Kekuatan Miko di pergelangan tangan Citra tiba-tiba bertambah, dan dia hampir menjerit kesakitan. Miko bertanya dengan dingin, "Citra, apa maksudmu? Kenapa kamu berbicara seperti itu pada Yulia?"
Citra menutup matanya sejenak dan diam. Dia mengangkat wajahnya dan berbisik, "Aku mengingatkan Yulia jika suaminya menyiksanya lagi, dia bisa memanggil polisi. Apa harus kamu yang melindunginya sepanjang waktu?" Miko mengerutkan kening dan menatapnya dengan ekspresi tidak percaya di matanya.
Yulia menunduk, dan dia berkata dengan lembut, "Citra benar. Tapi, jika aku melaporkannya ke polisi juga tidak ada gunanya bagiku karena dia pernah membantu pengobatan ayahku, jadi aku berutang budi padanya. Semua orang akan membelanya karena dia tampak sangat baik di luar."
Citra menatapnya dengan bingung," Lalu apa yang kamu rencanakan? Kamu akan membiarkannya menyiksamu terus? Apa kamu tidak tahu tentang perceraian?"
"Aku…" Yulia mengangkat kepalanya dan dengan cepat melirik ke arah Miko. Ada senyum pahit di wajahnya, "Aku berencana untuk tinggal di sini lagi, dan aku juga sedang mempertimbangkan untuk bercerai."
Citra mendengarkan penjelasan dari Yulia. Namun, entah mengapa dia seperti mendapat petunjuk bahwa alasan mengapa Yulia mempertimbangkan untuk bercerai dan tinggal di Sumatera lagi adalah karena Miko.
Citra tidak menunjukkan ekspresi apa pun di wajahnya, dia hanya tersenyum, "Jika kamu perlu pengacara untuk mengurus perceraianmu, kamu bisa bilang padaku. Aku kenal banyak pengacara andal di sini, jadi mereka pasti bisa membantumu untuk segera bercerai dari suamimu."
Yulia tersenyum padanya, "Baik, terima kasih banyak, Citra." Setelah itu, Citra pergi dengan Miko. Yulia masih berdiri dan terdiam di sana melihat mereka yang tampak serasi dari belakang. Wajahnya sangat sedih dan kesepian, tanpa sadar air mata jatuh dari mata indahnya.
____
Miko membawa Citra ke sebuah restoran yang menyajikan masakan barat. Karena Citra merupakan bintang besar, Miko sengaja memilih tempat yang terpencil dan sepi pengunjung. Setelah Citra memesan makanan dan menyerahkan menunya kepada pelayan, dia menangkup pipinya dengan kedua tangannya. Dia memandang pria di seberangnya tanpa berkedip.
Miko lebih lambat darinya, dia masih bingung memilih makanan yang akan dipesan. Setelah memesan salah satu hidangan, dia menyadari bahwa Citra telah menatap dirinya sejak tadi dan tertawa, "Mengapa melihatku seperti itu, ada yang salah?"
Citra baru berusia dua puluh tahun. Wajahnya masih sangat halus dan kenyal. Bibirnya merah dan giginya yang putih berjajar dengan rapi. Citra masih menatap Miko tanpa berkedip. Dia berkata sambil tersenyum, "Aku menyukaimu, jadi aku suka melihatmu." Senyumannya sangat tulus dan menawan.
Miko menyetujui pernikahan yang telah diatur oleh ibu dan ayahnya itu karena dua alasan. Pertama, karena latar belakang keluarga Citra yang baik. Kedua, karena dia merasa bahagia saat bersama Citra. Tetapi pada saat ini, ketika dia memikirkan ada gadis lain seusia Citra yang sedang menderita, hatinya dipenuhi dengan rasa sakit yang tak terbendung. Dulu Yulia juga bisa tertawa terbahak-bahak seperti Citra. Tapi sekarang, Yulia yang ceria tampaknya sudah menghilang.
Citra menatap Miko yang sedang melamun dengan bingung. Perasaan wanita sebenarnya sangat sensitif. Misalnya, pada saat ini, Citra sudah tahu bahwa meskipun Miko menatapnya, dia tidak memikirkannya.
Citra mengambil gelasnya, menutup matanya dan minum perlahan. Setelah minuman bersoda membasahi tenggorokannya, dia meletakkan gelas di meja. Wajahnya dipenuhi dengan senyuman manis lagi, "Miko, teman-temanku sudah tidak sabar ingin bertemu denganmu. Apa kamu ada waktu luang? Bisakah kamu menemaniku untuk berkumpul dengan mereka?"
Miko juga mengambil gelasnya dan meminum minuman bersoda dalam satu tegukan. Setelah beberapa saat, dia berkata dengan lemah, "Lain kali, aku sudah ada janji untuk hari ini." Wajah Citra menjadi muram setelah mendengar jawaban dari Miko.
