Chereads / secret admirer boss / Chapter 2 - Si Abang CEO emessss

Chapter 2 - Si Abang CEO emessss

Entah sudah berapa kali Mayang bolak-balik ke pantry untuk membuatkan kopi sang bos sesuai seleranya.

'Awas aja kalau kali ini masih bilang ga enak, gw lempar nih kopi ke mukanya.' Mayang bergumam sendiri di ruangan pantry yang khusus disediakan untuk petinggi perusahaan, sebenarnya letak pantry khusus itu tidaklah jauh dari ruangannya, tapi entah sudah yang keberapa kali dia bikin kopi untuk sang bos dan berujung kegagalan, yang tidak enaklah, kurang kopinya lah, kebanyakan gulalah dan masih banyak alasan yang lainnya, sungguh membuat betis dan hatinya berdenyut-denyut merasakan pegal luar biasa.

Mayang kembali melangkah ke ruangannya dengan membawa nampan kecil berisi secangkir kopi.

"Ini kopinya, Pak."

Tak ada balasan dari bibir sang bos, membuat Mayang memutar bola matanya malas. Mayang akan kembali ke mejanya, namun suara bariton yang menurutnya sangat menjijikkan itu menyuruhnya untuk berdiri terdiam ditempat.

"Siapa yang suruh kamu pergi, duduk." Ucap sang bos seperti titah raja yang tak kan terbantahkan, dan Mayang hanya menurut dengan suruhan sang bos. dia mundur satu langkah dan menarik kursi disebrang bosnya, kemudian duduk manis dengan gaya anggun wanita berkelas.

Setelah menyeruput sedikit kopi buatan Mayang, Firman mengangguk perlahan.

"Lumayan, dari pada yang tadi."

'Ya Allah, gw bikin kopi ampe jari gw hampir keseleo karena harus bolak balik ngudek kopi, dia bilang hanya lumayan? Astaghfirullah, dasar bos rese..' Mayang merutuki bos dihadapannya, yang tentunya hanya bisa dia lakukan di dalam hati saja, bahkan ingin sekali dia melempari sang bos dengan stilleto yang dia kenakan, namun mengingat harganya yang cukup mahal jadi dia urungkan niatnya tersebut, tapi sepertinya tak mungkin dia melakukan itu pada bosnya kecuali kalau dia sudah tidak ingin bekerja ditempat itu lagi. Huh..begitulah nasib bawahan.

"Ini tolong kamu cek, ada yang tidak beres dengan dokumen itu." Ucap Firman sambil menyodorkan dokumen pada Mayang.

"Baik Pak, saya akan memeriksanya, saya permisi dulu pak." Baru saja dia akan bangkit dari duduknya namun sudah dihentikan lagi oleh bos sialannya ini.

"Besok saya ada miting di luar kota, tolong kamu siapkan keperluan saya selama disana, nanti sepulang dari kantor, kamu ikut ke apartemen saya."

"Apa itu juga merupakan tugas sekertaris?" Ucapan Jelita sontak membuat mata Firman menatap tajam ke arahnya.

"Kamu berani membantah?"

"Maafkan saya pak, masih ada lagi pak? kalau tidak ada saya akan kembali ke meja saya."

"Ya udah sana, kamu kembali ke meja kamu."

Mayang duduk kembali dibelakang meja kerjanya, meletakkan dokumen yang tadi dikasihkan oleh bosnya. Lalu Mayang membuka dokumen itu dia membacanya perlahan karena tidak ingin ada kesalahan dari pekerjaanya, walaupun dia membenci bos sialannya itu, tapi dia tetap profesional dalam melakukan pekerjaannya. Sekilas tidak ada yang salah dengan dokumen itu, namun ketika dia membaca dengan lebih teliti, ada kesalahan dalam penulisan angka-angka tersebut.

'Ternyata dia tidak berubah, tetap jeli dalam melihat sesuatu.' bisik hati Mayang.

Jam makan siangpun tiba, Sarah mengetuk pintu ruangan Firman perlahan, kemudian masuk dan bergelayut manja dipundak Firman.

"Makan Yuk, bang.."

"Kamu makan sendiri aja, abang masih banyak pekerjaan."

"Ya sudah aku ajak sekertaris abang aja kalau gitu."

