Kini gantian Heru yang mencari letak keberadaan Nala. Walaupun ia sudah dilarang untuk mencari Nala agar bersikap sopan di hadapan calon keluarga maupun keluarganya sendiri, ia tetap bersikukuh mencari calon istrinya itu karena sedari tadi ia merasa ada perasaan yang mengganjal di dalam hatinya.
Dan benar saja. Seperti dugaannya, Heru menemukan Nala yang tengah duduk meringkuk di balkon kamarnya sambil memeluk kedua kakinya dan menenggelamkan wajahnya diantara kedua kakinya.
"Persetan! Mati saja kau! Aku benci pria tua itu!" sungut Nala. Ia kembali menangis di dalam dekapannya sendiri.
Heru terkejut mendengar tangisan Nala. Ia tidak tahu sebab mengapa Nala bisa menangis.
"Siapa yang kamu maksud dek?" tanya Heru penasaran akan pria tua yang dimaksud Nala.
Nala bergeming. Menarik napas panjangnya kemudian ia hembuskan perlahan. Nala mendongakkan sebagian kepalanya untuk melihat wajah Heru.
"Ngapain kamu disini?" tanya Nala dengan suara serak.
"Nyariin kamu dek. Itu dah ditungguin sama yang lain dibawah," jawab Heru.
"Ntaran-lah, masnya duluan aja yang turun ke bawah. Ntar Nala nyusul," ucap Nala.
Heru dengan perlahan mendekati Nala dan ikut duduk bersila di sebelah Nala.
"Habis nangis ya? Kalau boleh saya tau, alesan kamu nangis kenapa? Apa gara-gara saya?" ucap Heru tiba-tiba dengan nada sedih.
Dengan cepat, Nala menggelengkan kepalanya dan menatap Heru dengan tatapan yang sulit diartikan untuk Heru.
"Kenapa?" tanya Heru bingung.
"Susah dijelasinnya," jawab Nala tak kalah bingung.
"Yaudah kalo emang belum mau cerita, simpen dulu ceritamu ini. Trus nanti kalo kita udah sah, baru kamu boleh cerita. Gimana? Setuju?"
Nala tampak diam sejenak kemudian menganggukkan kepalanya tanda mengiyakan.
"Air matanya apus dulu gih. Ntar baru saya bawa kamu kembali ke bawah,"
"Make-up ku gimana mas? udah ilang begini, aku malu....,"
"Buat apa malu? Toh nanti aku sama keluargaku juga kebiasaan sama muka cantikmu tanpa make-up dek,"
"Yakin mas? Mukanya Nala jelek loh,"
"Ya yakin lah! Saya ga peduli mau mukamu jelek atau cantik. Toh diluar sana wajah itu relatif sama cantik atau jeleknya. Yang saya utamain itu karakternya, kalo hati ama pikiranmu udah jelek duluan, ga mungkin saya mau nikahin kamu,"
Nala termenung mendengar tutur kata Heru.
"Yok cepetan turun ke bawah, dah ditungguin ni. Nanti orang tua kita nganggep yang enggak-enggak malahan," ujar Heru.
"Bangunin mass!" rengek Nala sembari mengulurkan kedua tangannya berharap Heru dapat membantunya untuk berdiri.
"Bangun sendiri, jangan manja ya!" ucap Heru.
"Manja ama calon suami sendiri apa salah?" gerutu Nala.
"Kan masih calon dek. Belum jadi suami sah. Ntar kalo udah sah, manja-manjaan boleh deh apalagi di kasur ntar," jawab Heru sambil tersenyum miring.
"Kasur? Ngapain?" tanya Nala lagi dengan ekspresi menggoda.
"Tidur dek. Dahlah gausah bahas yang aneh-aneh, buruan bangun!" ucap Heru kemudian segera pergi meninggalkan Nala untuk menuju ruang tamu.
"Yeee yang mancing duluan saha," ujar Nala ikut menyusul Heru dari belakang.
🐣
"Lama banget sih kalian?" omel mama Nala.
"Hayoo habis ngapain tuh?" ujar Atha.
"Mesti kalian habis berbuat yang aneh-aneh kan? Yawla Heru, ibu udah bilang belom sah jangan ngelakuin hal yang aneh-aneh dulu. Astagfirullah," ujar ibu Heru.
"Astagfirullah ibu. Heru ga ngapa-ngapain sama Nala. Coba tanya aja sama dek Nala-nya sendiri bu," ucap Heru sambil memposisikan dirinya untuk duduk.
