Chereads / Pelayan Itu Adalah Pengeran Baruku / Chapter 20 - Skandal yang Masih Berlanjut

Chapter 20 - Skandal yang Masih Berlanjut

Citra menekuk lututnya di sofa, meletakkan dagunya di atas lutut, dan bergumam, "Saat aku pertama kali menyukai Miko, aku tahu betul dia tidak menyukaiku. Kupikir itu tidak apa-apa. Saat aku mengejarnya, ada saat-saat tertentu dia menjadi sangat membenciku. Meskipun aku sedikit sedih, aku tidak goyah. Belakangan, ketika dia berjanji untuk menikahiku, dia dengan jelas mengatakan kepadaku bahwa dia tidak akan mencintaiku. Meskipun aku merasa kecewa, tapi aku senang bisa hidup bersama orang yang aku cintai."

Dia memiringkan kepalanya untuk melihat Satya, "Selama tidak ada yang terjadi padaku, dan aku pergi untuk mencoba gaun pengantin besok, keluarga Miko tidak akan membiarkan Yulia bersama dengan Miko dan aku akan tetap menjadi istrinya, tapi…" Citra sengaja tidak menyelesaikan kalimatnya. Dia menunduk dan menutupi matanya dengan tangan.

Satya tidak berbicara, tetapi menatap Citra dengan tenang. Dia bersandar ke belakang, bibir merah mudanya terkatup rapat, ���Besok, aku sedang tidak mood untuk mencoba gaun pengantin."

Citra mengelus pelipisnya, tersenyum ringan, suaranya agak parau, "Aku tidak mengerti mengapa aku bisa bertahan selama bertahun-tahun, meskipun Miko selalu mengabaikanku. Sekarang hanya butuh waktu kurang dari sebulan agar aku bisa menjadi istrinya, tapi sepertinya aku tidak tahan lagi."

Citra memang seperti itu. Dia adalah gadis yang paham betul apa yang dia inginkan, dan dia akan terus berusaha mendapatkannya, tidak peduli berapa energi atau harga yang harus dibayarkan. Bibir tipis Satya memperlihatkan senyuman dalam diam, "Saat Tuan Miko tidak menyukaimu sebelumnya, tetapi dia selalu memperhatikanmu karena tidak memiliki wanita lain. Namun, sekarang cinta pertamanya kembali, dan dia dengan terang-terangan mengabaikan nona. Saya tidak bisa menyalahkan Anda untuk merasa lelah dengan semua ini. Saya rasa tidak ada orang yang bisa menoleransi sebuah pengkhianatan."

Wajah Citra sedikit kaku saat ini. Dia duduk di sofa tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Apartemennya sangat tenang, jadi dalam keadaan seperti ini dia bisa mendengar suara napasnya dan napas Satya dengan jelas. Hanya ada luka kecil di dahinya, dan Satya sudah membantunya untuk mengoleskan obat agar segera kering.

Satya bangkit dari sofa setelah mengoleskan obat padanya, menutup kotak obat, dan berkata dengan kepala tertunduk, "Jika tidak ada yang lain, saya akan pergi dulu."

Citra memejamkan mata, dan wajah Yulia terlintas tiba-tiba, "Satya, tolong minta seseorang untuk mengawasi Yulia." Pria itu dengan samar menuruti perintah Citra.

"Bawakan aku sarapan besok pagi," ucap Citra melanjutkan.

Kadang-kadang, Satya tidak tahu apakah Citra wanita yang kuat atau lemah, cerdas atau bodoh karena sikap gadis ini selalu berbeda saat dia berhadapan dengan orang lain dan terhadapnya.

Satya yang tidak akan menginap di apartemen Citra malam ini segera menuju pintu untuk pergi. Citra kembali ke kamar mandi untuk mencuci kaki, lalu menjatuhkan dirinya ke tempat tidurnya yang besar, mematikan lampu, dan pergi tidur.

____

Keesokan paginya, ketika Satya tiba di apartemennya, Citra sudah bangun dari tidurnya. Dia hanya mandi, mengganti pakaiannya, dan duduk di meja makan untuk sarapan.

Sambil makan mie kuah yang dibeli oleh Satya, Citra membaca berita di media sosial. Dia mengerutkan keningnya dan berkata, "Berita tentang apa yang terjadi tadi malam dan skandal Yulia dan Miko ternyata sudah dihapus, ya?"

"Ya, Tuan Miko yang mengurusnya, nona," jawab Satya singkat.

Miko adalah tuan muda dari Keluarga Manurung yang sangat kaya dan terpandang. Tidak ada yang tidak bisa dia lakukan, termasuk mencegah wartawan untuk membuat berita buruk tentang dirinya.

Citra menceletuk, "Bagaimana mereka bisa pergi tadi malam?" Satya menjawab dengan datar, "Setelah kita pergi tadi malam, Tuan Miko meminta keamanan rumah sakit untuk menghentikan aksi para penggemar Anda di sana. Beberapa orang yang menjadi pemimpin aksi itu dikirim ke kantor polisi. Setelah itu, Tuan Miko mengantar Nona Yulia untuk masuk ke rumah sakit dan di rawat inap di sana. Dia mungkin tinggal di kamar Nona Yulia selama setengah jam dan pulang."