"Jangan ganggu dia, dia akan makan bersamaku disini, biasanya kamu makan bareng temen-temen kamu, kenapa hari ini kau mengajak abang mu ini, hm?"

"Aku kangen pingin makan bareng sama Abang, kan dah lama abang ga pulang ke rumah, jadi kita ga pernah makan bareng."

"Abang ga akan pulang sebelum mami mencabut acara perjodohannya itu."

"Ih, lagian apa salahnya sih bang, belum tentu cewek yang dijodohkan sama abang itu jelek kan?"

"Aku tahu, tapi aku sudah punya yang lain?"

"Abang masih mengharapkan perempuan itu, abang aja ga tau dia dimana? gimana abang masih bisa berharap sama perempuan itu coba."

Firman menghembuskan nafas panjang, meletakkan pulpen dan melepas kaca matanya, pandangannya beralih menatap pada gadis mungil yang masih bergelayut manja disampingnya.

"Abang akan berhenti mencari dia jika memang dia sudah bahagia dengan orang lain, dan abang ingin lihat dengan mata abang sendiri."

"Terserah abanglah."

Mayang yang sedari tadi memperhatikan dua interaksi kedua manusia dewasa tersebut tiba=tiba kembali merasakan nyeri di hatinya, belum hilang keterkejutannya mengetahui jika sarah adalah adik Firman bos nya, kini dia mengetahui kenyataan bahwa selama ini Firman menyukai seorang perempuan, pantas saja dulu dia menolaknya, pikiran Mayang berkelana dengan ke kepoan yang tiada tara, sungguh dia penasaran siapa perempuan yang dimaksud Firman, apakah teman mereka waktu SMU atau teman dia kuliah diluar negeri? Huh. Katanya benci tapi kenapa peduli, kepo pula... dasar kau Mayang..

Mayang melangkah menuju meja Firman untuk memberikan dokumen kerja sama dari perusahaan lain yang sudah masuk di emailnya.

"Ini dokumen kerjasama dari PT. Adhiyaksa, Pak."

"Trimakasih kamu letakkan disitu saja, nanti saya baca."

Mayang mengangguk.

"Mayang, kamu harus sabar kerja sama orang macam abangku ini, maklum jomblo akut, kurang kasih sayang dari calon bidadari surga yang masih melayang-layang entah dimana...Aduh...Sakit."

Firman mencubit pingang adiknya, siapa suruh dia mengatakan hal semacam itu pada sekertaris barunya.

"Makanya tuh mulut jangan iseng, nanti abang potong gaji kamu."

"Ih abang sukanya ngancem."

"Bos itu bebas mau ngapain aja, dah sana kamu pergi katanya mau makan, atau mau makan disini bareng sama abang biar abang pesankan lagi?"

"Ga ah, makan diluar aja, sekalian ngilangin suntuk."

"Aku duluan ya Mayang, dah abang...Muach."

Sarah pergi meninggalkan ruangan kakaknya setelah mencium pipi kakak tersayangnya, Mayang hanya tersenyum menanggapi ucapan Sarah.

"Kamu makan siang disini bareng sama saya, saya sudah pesan makanan, sebentar lagi paling juga datang."

Dan benar kata Firman tak berapa lama pintu ruangannya kembali di ketuk kini seorang office boy masuk dengan membawa beberapa bungkus kantong makanan ditangannya.

"Ini makan siangnya, pak."

"Ya kamu letakkan dimeja situ aja, Trimakasih."

"Sama-sama pak saya permisi."

"Hm."

Setelah Office boy itu pergi Firman membereskan dokumen di mejanya, meletakkan kaca mata diatas tumpukan berkas, dan bangkit dari tempat duduknya menuju sebuah wastafel di balik ruang kerjanya.

"Mayang."

"Iya, Pak."

"Sini, kita makan dulu."

Mayang mendekat ke arah Firman yang telah duduk di sofa single yang menghadap ke pintu, sedangkan Mayang memilih duduk di sofa panjang yang terletak disebelah kanan Firman.

Mayang membuka isi kotak makan dari restoran terkenal di kota ini. Dia terdiam dan hanya menatap makanan di hadapannya.

"Kenapa diam? kamu ga suka makannya?"

"Bukan itu pak?"

"Terus?"

"Saya alergi udang Pak."

