Selamat membaca
Sudah satu bulan sejak Aruna memergoki perselingkuhan sang suami. Bagi Aruna yang utama adalah menyelamatkan hatinya yang sudah berkeping-keping. Menaruhnya menjadi satu supaya tak bercecer. Sulit namun bukanlah suatu kemustahilan. Dia percaya Tuhan punya rencana indah untuknya. Yang perlu dia lakukan hanyalah mengobati dan berdamai dengan hatinya.
Hari demi hari dia lalui dengan memperbaiki diri. Tubuhnya masih subur, tepat di tempat yang pas-hasil olah raga rutinnya menggunakan alat kebugaran mahal. Kalau orang jawa bilang Semlohey. Proporsional, kata orang barat. Idaman para lelaki pokoknya. Belum lagi wajah ayunya kian terawat akibat dia rutin merawat kulitnya dengan alat mahal yang dia beli dari menguras kantong suaminya. Namun, mana dia peduli? Itu memang hak dia sebagai istri. Dia nggak rela, hasil kerja keras suaminya malah perempuan lain yang merasakannya.
Sedang di kantor, suaminya blingsatan karena tak bisa lagi memanjakan Imelda, sang pujaan hati. Dan wanita itu sedang ngambek karena keinginannya beli tas Hermes incarannya tak dapat dipenuhi oleh sang arjuna. Ingin rasanya Herman menuruti maunya sang dara, tapi mau bagaimana lagi-semua kartu kredit sampai kartu debitnya dijarah sang istri.
"Sayang, jangan ngambek dong. Bentar lagi pas Mas gajian, kita beli ya," rayunya. Dia merayu bukan tanpa sebab. Tentu saja demi memuaskan nafsu binatangnya yang seminggu ini tak dapat tersalurkan akibat kekasihnya tak mau melayaninya sebelum tas bermerk itu di tangan. Menyebalkan memang.
Sebenarnya yang lebih membuatnya frustasi, sifat istrinya yang berubah drastis. Istrinya dulu begitu penurut dan tak pernah menuntut ini itu, sampai membuatnya jenuh. Apalagi setiap dia pulang dari kantor selalu penampilan lusuh yang didapatinya. Apalagi tubuh yang dulu begitu menggetarkan hatinya, kini tak berbekas. Yang tertinggal hanyalah tubuh berbalut lemak. Sangat berbeda dengan penampilan sekretarisnya yang begitu menggoda. Membuat hasrat kelelakiannya tergugah untuk mendua.
Dia sadar sudah salah melangkah, tapi mau bagaimana lagi? Dia kalah dengan nafsu birahinya. Dengan hasratnya. Dia mencintai istrinya, namun dia juga cinta tubuh sexy sekretarisnya. Dengan Imelda dia menemukan kembali gairah yang entah kapan hilang. Setelah merasakan tubuh Imelda, dia jadi kecanduan. Tak ada lagi waktu kembali. Dia sudah tersesat. Tersesat dalam gairah yang melenakan. Bernama perselingkuhan. Herman tak lagi menyentuh istrinya. Tak bernafsu lebih tepatnya. Bahkan setelah istrinya berulah dengan membeli banyak barang, dia tak lagi tinggal di rumah. Dia lebih nyaman tinggal dengan Imelda yang penurut dan selalu siap sedia melayaninya. Dia takut kalau pulang istrinya akan meminta ini itu.
Apa Herman tak rindu Aruna dan ketiga buah hatinya? Jawabnya tidak. Dia dimanjakan oleh Imelda. Dia tak ingat kalau punya tanggung jawab-Istri dan ketiga buah hatinya. Matanya sudah buta oleh nafsu.
Makanya saat Imelda ngambek, Herman blingsatan bagai gorilla. Gorilla tua yang berguling-guling karena tak dapat jatah dari sang betina. Dia mencari cara agar sang kekasih tidak lagi mendiaminya.
"Imel, nggak mau tau. Pokoknya besok, tas Hermes limited edition harus sudah ada di tangan Imel," rajuk Imelda manja.
"Kamu kan tau, semua kartu kredit dan debit mas diambil sama istri Mas," jawab Herman berusaha memberi pengertia sang kekasih.
"Kenapa sih nggak Mas ceraikan aja istri mas? Toh sekarang Mas nginep di tempat aku," sahut Imelda tak suka.
"Mas butuh waktu sayang, Mas janji akan segera menceraikan Aruna," janji Herman ragu. Ya, meski perasaannya ke Aruna sudah berubah tapi dia ragu menceraikan istrinya. Wanita yang dia perjuangkan sekuat tenaga untuk bisa menjadi istrinya. Rasanya ada rasa tak rela.
"Janji ya? Soalnya, anak kita butuh status yang jelas Mas," ujar Imelda malu-malu meong.
"Mak... maksud kamu... Kamu hamil?" tanya Herman tak percaya.
"Iya Mas," ujar Imelda meyakinkan. Dia mendekat ke arah Herman yang tengah duduk santai di sofa kantor.
Entahlah, kenapa perasaan Herman tak seantusias kala mendapati istrinya hamil anak kembar mereka. Rasanya HAMBAR.
