"Mbak, barusan saya ngirim tulisan terakhir."
Sekitar 10 menit sebelum jam kerja Kirana berakhir, Maudy mengatakan bahwa dia telah menyelesaikan target hariannya. Berbeda dengan Kirana, Maudy memang masih harus bekerja hingga lebih dari dua jam ke depan. Namun, biasanya dia sudah tidak menulis artikel apa pun lagi, kecuali memang sangat penting dan mendesak.
"Oh, makasih, ya. Semoga setelah aku balik, nggak ada yang heboh atau viral lagi, ya. Mendadak ada seleb pamer undangan kawin, misalnya. Hahaha...," ucap Kirana yang tertawa ringan melihat Maudy langsung berdoa tidak ada terjadi apa pun hingga jam kerjanya berakhir.
Bekerja hingga malam hari pada akhir pekan memang tidak menyenangkan. Bukan hanya karena suasana kantor yang jauh lebih sepi ketimbang hari biasanya, melainkan juga ancaman breaking news yang bisa datang kapan saja. Bukankah menyebalkan jika harus sibuk sendirian ketika orang lain menikmati hari liburnya?
Biarpun bertugas di kanal gaya hidup, bukan berarti bisa lepas tangan begitu saja dari kerepotan akibat breaking news. Orang-orang seperti Maudy justru harus segera berpikir keras mencari sisi lain yang bisa dibahas dari berita utama. Dia dituntut bisa memanfaatkan momen demi menarik lebih banyak pembaca.
Sebenarnya, Kirana sendiri juga bisa kena batunya. Hari ini Mirza libur. Jadi meskipun sebentar lagi sudah bisa pulang, tetap saja dia harus selalu siap jika Maudy mendadak mengirimkan artikel pukul 10 malam nanti.
Kirana memang bisa minta bantuan editor dari tim lain yang masih di kantor sampai malam, tapi mereka sering kali juga sudah terlalu ribet. Breaking news memang salah satu cara terampuh untuk membuat semua orang mendadak sibuk.
"Di Twitter lagi rame banget soal gagal nikah gara-gara calonnya selingkuh sampai hamil. Mbak udah baca utasnya? Kesel banget sama kelakuan mantannya. Bisa-bisanya selingkuh pas lagi persiapan nikah."
Sambil membuka tulisan yang baru saja dikirimkan Maudy, Kirana mengatakan, "Tadi sempat lihat, tapi belum baca lengkapnya, sih. Itu yang mantannya udah pernah selingkuh, tapi minta kesempatan kedua, kan?"
Maudy mengiyakan ucapan Kirana. "Walau ada juga yang beneran bisa tobat, selingkuh emang katanya kayak bikin ketagihan gitu, kan. Sekalinya pernah selingkuh, besok-besok besar kemungkinan bakal terulang lagi."
Kirana membaca artikel yang ditulis Maudy dengan saksama. Seperti biasa, dia memeriksa kemungkinan adanya kesalahan penulisan hingga logika kalimat.
'Mungkin orang-orang merasa aku jahat banget, tapi aku berharap kamu nggak bahagia bersamanya.'
Kirana tertegun membaca sebuah kalimat yang ditulis si pembuat utas alias perempuan yang jadi korban perselingkuhan dalam artikel bikinan Maudy. Ingatannya mendadak kembali ke masa lalu.
Dia pernah mengatakan hal serupa dengan penuh kebencian kepada seorang pria yang mengkhianatinya.
***
Sekitar lima tahun lalu, Kirana tidak menyangka dia bakal melakukan sesuatu yang dianggap sangat menyedihkan bagi banyak orang.
"Aku jelas nggak butuh ini lagi," kata Kirana sembari melepaskan sebuah cincin emas putih berhias permata dari jarinya.
Kirana mengembalikan cincin tersebut kepada pria yang kala itu duduk di hadapannya dengan wajah penuh penyesalan. Ya, pria itu berkali-kali mengaku menyesal hingga membuat Kirana jengah mendengarnya.
Sudah cukup Kirana berkali-kali memberikan maaf bagi pria yang nyatanya hanya terus melukainya lagi dan lagi. Tidak ada lagi kata maaf. Mengapa dia harus memaafkan orang yang cuma bisa menyakitinya sampai akhir?
Sebulan lagi mestinya Kirana menikah dengan pria itu, tapi dia malah selingkuh untuk kesekian kali. Ironisnya, menjelang hari pernikahan, dia justru terjebak dalam situasi di mana dirinya tak punya pilihan selain meninggalkan Kirana, tunangannya.
"Aku minta maaf...."
Kirana menatap pria yang entah sudah berapa kali minta maaf kepadanya selama mereka menjalin hubungan. Pria itu terlihat sangat frustasi. Dia bahkan sudah meneteskan air mata.
