"Hamba hanya ingin tahu, Omelas itu pernah ada atau hanya karangan orang-orang belaka?" tanya Leona. Felix langsung membuang muka.
Sebenarnya ia sudah lupa, tapi pria kecil ini mengingatkannya kembali pada Omelas dan sebuah peristiwa yang menimpa dirinya di masa lalu. Sekelebat potongan memori kelamnya muncul hanya dengan mendengar nama Omelas di sebut-sebut.
"Sebenarnya aku muak menjelaskan ini, tapi aku sudah terlibat kesepakatan denganmu saat duel siang tadi." Felix mencoba menjawab setenang mungkin dan duduk kembali ke kursinya. Ia menatap Leona di seberang sebelum mulai bercerita. "Jadi Omelas itu ...."
Omelas adalah sebuah negara makmur. Diapit oleh World Tree di sebelah Timur dan Padang Gurun bernama Abys di sebelah Barat. Banyak sekali ras-ras yang mendiami Omelas, kecuali manusia. Hingga suatu ketika negeri yang damai ini berubah akibat kemunculan seorang anak pengadu domba dari penjara bawah tanah.
Ia meghasut orang-orang untuk menjadi tamak dan egois. Ahasil keadaan menjadi kacau balau dan perang tak terhentikan. Hal itu yang membuat Omelas terpecah menjadi dua bagian, Nort Vale di sebelah Utara dan Frozen Sea di sebelah Selatan.
Orang-orang Nort Vale kebanyakan menggunakan skill berpedang dan memiliki satu ekor hewan ajaib sebagai penjaga, sedangkan orang-orang dari Frozen Sea lebih mengutamakan ilmu sihir dan mana. Hal itu yang membuat keduanya berpecah dan mendirikan negara bagian sendiri. Tentunya World Tree sebagai pembatas dua negara. Konon, ada sebuah dinding antar dimensi yang sengaja di pasang agar kedua negara ini tidak saling berperang, namun dinding itu bisa saja lenyap saat bulan purnama penuh muncul.
"Ah jadi begitu?" Felix hanya mengangguk.
Pantas saja peta kosong dan burung itu menunjukkan jalan ke dasar jurang. Rupanya tempat ini masih temasuk dalam Omelas dulunya. Tapi, apa hubungannya dengan kandidat terpilih?
"Pangeran apa kau tahu tentang orang terpilih?" tanya Leona lagi. Felix langsung menatapnya serius.
"Dari mana kau tahu tentang orang terpilih?" tanya Felix. Ia jadi curiga dengan Leon, kstaria adiknya itu.
"Eum, putri Lea pernah membahas hal itu," bohong Leona. Felix semakin menatapnya.
"Lea? Kukira gadis itu tidak tahu soal ini. Tapi bisa saja, ia mendengar kabar angin yang beberapa hari sempat beredar."
"Memang kabar apa?" tanya Leona.
"Tentang orang terpilih yang berkhianat dan malah memihak Frozen Sea."
"Hah, apa? Tunggu sebentar, pangeran bilang ada orang terpilih lagi?" Leona bingung. Bukankah orang terpilih itu hanya dirinya, terakhir kepala sekolah bilang lima tahun yang lalu. Tapi kenapa di sini ada dua kandidat terpilih?
"Kenapa kau kaget begitu?" tanya Felix.
Leona hanya tersenyum kaku sembari mengibaskan tangannya, "Tidak ada apa-apa kok."
"Eum, pangeran saya pamit undur diri. Sepertinya tuan putri sudah menunggu saya," pamit Leona.
Gadis itu buru-buru meninggalkan taman istana dan Felix. Langkah kakinya dibuat senatural mungkin agar Felix tidak curiga dengan gelagatnya, namun di langkah ketiga ujung bajunya ditarik dari belakang. Mau tak mau membuat Leona berhenti dan langsung menoleh kebelakang.
"Pa-pangeran ada apa?" tanyanya bingung.
Felix hanya tersenyum lantas menggandeng tangannya untuk pergi. "Kukira kau tipe kstaria yang membosankan. Rupanya aku salah."
Mata Leona mengerjap, tak mengerti dengan ucapan si putra mahkota sombong itu. "Maksud anda?"
"Ikuti saja aku, nanti kau akan tahu."
©©©
"Apa? Jadi pengawal pribadi Pangeran Felix!" teriak Leona dan Lea bersama.
Dua gadis beda alam itu saling menatap satu sama lain. Pasalnya Felix bukanlah orang yang terburu-buru untuk memilih ksatria pribadi. Tapi kenapa tiba-tiba dia ingin menjadikan Leona sebagai pengawal pribadi?