"Mas, enggak suka ya aku hamil?" selidik Imelda. Herman menggeleng dengan cepat. Bisa-bisa nggak dapat jatah lagi dia. Padahal baru juga luluh kekasihnya masak ngambek lagi karena tersinggung. Dengan sekuat tenaga ditampilkannya senyum bahagianya. Senyuman yang tak sampai ke mata.
"Suka banget, Sayang," ujarnya meyakinkan dengan mengecup kening Imelda sayang.
"Kalau gitu, Mas punya waktu seminggu buat ngurus perceraian dengan Mbak Aruna. Dan jangan lupa tas Hermesku," tegasnya sebelum mengecup bibir Herman singkat dan berlalu menuju meja kerjanya. Herman mendesah lelah setelah kepergian Imelda. Banyak hal yang kian membuat kusut isi kepalanya.
Belum selesai satu masalah sudah muncul masalah lainnya. Dan semuanya mendesak untuk diselesaikan. Herman memejamkan matanya dan bersandar di sofa. Ternyata benar istilah, 'jangan bermain api kalau tak mau terbakar'. Kini, dia sudah terbakar.
Andai dia bisa memutar waktu, tak akan dia bermain api. Apa yang akan dilakukannya?
Menceraikan Aruna? Bisa digorok bapaknya kalau berani melakukannya. Dia ingat juga dengan sumpah ibu mertuanya yang akan mengutuknya impoten kalau berani menduakan sang putri. Kenapa bisa serumit ini?
Belum lagi masalah gono gini. Dia ingat betul saat menikah, dia menandatangani perjanjian pra-nikah. Yang mana jika, dia menceraikan Aruna-otomatis semua harta nya menjadi milih Aruna. Sial! Bisa menggelandang beneran dia. Otaknya berputar dengan keras. Herman tak mau kerja kerasnya selama kurang lebih enam tahun bekerja dari bawah hingga sampai di titik ini akan sia-sia. Rupiah demi rupiah dia kumpulkan hingga seperti sekarang. Dan semuanya akan jatuh ke tangan Aruna begitu saja? Tidak! Herman tak mau mengulang dari bawah lagi. Apalagi Imelda tak sepolos dan sepintar Aruna dalam mengelola keuangan, dan kekasihnya juga sedang hamil anaknya. Banyak kebutuhan yang harus dia tanggung.
Pikirannya sudah kusut masai. Namun, selintas pemikiran licik membuat senyuman terbit di wajahnya. Matanya terbuka. Dia harus berbegas. Skenario sudah mulai dirancang untuk memuluskan rencananya.
Maafkan aku Aruna, salahkan saja nasibmu yang kurang beruntung, batinnya menyeringai.
Hari ini dia terpaksa harus pulang dan menghadapi istrinya. Ups... Ex wife wanna be....
"Aku pulang, Sayang," gumamnya dengan seringai jahat.
"Sayang, hari ini aku akan pulang ke rumah Aruna. Mau mengambil beberapa surat penting untuk proses perceraiannya, doakan semuanya lancar ya. Kalau lancar, aku kan pulang ke rumahmu untuk merayakannya," pamit Herman kala sudah berada di samping meja Imelda. Wanita itu berseru gembira, membuat Herman gemas dan langsung memagut bibir merah bergincu yang begitu menggairahkan.
Keduanya terengah dengan senyuman bahagia menghiasi wajah mereka.
"Semoga Mbak Runa nggak ngamuk ya, Mas," doanya sungguh-sungguh. Imelda tak mau orang luar mengecapnya sebagai perusak rumah tangga orang, meski itu kebenarannya. Namun siapa yang sanggup menolak pesona Herman Hendrawan. Tampan, iya. Sukses, iya. Penyayang, iya. Pokoknya suami idaman banget atasannya itu. Imelda mana tahaaan.
Sebelum meninggalkan kantor Herman kembali memeluk dan mengecup bibir sang kekasih yang kini jadi candunya menggantikan bibir sang istri yang tak lagi dia jamah. Biar saja semua orang mengutuknya. Dia tak peduli. Masa depan dengan Imelda dan buah hatinya terlukis dengan jelas dalam hayalannya. Keluarga yang serasi. Bahagia juga pastinya.
Dia sudah lalai akan perjuangannya dalam mengejar cinta Aruna yang kala itu jadi primadona di kampusnya. Banyak pria berlomba-lomba menarik hati sang dara. Namun, dialah pemenangnya. Tentu butuh kerja keras dalam meluluhkan hati sang ratu kampus. Baginya, masa lalu tinggal kenangan lalu tak berbekas. Seperti debu yang tertiup angin. Ada, namun hanya membuat kotor. Kini, Herman sedang menyapu debu itu dalam hidupnya. Tak peduli nanti ada hati yang akan tersakiti. Tak jua peduli berapa banyak korban dari keegoisannya. Herman kini dalam uforia puber yang salah kaprah. Akibat, iman yang hanya secuil biji zarah. Sekali godaan setan menyapa meruntuhkan segala akal sehatnya. Menjadi manusia yang lebih hina dari binatang.
Akal sehatnya kalah dengan gairah.
Bersambung
Dukung terus Imelda dengan cara like dan komen ya cinta.