Disepanjang perjalanan, Heru dan Nala sama-sama terdiam dan kalut dalam pikirannya masing-masing. Nala hanya bisa memainkan hp-nya dan menoleh melihat pemandangan serta menikmati angin yang menerpa wajahnya. Sedangkan Heru, ia hanya bisa fokus pada kedua stang motornya dan sesekali melirik ke arah spion untuk melihat wajah Nala.
"Ekhem dek," panggil Heru pelan.
Nala tak mendengarkan panggilan Heru. Ia tetap fokus menatap toko-toko yang terlewatinya begitu saja.
"Dek!" Panggil Heru lagi. Kini volume suaranya agak ia keraskan.
"Ya om??" ujar Nala.
"Saya dipanggil om..." gumam Heru pelan.
"Ya?!" ujar Nala lagi karena ia tidak sempat menangkap ucapan Heru sebab Heru menggumam.
"Ruman temenmu disebelah kiri jalan atau kanan jalan?" tanya Heru.
"Itu nanti di kiri jalan ada gang, om nya bisa nurunin aku di depan gang-nya. Naik motornya pelan-pelan aja om," ucap Nala.
Heru pun menurut. Ia memperlambat laju motornya dan menunggu seruan Nala selanjutnya.
"NAH NI KIRI! BERHENTI OM!" Teriak Nala spontan dan mengagetkan Heru sehingga mampu membuat oleng kendaraan namun dengan cepat Heru mengambil alih agar tidak terjatuh.
Heru mengarahkan sepeda motornya ke lajur kiri dan berhenti tepat pada sebuah gapura berwarna merah.
Nala turun dari motor dan menyerahkan helm milik Heru. Nala tersenyum lebar dikala ia merasa bersyukur tak perlu mengerluarkan ongkos untuk ke rumah temannya.
"Berhenti di depan gang aja ni?" tanya Heru tak yakin.
Nala mengangguk dan masih menyunggingkan senyum manis miliknya.
"Iya om. Nanti Nala tinggal jalan sebentar, trus sampe deh dirumahnya," ujar Nala.
Heru mengangguk.
"Makasih om buat tumpangannya. Pan kapan lagi ya, hehehe," ucap Nala cengengesan.
"Yaudahlah. Saya pamit ya, Assalamu'alaikum!" ujar Heru sebelum melajukan motornya kembali.
"Waalaikumsalam," jawab Nala sambil melambaikan tangannya tatkala Heru sudah menjauh dari posisi dimana ia berdiri.
🐣
"WEH! AKU DAH DI DEPAN RUMAHMU NI!"
"Bentar, aku tak turun dulu!"
Pip
Nala meletakkan ponselnya ke saku setelah melakukan panggilan singkat dan menunggu Rei di depan rumahnya.
Ceklek
"Udah daritadi?" tanya Rei dengan nafas tak beraturan.
Nala tertawa geli melihat kondisi Rei dengan rambut acak-acakan.
"Lo lari?"
"Iyalah. Orang kaget pas kamu telpon dah nyampe depan rumah!" jawab Rei sewot.
Rei menoleh ke arah kanan dan kiri, kemudian menatap Nala bingung.
"Apa?" tanya Nala ikutan bingung karena dipandangi Rei.
"Kamu naik apa kesini?"
"Naik motor lah,"
"Ngojek?"
"Anggep aja kek gitu. Udah yok masuk, panas nih diluar!"
Nala mengalihkan topik pembicaraan sambil mendorong tubuh Rei agar masuk ke dalam rumah.
🐣
Heru memarkirkan motornya di samping kanan pos satpam. Ia mematikan mesin motor kemudian melepas helmnya.
"Eh! ada mas Heru,hari gini kok ke kantor mas?" tegur pak satpam saat melihat Heru yang sedang melepas jaket yang ia kenakan.
"Mau nyerahin berkas pak, sekalian mau ambil beberapa barang di meja saya," ujar Heru.
"Oh yaudah mas, monggo."
Heru pun tersenyum mengangguk kemudian memasuki kantornya. Ia berjalan ke arah lift, karena lift kosong jarang ada yang pakai keika hari minggu, Heru hanya menekan panah naik kemudian masuk ke dalam lift dan menekan tombol 6.