"Maaf ibu bapak, mama papa, bikin kalian nunggu lama. Tapi sumpah, kita ga ngelakuin apapun di atas tadi," ujar Nala jujur.
"Yakin?" ucap pak Syarif menggoda.
"Iya pak," jawab Nala.
"Yaudah yok acaranya dimulai aja," ujar pak Wahyu.
"Bismillahirahmannirrahim, Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap pak Syarif mengawali.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab semuanya serempak.
"Kami sekeluarga, dari pihak-nya si Heru ini. Ingin menyampaikan tujuan dan maksud kami datang kesini," ujar pak Syarif.
"Saya, selaku bapak-nya Heru, sekaligus beserta istri saya, disini hanya akan mendampingi Heru yang akan menyampaikan maksud kedatangan kami disini. Silahkan disampaikan Heru," ujar pak Syarif.
Heru memejamkan mata kemudian menarik napas panjang serta menghembuskannya secara perlahan.
Degdegdeg
Jantung Nala berdegup kencang. Nala memegang dada sebelah kirinya serta mencoba menenangkan degupannya agar kembali normal.
Heru menatap serius kedua orang tua Nala kemudian menatap Nala dalam memberi keseriusan kepadanya.
"Bapak, ibu serta saudaranya Nala. Saya dan keluarga saya datang kesini ingin meminta izin kepada kalian, terutama untuk kedua orang tuanya Nala, saya mohon izinkan saya untuk meminang putri bapak dan ibu yang bernama Azkanadian Niken Kartanala ini yang kelak akan menjadi istri saya dan menemani saya sampai akhir hayat saya. Apakah berkenan bapak dan ibu memberikan izin saya?" ujar Heru mantap.
Kedua orang tua Nala saling berpandangan.
"Maaf sebelumnya. Saya sendiri beserta mamanya Nala belum terlalu kenal dengan mas Heru. Apalagi mamanya Nala hanya mendengar desas desus tentang kamu dari lingkupnya eyang Lastri sendiri. Apa boleh kami tau ada alasan apa kamu memilih putri kami sebagai calon istrimu dan bisakah mas Heru ceritakan sedikit tentang dirinya mas Heru?" tanya pak Wahyu.
"Cerita tentang diri saya ya pak? baik kalo begitu saya akan menceritakan diri saya terlebih dahulu," ujar Heru sebelum menceritakan dirinya.
"Nama saya Maheru Heksa Zulfikri, cukup manggil saya dengan sebutan Heru. Usia saya lebih tua 4 tahun dari Nala. Saya asli orang Banten pak, saya ngerantau ke Semarang karena kerjaan saya. Saya sekarang kerja di PLN, dibagian It Auditor ditempatin di Semarang, gedung kantor saya agak jauh dari rumahnya eyang Lastri tapi ga masalah lah. Aduh, saya bingung mo nyeritain apa lagi pak bu hehehe," ujar Heru diakhiri cengiran.
"Gaji perbulan berapa?" tanya mama Nala spontan membuat Nala membelalakkan matanya kaget.
"Ish ma! Jangan tanya gitu dong," bisik Nala di telinga kanan mamanya.
"Kalo gaji perbulan insyaallah bisa nyukupin kebutuhannya dek Nala sama rumah tangga kok bu," jawab Heru sambil tersenyum.
Mama Nala manggut-manggut paham. Nala menatap Heru cemas, sedangkan Heru hanya menatap matanya penuh dengan kehangatan.
"Lulusan mana dek kuliahnya?" tanya pak Wahyu.
"Kebetulan PLN juga pak, teknik informatika," jawab Heru lagi.
Pak Wahyu memandangi putri pertamanya dengan wajah yang tidak bisa Nala prediksi. Nala mengernyitkan dahinya.
"Apa?" tanya Nala kepada pak Wahyu.
"Mo nanya apa kamu ke mas Heru?" tanya balik pak Wahyu.
"Emangnya aku boleh nanya?"
"Ya bolehlah. Tanya aja gih,"
"Sebenernya yang mau aku tanyain ke kamu banyak mas. Cuma aku ambil to the pointnya aja ya," ucapan Nala terputus karena saat ini jantungnya berdegup kencang dikala Heru menatapnya penuh arti.
"Kalo aku beneran jadi istri sah kamu. Kamu yakin mau nerima aku apa adanya?"