Chapter 30 - Catch Me!

Lucas memacu kudanya begitu cepat. Melewati pedesaan yang sudah tak berpenghuni, sebelum akhirnya memasuki wilayah World Tree di sisi timur.

Sepanjang perjalanan, dia melihat potret dirinya di sebar di segala penjuru. Di ruko yang sudah tak dihuni bahkan, pada sepanjang batang pohon yang dia lewati.

Isinya sama, tentang hadiah yang akan di dapat jika mereka berhasil mendapatkan kepala Lucas sebagai hadiah ulang tahun Putra Mahkota. Tak hanya itu, yang paling menggiurkan adalah jabatan sebagai Jenderal Besar di Nort Vale sendiri.

Ya, posisinya yang sudah dia tinggalkan kemarin.

Pla ...

Pla ...

Pla ...

Kudanya ia pacu sedikit pelan daripada sebelumnya. Alasannya, karena cuaca yang sedang begitu teriknya dan cukup berangin. Membuat beberapa debu berterbangan ke arah wajah Lucas yang mau tak mau harus menyipitkan mata agar bisa melihat ke depan.

Lucas meringis, saat wajahnya terbentur sesuatu yang cukup lunak. Seperti sebuah benda persegi nan tipis yang terbuat dari papirus atau semacamnya.

Detik itu juga tangannya mengambil benda tersebut dari atas wajahnya. Dan melihat potret dirinya sendiri di sana, lengkap dengan persyaratan dan ketentuan untuk mendapatkan posisinya tempo lalu.

"Cih!"

Pria berambut merah bata itu mendecih. Meremas kertas di telapak tangannya, menjadi gulungan kecil lantas membuangnya ke sembarang arah.

Sudah bisa dipastikan ini pasti ulah Felix. Tidak mungkin sekali, pria licik itu akan membiarkan dirinya keluar hidup-hidup dari Nort Vale.

Lucas seketika memutar otak untuk berpikir. Jika Felix sudah mengeluarkan dekrit begini, pasti akan ada banyak sekali orang-orang di luar sana yang memburunya dari kemarin. Yang kemungkinan bisa menyerang secara berkelompok ataupun individu. Tentunya, bisa saja Lucas tak bisa mengatasinya seorang diri jika kemampuan mereka lebih unggul daripada dirinya.

Sesaat, Lucas mendongakkan kepalanya ke atas. Menatap hamparan langit biru membentang yang di selimuti awas seputih kapas. Sudut bibirnya terangkat, membentuk sebuah senyum simpul yang begitu enak dipandang.

Tidak masalah jika, hari ini ataupun besok dia mati secara tidak terhormat. Ataupun tak dibuatkan upacara untuk pemakamannya. Lucas tak begitu peduli. Hanya saja, akan sangat di sayangkan jika dia belum memberikan kabar ini pada penguasa Frozen Sea.

Setidaknya, Lucas harus tetap hidup dan bertahan sampai dirinya bisa menginjakkan kaki di negeri sebelah.

©©©

"Bisa tidak kau berhenti mengikutiku?" ujar Leona yang tampaknya risih dengan sikap Dean.

Iya, Dean. Si pangeran mermaid yang punya tingkat narsis melebihi Lucas itu.

Semenjak pertemuan tak sengaja mereka di hilir sungai. Dean jadi mengikuti Leona kemanapun gadis itu melangkah pergi. Sudah mirip dengan hewan pelindung malah.

Leona mendengus. Menghentikan langkah mendadak, membuat jidat Dean menabrak kepala hitamnya.

"Hey, kalau mau berhenti bilang-bilang dong! Kau mau tanggung jawab apa, jika dahiku sampai benjol?" gerutu pria berkulit hitam manis itu.

Leona hanya mendecih membalasnya. Menatap Dean malas, dengan bibir yang tercebik. Tidak suka.

"Siapa suruh kau mengekoriku di belakang? Bukankah tadi aku sudah mengatakan, untuk berhenti mengikutiku?" balas Leona jutek.

Dean hanya cengar-cengir tidak jelas, sembari menggaruk bagian belakang kepalanya.

"Ya, tentu saja aku ingin melindungimu."

"Melindungi katamu?" serobot Leona.

Dean langsung berjalan ke arahnya kemudian memegang bahu gadis itu erat. Seketika membuat posisi mereka saling berhadap-hadapan.

"Kau tahu Nona, aku begitu menyayangi para penggemarku. Jadi, sudah sepantasnya aku melindungimu sampai kemanapun kau melangkah," jelas Dean.

Leona memutar bola matanya malas, lantas mencekal tangannya. Gadis itu memutar pergelangan tangan Dean sampai dia memekik keras karena merasakan sakit.

"Kau, aow! Le-lepaskan tanganku! Ini sakit tahu!" pekik Dean keras.