Sebelumnya, Kirana selalu luluh jika pria itu memperlihatkan ekspresi menyedihkan tersebut. Dia tampak sangat terpuruk dan menyesal karena telah menyakiti Kirana.
Biasanya, apa pun kesalahan yang telah dilakukan pria tersebut, Kirana akan berakhir memaafkannya. Namun, hari itu Kirana sepenuhnya sadar jika dia salah besar karena menganggap pria di depannya ini bisa berubah menjadi lebih baik seiring berjalannya waktu.
Pandangan Kirana beralih pada cincin yang tergeletak di meja. Rasanya begitu pedih karena benda indah itu justru menjadi saksi bisu kisah cinta yang akhirnya kandas dan tak terselamatkan.
Kirana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan segala emosi negatif yang terus bergejolak dalam dirinya, sekaligus mati-matian tidak mengeluarkan sedikit pun air mata.
"Maaf karena aku nggak bisa memaafkanmu," kata Kirana.
"Aku memang nggak pantas kamu maafkan...."
Kirana sungguh muak dengan kalimat yang diucapkan pria itu barusan. Biasanya, Kirana akan merasa bersalah karena kalimat semacam itu. Aneh, kan? Pria itu jelas-jelas bersalah, tapi dia malah membuat seolah setiap kesalahan terjadi karena Kirana lah yang tidak cukup baik untuknya.
Sayangnya, hari itu Kirana sudah bertekad tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Sudah cukup hatinya disakiti.
"Intinya, hubungan ini sudah berakhir," ucap Kirana sambil tersenyum.
Kirana beranjak dari duduknya, bermaksud pergi lebih dulu dari kafe tempat mereka bertemu untuk terakhir kalinya. Dia lalu berpamitan dengan cara yang berhasil membuat sang mantan terkejut dan tak percaya kalau seorang Kirana bisa mengatakan hal seperti itu.
"Selamat untuk pernikahan kamu dan calon istrimu yang sedang mengandung anak kalian. Aku, sih, mau-mau saja berdoa untuk kebahagiaan kalian. Masalahnya, kamu juga tahu, kan? Di dunia ini ada yang namanya karma mengerikan."
***
Kirana menghela napas. Kenapa dia malah teringat kembali dengan kenangan menyakitkan itu? Mendadak dia jadi merasa sangat lelah.
"Ah, sial.... Bisa-bisanya aku juga masih inget wajah orang itu," gumam Kirana.
Maudy tidak mendengar dengan jelas apa yang baru saja dikatakan Kirana, tapi dia mendadak cemas sang editor menggumam sendiri karena menemukan kesalahan fatal dalam tulisannya.
"Gimana, Mbak? Ada yang salah?"
Kirana agak kaget karena Maudy tiba-tiba mendekat dan bertanya. "Oh, sorry. Nggak ada yang salah, kok. Aku cuma ngomong sama diri sendiri. Hehehe..."
Setelahnya, Kirana kembali fokus membaca tulisan Maudy tentang kisah gagal menikah karena ditinggal calon suami selingkuh yang tengah viral di media sosial. Dia segera menyelesaikan pekerjaan terakhirnya malam itu.
"Belakangan ini banyak cerita soal perselingkuhan yang bikin nggak habis pikir. Saya pernah baca kutipan yang intinya bilang kalau memperbaiki hubungan yang hancur karena perselingkuhan itu ibarat menyatukan kembali gelas kaca yang sudah pecah. Susah, Mbak. Mending cari gelas yang baru."
"Dan itulah kenapa kamu nggak mau pas diajak balikan sama mantan, kan?" tanya Kirana. Dia tiba-tiba saja ingat dengan curhatan Maudy beberapa pekan lalu tentang sang mantan kekasih.
"Jelas! Nggak ada jaminan kalau dia udah beneran kapok selingkuh. Mending saya cari cowok lain, kan, Mbak?"
Belum sempat Kirana menanggapi lagi, Maudy melanjutkan ucapannya. "Ini saya lagi fokus berdoa biar dapat jodoh kayak Birendra Wijaya juga. Iri banget sama Mbak Kirana yang minta Rp1 juta, tapi dikirimnya Rp100 juta."
Maudy tertawa setelah mengatakannya, sedangkan Kirana hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
"Aminin dong, Mbak!"
Kirana akhirnya tertawa karena melihat Maudy yang pura-pura merajuk. "Iya, amin. Semoga dapet yang yang tajir melintir juga, ya, Maudy sayang. Hahaha...."
'Padahal percuma duit banyak tapi dianya mendadak ghosting kayak begini,' lanjut Kirana dalam hati.