Miko memandangi wajah cemberut Citra dalam diam. Dia masih tidak mengatakan apa-apa. Setelah makan, Miko pergi untuk mengambil mobilnya di parkiran. Citra berdiri di depan pintu dan menunggu, setelah beberapa saat, telepon di tas tangannya berdering.
"Citra, orang-orang sedang berkumpul di Castillo, cepat datang ke sini," seru seseorang di telepon.
Castillo adalah bar eksklusif yang sangat terkenal di Sumatera. Tempat itu adalah sarang bagi semua orang-orang kaya dan terpandang. Hampir semua pertemuan dan kegiatan apa pun bisa diadakan di bar itu.
Citra dengan malas bertanya, "Apa ada pesta di sana?"
"Hei, kita akan bersenang-senang di sini. Sudah berapa lama kamu tidak kesini? Kenapa sekarang kamu jadi wanita muda yang membosankan?" tanya teman Citra yang berusaha membujuknya.
"Oke, aku akan buktikan kalau aku masih seperti dulu. Aku segera ke sana. Tunggu, ya!" seru Citra penuh semangat.
Citra menutup telepon setelah tertawa keras. Dia meletakkan ponselnya kembali ke tas tangannya dan melihat ke arah mobil Miko yang mendekat. Dia berjalan dengan cepat untuk menghampirinya. Dia mengetuk kaca mobil Miko dan kaca itu perlahan turun, menampakkan wajah lembut dan tampan dari pria itu.
"Temanku baru saja mengajakku untuk berpesta. Aku akan naik taksi saja," ujar Citra.
"Di mana pestanya?" tanya Miko penasaran.
"Bar Castillo!" jawab Citra antusias.
"Masuk ke mobil, aku akan mengantarmu ke sana," kata Miko sambil membuka kunci mobil. Citra tidak menolak. Dia justru tersenyum manis, "Oke."
Citra berjalan ke bagian depan mobil, membuka pintu, dan duduk di sebelah Miko. Ketika mobil sampai di persimpangan, kebetulan lampu merah menyala, dan mobil berhenti. Di saat yang sama, ponsel Miko berdering.
Dia meraihnya, dan bertanya dengan lemah, "Ada apa?" Suara di telepon menjawab dengan nada panik, "Miko, seorang pria yang mengaku sebagai suami Yulia sedang membuat keributan di rumah sakit sekarang. Dia berusaha membawa Yulia pergi."
Miko mengerutkan kening, dan suaranya menjadi dingin, "Biarkan petugas keamanan mengusir pria itu. Jangan biarkan dia mendekati ruangan Yulia."
"Tapi… Tapi pria itu berteriak bahwa jika kita menghentikannya, kamu akan dilaporkan pada media," jawab orang di telepon.
Miko semakin tidak sabar, suaranya menjadi dingin dan kasar, "Apa yang kamu bicarakan? Katakan dengan jelas!"
"Dia akan bilang pada media jika kamu berselingkuh dengan wanita yang sudah menikah," jawab orang di telepon dengan ragu-ragu dan sedikit takut.
Miko tanpa sadar melihat ke arah Citra yang sedang duduk di sampingnya. Citra adalah bintang besar yang menjadi pusat perhatian. Sedikit saja gosip tentang dirinya akan membuatnya diburu media dan para paparazzi, apalagi jika ini tentang hubungan antara tunangannya dan wanita lain yang terungkap.
"Tunggu, aku akan segera ke sana!" bentak Miko tak kalah panik.
Citra kaget saat mendengar kata-kata itu. Dia secara spontan mengetahui bahwa telepon itu pasti terkait dengan Yulia. Miko menutup telepon dan meletakkan teleponnya di dasbor. Untuk sesaat, dia berkata dengan suara tertekan pada Citra, "Maaf, ada sesuatu yang mendesak untuk ditangani. Kali ini kamu bisa naik taksi sendiri. Maafkan aku."
Citra menatapnya dengan kecewa, "Apakah jika terjadi sesuatu pada Yulia lagi nanti kamu masih akan meninggalkanku seperti tadi malam dan sekarang?"
"Aku sudah bilang padamu. Aku akan mengurus masalah ini sebelum pernikahan kita," jawab pria itu tenang. Dia melanjutkan, "Aku sudah berjanji akan menikahimu, jadi aku pasti menikahimu dan menjadi suamimu."
Citra terdiam dan segera keluar dari mobil. Kini dia berdiri di pinggir jalan, dengan mobil-mobil yang melintas tiada henti. Jari-jarinya meremas tas di tangannya dengan kuat, berusaha menahan rasa kesal di dadanya.