Wajahnya memerah dan matanya mulai berkaca-kaca. Baru pertama kali dia bertemu dengan gadis segalak ini. Padahal, biasanya para gadis begitu terpesona setelah melihat ketampanan Dean dan ingin berlomba-lomba untuk dijadikan kekasihnya.

Tetapi, gadis berambut hitam ini? Ah, Dean saja sudah di sembur air, sebagai kesan pertama pertemuan mereka.

"Kalau kau tak berhenti mengikutiku, akan kugantung kau di atas pohon supaya menjadi mermaid asap!" ancam Leona yang tanpa sadar membuat Dean bergidik.

Entah mengapa, melihat raut wajah gadis itu yang mirip seperti psycopat gila. Membuat Dean jadi ketakutan setengah mati.

"Ba-baiklah, aku akan berhenti mengikutimu. Tapi beritahu dulu, siapa namamu padaku?" ucap Dean.

Leona meliriknya malas. Kemudian dengan sekali hentak dia langsung melepas pergelangan tangan pria itu yang tadi di cekalnya.

"Kau bisa memanggilku Leon," balasnya datar.

"Bukankah itu nama pria? Kau kan seorang wan-" ucapan Dean terhenti, saat Leona melotot ke arahnya sembari meletakkan tangan di depan leher. Isyarat, jika gadis itu tak segan-segan akan membunuhnya.

"Oke," jawab Dean pada akhirnya.

©©©

Lucas hampir memasuki wilayah hutan. Namun, kudanya tiba-tiba meringkik keras dan langsung berlari ke sembarang arah.

Tak sampai di situ, akibat susah dikendalikan. Lucas pun jatuh sampai terlempar menghantam pohon.

"Uhuk!" batuk Lucas.

Ada sedikit darah yang mengalir dari sudut bibirnya. Mungkin, karena benturan yang begitu keras akibat terjatuh tadi.

Setelah berusaha bangkit, dia melihat kudanya itu sudah lari terlebih dahulu memasuki hutan, dengan sebuah anak panah yang menancap di paha kaki sebelah kanannya.

"Hai jenderal, lama tak bertemu."

Sapa seseorang yang suaranya sangat Lucas kenali.

"Bos, kau salah. Cecunguk ini bukanlah jenderal lagi, tetapi upeti yang harus kau bawa ke hadapan Pangeran Felix sebagai hadiah," ralat salah satu anak buahnya.

Lucas tampak meludahkan darah ke dekat sepatu Azril. Tatapannya dingin dan begitu tajam sampai menusuk ke tulang.

"Apa ini?" tanya Lucas seolah bodoh.

Padahal dia tahu jika diam-diam Azril bersekutu dengan Felix di belakang.

"Kau juga menginginkan kepalaku untuk jabatan kotor itu?" tanya Lucas lagi.

Bibirnya tertarik ke atas membuat sebuah senyuman yang mengembang lebar. Yang kemudian berubah menjadi suara tawa sumbang.

"Hahaha, benar-benar lucu. Sahabatku sendiri menginginkan kepalaku. Dan kau orang kepercayaanku selama ini, juga ingin mengakhiri hidupku? Wah, sungguh wah sekali." Lucas berucap sarkas.

Azril yang melihat tingkah temannya itu hanya terdiam tanpa mau mengatakan apapun.

"Kukira kau berbeda Az, tapi rupanya kau lebih licik dari seekor rubah!" maki Lucas.

Dia berjalan mengitari Azril dan anak buahnya tanpa rasa takut sedikitpun.

"Kalau kau memang menginginkan kepalaku, kejar dan tangkaplah aku. Tentunya kalau kau bisa?" tantang Lucas seraya tersenyum miring.

Azril yang mendengar ucapan mantan temannya itu, bergegas menangkapnya. Sayangnya, mereka kurang cepat. Karena Lucas sudah melemparkan sebuah serbuk berwarna putih yang dapat membantunya untuk menghilangkan jejak.

"Brengsek!" teriak Azril saat tahu jika dirinya sudah di tipu oleh Lucas.

Dia segera membersihkan kabut asap itu yang kira-kira hanya bertahan selama dua menit.

"Aku tidak mau tahu, tangkap Lucas hidup ataupun mati sekarang juga!" perintahnya pada anak buahnya yang lain.

"Baik, tuan!" jawab mereka kompak.

Sebenarnya, sudah dari dulu Azril menginginkan posisi Lucas. Hanya, saja kemampuan yang dia miliki masih berada jauh di bawah pria berambut merah bata itu. Hal itulah yang membuat dirinya mengubur mimpi sebagai jenderal

Tetapi, setelah mendengar kabar jika Lucas mengundurkan diri dan dipecat secara tidak hormat. Membuat, mimpi Azril tumbuh kembali. Ya, kali ini kesempatannya untuk meraih posisi yang sudah lama dia dambakan.

"Awas saja kau Lucas!" ancam Azril dengan kedua tangan yang mengepal erat.