Leona sudah sampai di tempat latihan tepat di hitungan kesepuluh. Padahal banyak sekali prajurit baru yang sudah berbaris. Tapi gadis itu hanya cuek, dan menatap lurus ke arah depan.
Melihat semua sudah berkumpul, Duke Azril dan Lucas segera membuka latihan di awali dengan pemanasan. Pemanasan ini mirip seperti kita mau melakukan lari. Setelah cukup panas mereka menyuruh semua prajurit dan Leona mengambil pedang kayu yang sudah diletakkan di rak.
Masing-masing di suruh berbaris menyamping sebelum kemudian di suruh berhadapan. Ya, Lucas dan Azril ingin mengajarkan teknik serangan pertama. Pasang kuda-kuda sebelum menyerang.
"Tak begitu sulit," ujar Leona. Gadis itu masih mengikuti latihan dengan semangat membara. Sampai-sampai, diantara para prajurit baru dialah yang terlihat begitu mencolok.
"Kau lihat Leon?" kata Azril pada Lucas.
"Kenapa dengan dia?" tanya Lucas balik. Matanya sibuk mengawasi posisi pedang para prajurit baru, bagaimana cara memegang ujung pedang yang benar saat digenggam.
"Perasaanku atau memang dia jenius, sekali kuajarkan teknik pemula dia langsung bisa menguasainya, dan apa itu?" Azril menjeda ucapannya," aku belum pernah melihat kombinasi teknik seperti itu?"
Lucas menoleh. Ikut penasaran dengan apa yang temannya lihat. Benar saja di jarak 2 meter darinya berdiri. Leona sudah mahir bermain pedang, bahkan dia bisa sesekali memutar pedangnya lalu melemparkan ke atas sebelum di tangkapnya lagi dengan ujung kaki. Luar biasa, Lucas merasakan euforia sirkus.
"Bagaimana mungkin?" kata Lucas. Ia masih tak habis pikir dengan pria kecil kurang gizi berotak selangkangan itu. Selain cerdik dia juga mahir dalam segala bidang. Apa iya, saat diciptakan Tuhan tersenyum lebar menuliskan namanya?
"Apanya yang bagaimana? Justru dengan begini, Nort Vale jadi punya potensi lebih unggul dari Frozen Sea." Azril berkata senang.
Pria berambut hijau itu bergegas menghampiri Leona yang masih saja fokus berlatih pedang di tengah lapangan.
"Leon," panggil Azril.
Leona menoleh. "Ya, tuan Duke?"
"Kulihat kau memiliki bakat dalam berpedang, memangnya dulu kau belajar di mana?" tanya Azril. Dia sedikit tertarik dengan kepiawaian Leona dalam memainkan pedangnya. Apalagi tatapan yang tajam itu, bisa saja musuh-musuh langsung menciut dalam sekali tatap.
Leona hanya menggaruk belakang kepalanya sembari tercengir lebar tanpa dosa. "Tidak, ini pertama kalinya dalam hidupku."
Damn it!
Mulut Azril langsung terbuka lebar tanpa permisi. Yang benar saja? Pertama kali! Dia saja dulu butuh waktu 1-2 tahun sampai semahir itu. Benar, sepertinya Leon itu anak langka yang dilahirkan setiap seribu tahun sekali.
"Ah begitu, lalu bagaimana dengan memanah? Apa kau pernah belajar?" Azril semakin penasaran akan sosok Leon.
Leona menggeleng pasti, dia memang belum pernah sekalipun memegang busur. "Aku belum pernah melakukannya, tapi untuk menombak sepertinya aku tahu sedikit caranya."
Seperti anak kecil yang diberi permen lolipop, mata Azril langsung dipenuhi binar. Tanpa ambil pusing, ia langsung berlari ke arah jejeran tombak yang di susun di sudut lapangan. Diambilnya sebuah tombak berukuran sedang lalu diserahkan pada Leona.
"Cobalah, aku ingin melihatmu menombak pohon itu," tunjuk Azril pada sebuah pohon berjarak 1 meter dari lapangan berlatih.
"Ta-tapi Duke, bukankah itu terlalu sulit untukku?" tolak Leona.
"Hey, kau bahkan belum mencobanya. Mana bisa langsung mengambil kesimpulan begitu."
"Eum, baiklah." Leona akhirnya pasrah.
Gadis itu langsung mengambil ancang-ancang sebelum melemparkan tombaknya. Dan wush .... Tombak itu berhasil menancap di pohon. Sayangnya, mereka berdua harus memasang wajah tak enak hati saat melihat Felix hampir saja jadi korban. Mungkin 2 cm lagi, tombak itu mengenai wajahnya yang mulus.
"Siapa yang berani mengarahkan senjata kepada Putra Mahkota?" teriak prajurit penjaga.
