, Mbak Kirana bilang nggak suka ditinggalkan. Dia bilang, itu sangat menyakitkan."
Entah bagaimana, amarah Rendra langsung menghilang gara-gara Bobby membuatnya ingat dengan sisi rapuh Kirana yang dia lihat tempo hari. Dia juga terbayang ekspresi sendu Kirana saat mengatakan betapa menyakitkan bagi perempuan itu jika sampai ditinggalkan karena orang ketiga.
"Bos sadar nggak, sih? Bukannya itu semacam kode kalau sebenarnya Bos nggak punya pilihan lain? Itu artinya, apa pun yang terjadi setelah kalian menikah nanti, Bos nggak boleh meninggalkan Mbak Kirana."
"Seandainya Mbak Kirana sampai tahu kejadian semalam, saya tidak yakin apakah dia masih mau melanjutkan rencana pernikahan. Dia udah terang-terangan bilang nggak suka hubungan rumit."
Rendra hanya diam, seolah sengaja membiarkan Bobby menceramahi dirinya.
"Menurut Bos, apa Mbak Kirana mau menikah dengan seseorang yang sebelum hari pertunangan malah nyaris bercinta dengan mantan istrinya? Bos mestinya lebih tahu apa yang kemungkinan besar bakal dilakukan calon istri Bos," kata Bobby lagi.
Rendra mengela napas. Pada akhirnya, dia merasa kalah dari Bobby sekaligus bersalah kepada Kirana. "Jangankan menikah, acara pertunangan besok pagi juga bisa saja mendadak dibatalkan...."