Sesampainya di lantai 6, Heru berjalan santai menuju meja kerjanya. Ia memeriksa keadaan mejanya dan mengambil setumpuk kertas yang ia yakini bahwa itu sebuah tugas baru untuknya.
Heru memasukkan kertas-kertas tersebut ke dalam tasnya. Setelah itu, ia berdeham singkat sebelum menyerahkan berkas yang ia maksud ke meja managernya.
"Mas Heru ya?"
Heru membalikkan tubuhnya ke arah belakang. Seorang wanita berkacamata tengah tersenyum ke arahnya.
"Eh bu Nadya, ngantor bu?" tanya Heru ramah.
"Nggak, kebetulan aja lewat kantor trus saya mampir sebentar buat ngecek aja," jawab bu Nadya.
"Ohh..." ujar Heru manggut-manggut.
"Mas Heru ngapain ke kantor mas?" tanya bu Nadya kepo.
"Numpuk berkas bu," jawab Heru datar.
Heru merasa tidak nyaman akibat kondisi yang sepi dan suasana yang canggung akibat hanya ada dirinya dan bu Nadya di lantai gedung ini.
Heru melirik jam-nya lambat, kemudian menatap bu Nadya seolah-olah ia harus melakukan sesuatu sehabis ini.
"Bu, saya pamit duluan ya," ujar Heru.
"Loh kok buru-buru mas?" tanya bu Nadya mencegah kepergian Heru.
"Saya mau jemput pacar saya. Saya takut pacar saya marah kalo telat semenit doang. Permisi bu," ucap Heru tergesa-gesa dan meninggalkan bu Nadya dengan senyuman yang ia buat-buat.
"Eh mas! Tunggu bentar!" ujar bu Nadya.
"Ya bu?"
"Kalo lagi jam-jamnya berduaan sama saya, panggil aja mbak jangan bu. Panggil Nadya juga boleh,"
Heru membelalakkan matanya lebar-lebar. Apakah sungguh wanita yang ada di hadapannya ini adalah wanita yang normal?
"H–Hah? Iya bu, eh salah mbak," ujar Heru kikuk.
"Nah gitu dong. Pan-kapan kita makan diluar bareng ya mas. Hati-hati dijalan mas Heru!" ucap bu Nadya sambil tersenyum sumringah.
Heru menekan-nekan tombol lift dan segera masuk ke dalamnya. Heru dengan cepat menekan tulisan loby dan menekan tombol tutup.
Dirasa pintu lift sudah tertutup, Heru menghembuskan nafasnya lega.
"Astagfirullah Heru. Kamu ini berdosa banget. Ngaku-ngaku punya pacar tapi gada pacar," ucap Heru berdialog sendiri.
"Hii... untung ngelariin diri, kalo ga udah diterkam aku sama bu Nadya," ujar Heru lagi sambil menggigil saat membayangkan kejadian tadi.
"Pokoknya kalo pas hari libur ke kantor ngajak temen ajalah, bahaya kalo kaya gini."
🐣
"
Dah pulang? Balik kesini naik apa?"
"Gojek,"
"Terus ditanganmu itu kamu bawa apa?"
Nala menengok ke arah tangan kanannya.
"Oh ini, Roti," sahut Nala.
Nala meletakkan sekardus roti di atas meja untuk eyangnya. Sisa satu kardus berisi lagi yang berisi roti untuk ia serahkan kepada Heru sebagai ucapan terimakasih, namun ia takut untuk menyerahkannya.
"Eyang, itu roti di atas meja buat eyang, terus..."
Ucapan Nala terputus, ia menyerahkan roti yang ia bawa kepada eyang Lastri.
"Apa ini?" tanya eyang Lastri bingung.
"Tolong kasihin ke Om-nya itu sekalian bilangin makasih yang, Nala malu,"
"Om? Siapa?"
"Yang tadi nganterin Nala,"
"Oalah... ya nanti tak sampein,"
"Nal, dah selese to tugasmu? Pulang yok!" Ujar mama Nala dari arah belakang.
"Mo main sebentar boleh ga ma?" ujar Nala.
"Tadi kan kamu dah main sama temenmu. Dah ayok pulang, keburu malem!" ucap mama Nala.
Nala hanya bisa mengangguk kemudian mengajak Atha untuk pulang ke rumah. Setelah itu mereka bertiga berpamitan untuk pulang ke rumah.