Mereka langsung berlari ke arah arena berlatih untuk mencari si pelaku. Sedangkan Leona hanya bisa meringis, lalu tanpa permisi lari begitu saja meninggalkan Azril di TKP.
"Kurasa, tuan Duke ingin melakukan rencana pembunuhan padaku?" tebak Felix dengan pandangan tajam pada Azril. Duke Azril hanya cengar-cengir tanpa dosa.
"Anda salah paham pangeran, justru tuan Lucas yang melakukan hal itu," tuduh Azril pada Lucas yang baru saja datang menghampiri mereka.
Wajah Lucas hanya terbengong, tak mengerti dengan arah pembicaraan mereka."Aku? Memangnya aku kenapa?"
Felix menatap Lucas curiga. Merasa ada sesuatu yang salah akhirnya Lucas berujar lagi dengan lantang.
"Hey, aku bahkan baru saja selesai melatih prajurit baru. Kenapa kau menuduhku bermain tombak?" jelasnya kesal. Pria berambut merah bata itu mengerucutkan bibir lucu.
"Baiklah, jadi kalian berdua tidak ada yang mau mengaku?" tanya Felix dengan senyum miring.
Entah mengapa Azril dan Lucas merasakan aura membunuh di sekitar mereka setelah mendengar ucapan sang pangeran.
©©©
Leona berlari meninggalkan lapangan berlatih, melewati jalan setapak di area kerajaan. Ia tidak tahu sampai mana arah jalan ini menuntunnya. Yang pasti, ia jadi kehilangan fokus karena terus melihat kebelakang, hingga tak sadar menabrak Anastasia yang kebetulan sedang berjalan-jalan sendiri di area itu. Alhasil keduanya jatuh dengan pose yang lucu. Permainan takdir atau memang kebetulan. Bibir Leona tak sengaja mencium pipi Anastasia hingga membuat si empunya memerah.
"Kurang ajar!" teriak Anastasia. Gadis itu masih syok dengan kejadian tadi, tak terkecuali Leona. Dia berdiri dengan tubuh kaku seolah baru saja kehilangan separuh nyawa.
"Hamba benar-benar minta maaf putri, tapi yang tadi itu benar-benar tak disengaja," kata Leona menjelaskan.
Anastasia masih menatap sengit pada Leona. Bahkan berulang kali tangannya menghapus jejak bibir Leona seolah bekas itu seperti kotoran.
"Bagaimana jika Putra Mahkota tahu? Kau pasti akan dihukum mati karena menciumku tanpa permisi!" ucapnya kesal.
Leona memijat pelipisnya pelan. Terlalu lelah menghadapi sikap Anastasia yang kekanak-kanakan menurutnya.
"Terserah putri mau bilang apa, yang jelas tadi itu kecelakaan dan hamba harus segera pamit." Mata Anastasia melotot, buru-buru gadis itu mencegah kepergian Leona dengan menahan salah satu tangannya.
Mendesah pelan, Leona langsung membalikkan tubuhnya yang terpaut beberapa centi lebih tinggi dari pada Anastasia. Wajahnya datar dan begitu cuek melebihi Felix.
"Apa lagi?" tanyanya dengan suara deep.
Anastasia membeku. Entah kemana umpatan yang mau ia lontarkan tadi. Tapi melihat lelaki asing ini menatapnya dengan begitu dingin membuat sesuatu dalam dirinya bergejolak. Padahal saat ia menatap Felix saja, tidak bereaksi separah ini. Sebenarnya ada apa dengan dirinya?
"Anu, Itu ..."
Leona masih menatap Anastasia yang malah semakin salah tingkah. Terlihat sekali gadis itu menutupi kegugupannya dan semburat rona merah di pipinya dengan menunduk.
"Tidak jadi!" teriak Anastasia keras lalu segera berlari meninggalkan Leona yang masih mematung di tempatnya dengan alis terangkat satu.
"Dasar gadis aneh!" kata Leona. Ia langsung berbalik melanjutkan perjalanannya ke kediaman putri Lea.
Tanpa sepengetahuannya ternyata Anastasia masih di sana. Dia bersembunyi di balik pohon sembari memegangi dadanya yang bergetar hebat.
"Sial! Kenapa aku jadi begini? Apa mungkin aku ... Ah tak mungkin!" teriaknya kesal sendiri.
Leona baru saja sampai di kediaman putri Lea. Terlihat sekali raut wajahnya kusut dan loyo. Mungkin karena tak terbiasa berlatih pedang, jadi ya begini efeknya.
Lea yang baru saja keluar dari kamarnya langsung berjalan menghampirinya. Gadis itu memberikan secangkir teh untuk diminum Leona.
"Kau kenapa Ona?" tanyanya, Leona hanya menatap Lea sendu.
"Aku lelah sekali, bolehkah aku menumpang tidur dikasurmu putri?" ujar Leona. Lea langsung mengangguk.
"Tentu, kenapa tidak?" jawabnya.