Citra tidak berbicara. Setelah beberapa saat, dia meletakkan ponselnya dan berkonsentrasi pada sarapannya. Setelah sarapan, Citra kembali ke kamar dan berganti dengan pakaian olahraga kasual berwarna putih, terlihat muda dan segar. Setelah keluar dari ruang ganti, dia melemparkan kunci mobil ke Satya, "Kita akan panjat tebing hari ini."

Satya menatapnya dengan lembut dan heran. Dia bertanya, "Anda tidak akan mencoba gaun pengantin bersama Tuan Miko?" Citra menanggapi dengan ringan, "Bukankah aku sudah mengatakannya kemarin? Aku sedang tidak mood."

Berita yang coba diredam dan dihapus oleh Miko ternyata masih bermunculan di media sosial dan segera menjadi topik panas hari ini. Hal tersebut terjadi karena bawahan Miko tidak sempat menghapus komentar-komentar yang ada di media sosial.

Ketika Ferrari putih milik Citra melaju keluar dari apartemennya, ponsel yang Citra lempar di kursi hampir tidak berhenti bergetar. Dia menutup telinga, menutup matanya dan menikmati perjalanannya dengan mobil mewah yang nyaman itu. Ketika dia memeriksa teleponnya pagi ini, ada beberapa panggilan tak terjawab dari Miko tadi malam.

Citra mencoba menghitung waktu. Mungkin setelah menyelesaikan kerusuhan tadi malam dan usai membawa Yulia ke rumah sakit untuk menangani cederanya, Miko baru memutuskan untuk meneleponnya. Miko memang tidak mencintai Citra, tapi dia tidak bisa mengabaikan gadis itu.

Saat tengah hari, setelah Citra melakukan panjat tebing dan makan siang di restoran terdekat, ponsel Satya berdering. Dia melirik ke layar ponsel, dan kemudian mengangkat mata untuk melihat wanita mungil seberangnya, "Nona, ini ayahmu."

Citra masih memegang pisau dan garpu makan di tangannya. Dia berkata dengan dingin, "Aku sedang tidak ingin bicara dengannya." Namun, Satya justru menekan tombol jawab. Detik berikutnya, suaranya terdengar sangat sopan, "Ya, Tuan?" Citra memelototinya dengan marah, mengapa pria ini selalu tidak mendengarkannya.

"Citra bersamamu?" tanya ayah Citra di ujung sana. Satya menjawab dengan hati-hati, "Ya, tuan."

"Bawa dia kembali ke rumah segera," kata ayah Citra memberi perintah. Satya berkata dengan ringan, "Kurasa Nona Citra tidak ingin kembali." Setelah hening beberapa saat, dia berkata, "Apa saya perlu memaksanya?"

Citra mengumpat dalam diam. Dia bangkit dan mengambil ponsel dari tangan pria itu, lalu melemparkannya dengan kuat. Setelah itu, dia mengeluarkan ponsel dari tasnya dan membuangnya juga. Mereka sedang makan di restoran di puncak gunung. Itu artinya ponsel mereka berdua terlempar ke jurang dan tidak akan bisa ditemukan.

Wajah Citra dipenuhi amarah, "Jika kamu berani memaksaku untuk kembali ke rumah, aku akan memberitahu ayahku bahwa selama ini kamu tidak pernah menghormatiku." Pria itu menatapnya sekilas, "Anda bisa mencobanya, dan kita bisa lihat apakah tuan percaya atau tidak."

"Kamu!" bentak Citra. Dia menggigit bibirnya, dan tiba-tiba memikirkan sesuatu, "Kalau begitu, aku akan memberitahu tunanganmu bahwa kamu sudah melakukan hal yang tidak senonoh padaku. Kamu mengintipku saat sedang telanjang, 'kan? Ayahku memang percaya padamu, tapi apakah tunanganmu mempercayaimu?"

Citra mendengus, "Jangan berpikir aku tidak tahu siapa tunanganmu. Aku bisa minta seseorang untuk memeriksanya dan aku akan tahu siapa dia."

Satya mengerutkan kening dan menatapnya. Melihat dia berhenti bicara, Citra terus mengiris steak di hadapannya dengan puas. Setelah makan, Citra tidak sengaja mendengar kasir menyebutkan bahwa ada tempat yang indah untuk melihat matahari terbenam di dekat restoran itu. Banyak orang datang ke sana, jadi dia juga ingin mengunjungi tempat itu.

Satya tidak punya pilihan lain, jadi dia mengantar Citra ke tempat yang dimaksud. Sayangnya, mereka tidak bisa melihat matahari terbenam karena ketika sampai di sana, cuaca berubah tiba-tiba dan terjadi badai.

Citra meringkuk di kursi di samping Satya. Dia kedinginan karena pakaiannya yang tebal ternyata tidak cukup untuk menghangatkan dirinya di kala badai seperti ini. Mobil yang dikendarai Satya tiba-tiba berhenti.

Citra menoleh dan menatap kosong pada pria di kursi pengemudi, "Mengapa kamu berhenti di tengah hujan deras?" Satya menatapnya dengan tatapan kosong, dan mengucapkan tiga kata, "Mobilnya mogok, nona."