"Siapa nama dan dari mana asalmu, gadis penyelamat?" tanya gadis bangsawan itu Leona hanya tercengir seperti orang bodoh.
Dia bingung mau menjelaskan dari mana, lagipula ia masih asing di tempat ini. Jadi sudah seharusnya Leona tak boleh terlalu percaya pada siapapun kecuali dirinya sendiri.
"Eum, itu ..."
"Ampun tuan putri, ada rombongan prajurit yang Mulia Putra Mahkota di depan pintu masuk kediaman anda. Katanya, mereka ingin melakukan sidak," sela wanita paruh baya, yang Leona pastikan jika dia kepala pelayan si gadis bangsawan.
"Kenapa tiba-tiba sekali memang ada apa, kepala dayang?" tanyanya. Kepala dayang menggeleng tidak tahu.
"Hamba tidak mengerti pasti, namun saat hamba berjalan ke kediaman anda para prajurit membicarakan soal penyusup."
"Penyusup?" tanya putri.
Leona melotot. Apa penyusup yang mereka maksud itu dirinya? Bisa saja kan? Si kepala merah bata itu menyuruh seluruh pasukan mencarinya. Apalagi setelah dia membuat pria itu mencium alas kereta.
Tidak! Jangan sampai mereka menemukannya. Dia masih ingin selamat sampai menemukan Omelas.
"Putri!" seru Leona. Dia langsung menarik tangan gadis itu lalu membawanya sedikit menjauh dari kepala pelayan.
"Ada apa gadis penyelamat? Apa ada sesuatu yang ingin kau bicarakan?" Leona mengangguk.
Gadis itu mendekatkan kepalanya ke arah telinga putri itu lalu berbisik. "Bisakah kau menolongku? Kukira ada kesalahpahaman di sini."
"Apa itu?"
Sesaat Leona menghembuskan napas pelan lalu menatap mata gadis bangsawan itu lamat-lamat. "Jadikan aku pelayanmu. Tidak, maksudku ksatria pribadimu."
"Ta-tapi, ksatria pribadi itu seorang lelaki sedangkan kau?" kata Putri itu terbata, sekaligus menatap tak yakin pada Leona.
"Kita bisa mengubahnya." Leona berbicara tegas, 'dengar Putri, aku bukanlah penyusup atau mata-mata dari kerajaan manapun. Aku hanyalah seorang siswa yang tersesat. Jadi bisakah kau menolongku?' tentunya itu cuma kata hati Leona.
"Bagaimana? Bisa, kan?" desak Leona. Putri itu hanya mengangguk pelan.
"Aku tak yakin karena ini belum pernah kudengar sebelumnya, tapi bagaimana jika kita dihukum berat oleh Putra Mahkota jika ketahuan?" tanya gadis bangsawan.
"Aku yang akan menanggungnya, lagi pula putri tidak bersalah. Jadi ayo kita lakukan."
©©©
Lucas berjalan terburu di koridor istana. Derap langkah dari sepatu pantofelnya menggema ke sepanjang penjuru. Mata Lucas begitu awas menatap ke depan. Kali ini dia tak boleh hilang fokus, bagaimanapun juga gadis itu harus di tangkap.
Namun nihil, semua pasukan yang ia kerahkan untuk mencari ke setiap penjuru istana berkata tak menemukan apapun. Hanya saja salah satu dari mereka mengatakan jika melihat ksatria pribadi Putri Lea.
"Tunggu, sejak kapan tuan putri memiliki ksatria pribadi?" Lucas berujar. Dia semakin curiga jika saja ksatria Putri itu orang yang ia cari. Tapi ...
"Jenderal Lucas, ada apa kemari?" ujar putri Lea saat melihat Lucas baru saja muncul di depan pintu kediamannya.
Lelaki itu hanya diam membisu memandangi Lea dan ksatria pribadinya tak percaya.
"Ba-bagaimana mungkin?" kata Lucas terbata. Dia menunjuk ksatria kecil itu tak percaya menggunakan jari telunjuknya.
"Apanya yang tidak mungkin, tuan?" tanya Leona dengan suara yang sengaja diberatkan. Tidak lucukan jika penampilan prianya langsung diketahui begitu saja sekarang.
"Tentu saja kau! Kenapa kau seorang lelaki?" Ucap Lucas lagi.
Terkekeh sesaat Leona langsung membungkuk memberi salam pada Lucas. "Ah, saya benar-benar tidak sopan. Maafkan sifat saya yang pelupa ini tuan."
"Memang siapa kau?"
