Bagi orang lain kehidupanku seperti surga. Tidak sedikit dari teman-temanku mengatakan kehidupanku bahwa aku kehidupanku mirip Bruce Wayne, tapi bejat!
Orang tuaku tidak meninggal, mereka masih hidup namun bercerai di usiaku ke 20 tahun. Ayahku menikah dengan wanita lain dan bersedia memberikan apapun yang ku minta namun dengan syarat aku dilarang tinggal bersamanya.
Ibuku? Nggak mau ngalah, dia memilih untuk tidak tinggal bersamaku dan menikah lagi dengan pria asal Swedia.
Pada dasarnya mereka sudah tidak begitu peduli pada diriku sejak masih kecil. Keduanya sibuk berbisnis dan membangun karir.
"Wah lo bebas banget dong?" ujar teman kuliahku dulu. Dimas.
JELAS DONG!
Di umur ke 21, kuliah sudah ku tinggalkan, keliling Indonesia dan sesekali keluar negeri. Untuk wisata alam dan tidak lupa wisata sex.
Hampir semua ras wanita kucicipi, kemaluanku seperti tidak pernah puas. Seolah-olah selalu ingin berkerja.
"Nggak takut penyakit kelamin lo?" tanya Dimas lagi.
"Nggak dong, sewa yang mahal pokoknya."
"Sempet nyicipin cewek-cewek afrika nggak lo?"
Aku mengangguk. "Jujur aja, toket mereka luar biasa. Tapi gua lebih selera cewek-cewek asia."
"Kayak Thailand?" candanya.
"Nggak berani! Mending pakai lokal aja, banyak yang lebih mulus."
Kami tertawa. Tapi serius, aku lebih suka cewek Asia. Mungkin karena tinggi badanku nggak seberapa, kemaluanku? nggak se-spectacular film-film bokep. Setelah sering berhubungan sex dengan wanita-wanita Eropa, Amerika Latin, Spanyol, Afrika, pelan-pelan aku mulai merasa agak underestimate.
"Kenapa?"
"Mungkin perasaanku aja... desahannya kayak dibuat-buat... atau lebay."
Berbeda dengan wanita-wanita asia, pertama tinggi mereka tidak terlalu jauh berbeda dariku. Putihnya beda, mulus banget nggak berbintik-bintik, plus desahan mereka lebih real... dan tentunya lebih sempit.
"Beda ukuran bro." Dimas tertawa. "Terus gimana? kenapa akhirnya lo pengen ketemu gue? Lo bayar gue bukan buat pamer wisata sex lo kan?"
Kami saat ini di Kafe. Dimas adalah teman kuliahku, dia ambil psikologi lulusan terbaik bahkan S2-nya di luar negeri. Kini dia udah jadi budak corporate. Awalnya aku memintanya untuk bantu konseling dan dia menolak, katanya bukan bidangnya untuk konseling masalah kehidupan. Spesialis Rekrutmen, ah bodo lah kataku, aku cuman mau masukannya aja,
"Gue kecanduan sex tapi bagi gue itu nggak parah." kataku. "Yang parah gue kecanduan game."
"Kenapa gitu?"
Diumur 24 tahun, aku mulai capek jalan-jalan dan wisata, sekalipun menyenangkan, begitu pula goyangin pinggul. Lama-lama aku sadar kalau semua itu nikmat tapi hanya keseruan yang mudah gua nikmatin.
Karena kartu kredit-ku hampir nggak punya batasan. Dan tinggal bayar aja, mudah! Selingkuhin orang pun mudah! Kalau ceweknya jual mahal? Ngapain fokus ke dia, cari yang mudah, cantik, sexy, mulus, sekarang banyak banget.
Apalagi!
Banyak aplikasi yang tersedia! Semuanya mudah!
Tetapi game? itu beda! Awalnya game pay to win beredar banyak di iOS dan android. Seru, tapi terlalu mudah. Lalu muncul game dengan sistem undian atau GACHA... ini... SETAN!
Untuk mendapatkan karakter, skin, pet, weapon atau apapun dengan kategori super langka (SSR terlebih UR) susahnya minta ampun.
Biasanya limit kartu kredit dalam sebulan tidak pernah tersentuh, sekalipun kuhabiskan untuk "sewa" 10 cewek cosplayer sexy untuk goyang diranjang. Kini limited kartu kredit bisa tersentuh dalam waktu 15 hari!
"Aku sampai minta tambahan kartu kredit ke bokap. Untung dikasih." kataku dan Dimas sampai geleng-geleng.
Dua kartu kredit ternyata tidak cukup. Tiga kartu kredit baru cukup! Ini GILA! Kepuasanku untuk bermain game dengan sistem GACHA ini membuat tantangan baru dalam hidupku.
Setiap game baru yang keluar di App Store dan Play Store adalah tantangan baru bagiku. Duniaku mendadak berubah! Semuanya hanyalah dihadapan layar handphone.
Tiga tahun aku tenggelam!
"Dan akhirnya aku sadar, kehidupanku hanya dihadapan layar."
Dimas menghela nafas panjang... kemudian diam sejenak. "Dan kini kamu mau berubah, Joe?"
"Ya..." jawabku.
Dimas mengeluarkan satu buah pil. "Ini pil tidur." katanya. "Jika kamu percaya kepadaku, minum pil ini sekarang..."