Mendengar kalimat yang terlontar dari bibir seksi Mayang, Firman terdiam. Hal itu mengingatkan dia pada seseorang yang dia cari selama ini.

"Ya sudah kita tukeran, kamu makan ini aja, biar aku yang makan itu?"

"Maafkan saya pak."

"Tidak apa, makanlah habis ini masih banyak pekerjaan yang harus kamu selesaikan."

"Baik, Pak."

Mayang makan dengan perlahan, dalam hatinya sedikit bersyukur karena bosnya ini tidak semenjengkelkan tadi pagi.

Setelah selesai makan siang, Firman langsung masuk kesebuah pintu dekat dengan meja kerjanya, Mayang baru menyadari jika disana masih ada ruangan lain selain ruangan miliknya. Mayang membereskan sisa makan siang mereka, merapikan meja dan membersihkan nya. kemudian membuang sampah bekas makanan ditempat sampah di depan ruangan bosnya.

Mayang pergi ke toilet yang berada di samping pantry khusus petinggi perusahaan, mencuci tangannya, dan langsung berwudhu untuk melakukan sholat dzuhur, karena dia tidak tahu dimana letak mushola maka dia putuskan untuk sholat diruang kerjanya saja.

Ketika Mayang kembali keruangan terlihat Firman sudah duduk dimejanya dengan tampilan yang lebih segar.

"Saya permisi sholat dulu Pak."

"Masuk saja di ruangan itu, kamu bisa sholat disana." Firman menunjuk sebuah pintu yang tadi dia masuki.

"Baik, Pak."

Mayang mengambil mukena dari dalam tasnya, kemudian msuk ke dalam ruangan yang tadi di tunjukkan oleh Firman.

Mayang menatap kesegala penjuru ruangan itu, ruangan yang cukuo luas terdapat satu tempat tidur yang walau tidak besar tapi terlihat sangat nyaman, ada lemari baju kaca yang berisi deretan baju kemeja dan jas. Mayang yakin itu adalah milik Firman, namun dia juga tak yakin untuk apa baju sebanyak itu berada dilemari digedung kantornya, melihat kesisi lain kamar itu ada sajadah panjang yang tergelar di atas karpet tebal bersama tasbih dan meja kecil yang diatasnya terdapat al-quran mini, serta beberapa buku tentang agama.

Mayang tidak menyangka ternyata Firman seseorang yang religius, walau terlihat sombong dan angkuh dan sering memerintah dengan semaunya. Mayang segera menujun ke ssajadah panjang itu, kemudian memakai mukenanya bersiap untuk melaksanakan sholat.

Diluar ruangan yang ditempati Mayang, tampak Firman berdiri di dekat jendela, memandang gedung-gedung tinggi pencakar langit di sekitar gedung perkantorannya.

'Kamu dimana? sudah bertahun-tahun aku mencarimu, tapi kau bagai hilang ditelan bumi. Jika tahu waktu itu adalah terakhir kita bertemu, aku pasti sudah mengatakan apa yang kurasakan padamu, maafkan aku May.'

Mayang yang sudah selesai melakukan sholat terpaku melihat sosok yang dulu sangat dia kagumi, sedang melamun dengan raut wajah sedih.

"Permisi, Pak."

"Hm."

Jam istirahat telah usai kini mereka disibukkan dengan tumpukan dokumen yang membuat orang pusing melihatnya, begitu pula dengan Mayang, Dia tak pernah menyangka bekerja sebagai sekertaris bos besar sangatlah berat, selain harus menyusun jadwal kegiatan bos nya, sampai mensortir email-email yang masuk mana yang harus segera di respon mana yang tidak, mana yang urgen dan mana yang berisi laporan biasa, belum lagi dia juga harus memeriksa proposal dari perusahaan lain yang mengajukan kerja sama dengan perusahaan milik bos nya ini.

Benar-benar melelahkan, namun sebanding dengan gaji yang dia dapat, dia memang digaji dengan cukup besar, itulah sebabnya dia tidak menolak ketika dipindahkan ke kantor pusat, dan justru membawanya bertemu dengan seseorang yang paling dia benci.. paling di benci atau paling disayangi ya.. maklum saja antar sayang dan benci hanya berjarak sangat tipis, maka hati-hatilah jika mengatakan benci pada seseorang, karena jangan-jangan itu sebaliknya.