"Hamba hanyalah seorang pengembara yang kebetulan bertemu Putri Lea di pasar. Tuan bisa memanggil hamba, Leon." Leona hanya mengurangi satu huruf namanya saja sebagai nama samaran.
"Leon? Aku baru mendengar nama itu. Memang kau berasal dari keluarga mana?" tanya Lucas mengorek informasi.
Mengetahui hal itu, Lea langsung mengubah topik pembicaraan dengan menanyai Lucas perihal Felix.
"Ah, tuan Lucas. Bagaimana keadaan kak Felix?" tanya Lea membuat Lucas menoleh ke arahnya. "Yang Mulia Putra Mahkota baik-baik saja kok. Hanya saja dia sedang sibuk mengurusi persoalan pajak masyarakat."
"Ah, begitu ya? Padahal aku sangat merindukan kakak. Kapan ya, terakhir kali kita bertemu dan minum teh bersama?"
Lucas hanya berdehem pelan sembari mencuri-curi pandang ke arah Leona. Mungkin dia masih curiga, tapi lucunya tiap kali netra mereka bertemu, Leona hanya tersenyum.
"Tuan Lucas, anda tidak mungkin suka pada saya, kan?" goda Leona yang membuat muka Lucas memerah.
"Enak saja! Aku masih waras untuk tidak menyukaimu tau?" elak Lucas setengah berteriak. Pria itu buru-buru meninggalkan kediaman Lea dengan muka merah mirip tomat.
"Ona, kau benar-benar jahil ya. Jujur saja aku baru pertama kali melihat tuan Lucas sampe semerah itu," ujar Lea yang malah dibalas gelak tawa Leona.
"Kau tahu putri? Terkadang orang yang terlihat tenang seperti air justru memiliki humor yang lebih parah dari pada orang kebanyakan."
©©©
"Aku benar-benar tak habis pikir, ksatria bertubuh kecil kekurangan gizi itu malah menggodaku habis-habisan. Tapi aku juga bodoh karena mau saja diam tanpa membalasnya," monolog Lucas sesampainya di tempat latihan pedang para prajurit.
Pria itu tidak sadar jika dirinya menjadi pusat perhatian bawahannya. Hampir semua bawahan yang melihat tingkahnya berbicara sendiri itu tergelak. Tapi mereka takut jika pedang Lucas langsung terhunus ke arah leher mereka. Jadilah semuanya menunduk sembari diam-diam menahan tawa.
"Hey tuan Lucas, apakah ada sesuatu yang menggangu pikiranmu?" tanya seseorang bernama Azril. Dia teman sekaligus rekan kerja Lucas. Eum, jabatannya seorang duke.
"Duke Azril, kapan kau datang?" tanya Lucas.
"Wah, aku sudah sedari tadi berlatih pedang di sini, loh!" tutur Azril. Lucas menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Maafkan aku yang baru menyadarinya."
"Tidak masalah bung, ngomong-ngomong di mana Pangeran Felix?" tanya Azril. Matanya menatap sekeliling mencari sosok berambut emas, ciri khas keluarga kerajaan.
"Ah, pangeran sedang-"
"Aku di sini. Ada apa, hm?" ucap Felix yang rupanya baru saja datang ke tempat latihan.
Pakaian bangsawannya sudah berganti dengan pakaian latihan. Bahkan dia sudah memegang pedang kesayangannya itu.
"Ampun Yang Mulia, tapi anda seharusnya-"
"Cukup Lucas, tubuhku juga perlu berolahraga. Kau tak mau kan punya Raja di masa depan yang hanya bisa duduk dengan perut buncitnya itu?" jawab Felix telak, Lucas cuma bisa tersenyum.
"Eum, Pangeran. Kudengar adikmu, Putri Lea memiliki ksatria pribadi?" tanya Azril hati-hati.
Mata Felix langsung menatap tajam ke arah Lucas. "Apa itu benar Lucas?"
Lucas yang kehilangan kata-kata hanya bisa mengganguk pelan. "Be-benar yang mulai, tuan putri memiliki ksatria pribadi."
"Sejak kapan dan kenapa aku tak tahu soal ini?" tanya Felix dingin.
"Prajurit! Cepat bawa kstaria pribadi Putri Lea ke sini. Aku ingin tahu, seberapa hebat dia sampai-sampai adikku berani mengangkatnya tanpa meminta izin terlebih dahulu padaku." Felix tersenyum culas, membuat Azril dan Lucas merinding.
Kadang sang putra mahkota memang tak bisa ditebak. Seolah, Felix itu mempunyai alter ego.