"Maaf kak, tapi Leon itu ksatria pribadiku. Kenapa kak Felix menginginkan dia juga?" tanya Lea ketus.
Ia sudah nyaman dan menganggap Leona sebagai teman bahkan keluarganya sendiri. Jika gadis itu diambil dan tinggal di kediaman Felix. Sudah bisa dipastikan Lea akan jarang sekali bertemu dengannya.
Felix tersenyum lembut, lalu mengusap puncak kepala Lea. "Kau tidak perlu khawatir, aku akan memberikan Lucas sebagai gantinya."
Jika ada Lucas di sini, pria itu pasti sudah mencak-mencak tak jelas.
"Maaf Pangeran, anda tidak bisa seenaknya begitu, dong. Saya kan ksatria pribadi Putri Lea, bukan barang yang bisa di tukar," sergah Leona.
Mana mau dia berurusan dengan pangeran sombong itu. Niatnya hanya mengorek informasi seputar Omelas lalu pergi. Tapi sialnya, Putra Mahkota malah tertarik dengan dirinya.
"Kenapa tidak? Lagi pula kulihat kemampuan berpedangmu masih sangat minim. Jadi aku sedikit khawatir jika menyuruhmu untuk melindungi adikku sepenuhnya, " balas Felix. Leona menyipitkan matanya membuat pria berjambul emas itu tergelak.
"Kalau anda tahu kemampuan berpedang hamba minim, kenapa masih meminta hamba ini menjadi pengawal pribadi? Bukankah Duke Azril dan Jenderal Lucas lebih pantas?" ujar Leona tak mau kalah.
Felix sungguh mengapresiasi kecerdikan Leon. Pria kecil itu bisa saja membalas ucapannya secara cepat dan detail. Ah, beruntung sekali Lea menemukan dirinya terlebih dahulu.
"Ya, kau benar. Sebenarnya aku tak begitu perlu jasamu untuk melindungiku." Leona menggangguk setuju.
"Hanya saja, aku mau membuatmu menjadi prajurit sejati," lanjutnya.
"Sebentar, aku benar-benar tidak paham maksud kakak." Kali ini Lea membuka suara. Dia sudah bosan menyimak percakapan Leona dan Felix sedari tadi.
"Simpelnya aku ingin menjadikan Leon sebagai pengawal pribadiku, agar dirinya bisa kulatih langsung teknik berpedang." Mata Leona dan Lea membulat sempurna.
Jika sudah seperti ini mereka berdua tidak bisa mengelak lagi. Jangankan hasutan Lea, ucapan penolakan Leona pun, tidak berpengaruh sama sekali.
©©©
Di sinilah Leona berada. Duduk termenung di meja makan. Padahal banyak sekali makanan yang tersaji di depan mata, namun gadis itu hanya memandang lurus ke depan tanpa ada selera. Felix yang melihat Leona melamun, langsung berdehem pelan.
"Kau tak lapar?" tanyanya memecah keheningan. Leona hanya menggeleng pelan.
"Jika anak kecil sepertimu ingin jadi ksatria perkasa, salah satu caranya adalah makan banyak sebelum berlatih," tukas Felix.
Leona memandang Felix sesaat lalu melihat sekeliling. Bahkan dia baru sadar jika sudah terjebak beberapa hari di istana mewah ini. Lihat saja dekorasi ruang makannya. Mirip istana di dongeng Cinderella. Dindingnya bercat putih terang dengan campuran warna emas di setiap coraknya. Sungguh, khas sekali nuansa kerajaan.
Ditengah lamunannya, bahunya ditepuk agak keras oleh Lucas. Entah sejak kapan pria berambut merah bata itu sudah ada si sebelahnya.
"Hey, Leon. Masih kecil saja kau sering melamun, mau jadi apa kau huh kalau sudah besar?" cerca Lucas.
"Ah, tentu saja bersenang-senang di sebuah pulai ditemani sebotol anggur merah dan para gadis cantik." Lucas menyoroti Leona jijik. Apa dia tidak salah dengar barusan? Si pria kecil kekurangan gizi berotak selangkangan.
"Atau, tuan Lucas ingin jadi salah satunya, jadi kasimku mungkin?" goda Leona lagi. Lucas membuang wajah malu.
Buru-buru pria itu keluar dari ruang makan sembari berteriak kencang. "Aku tunggu kau di tempat latihan. Dalam hitungan kesepuluh kau belum sampai, aku akan menghukummu menguras kolam!"
Leona hanya terbahak di tempat duduknya, sungguh menggoda Lucas adalah hal favoritnya saat ini. Lalu Felix? Dia sudah lenyap dari ruang makan sejak tadi.