Chereads / Home of Ardor / Chapter 31 - CHAPTER XXXI : DEKAPAN HANGAT YANG DIDAMBA

Chapter 31 - CHAPTER XXXI : DEKAPAN HANGAT YANG DIDAMBA

Bulan Januari akan segera mencapai akhir begitu pula waktu musim bersalju turut pergi meninggalkan Britania beserta benua Eropa. Namun untuk saat ini butiran kapas masih menumpuk menjatuhkan diri ke bumi, tak seperti hari-hari sebelumnya kali ini udara Nottingham terasa jauh lebih menusuk akibat hawa dingin salju yang turun sejak semalam. Itulah mengapa hari ini gadis bersurai perak yang kini berbalut gaun tebal membenamkan dirinya ke dalam selimut beludru berwarna hijau berharap menghangatkan tubuh serta hatinya. Iris telaga miliknya menerawang jauh keluar memandang tumpukan salju yang seputih kapas dihalaman mansion. Kedua tangannya tengah memeluk dirinya sendiri, benaknya berkelana mengingat kembali kejadian beberapa saat yang lalu.

Lagi-lagi satu persatu tabir kembali dibuka oleh alam semesta, kembali menunjukkan kemana rantai takdirnya membelit. Misteri demi misteri kembali bermunculan, seperti keberadaan gadis bersurai perak itu yang sempat ditunda selama berpuluh-puluh tahun dengan bayaran hidup seseorang. Hanya untuk memberikan perubahan pada takdir tidak hanya padanya, namun juga pria yang sama sekali tak pernah ia temui, bahkan ketahui keberadaannya. Pertemuannya dengan Lucas merupakan bagian dari rantai takdir yang berhasil diubah oleh Oracle sebelumnya, demi mencegah kehancuran ia sampai harus mengikatkan mereka dalam benang merah takdir.

Tak hanya itu abdinya, Medusa merupakan bagian dari rencana Ryuna. Ia bahkan memberikan perintah pada Ayahnya agar gadis bersurai perak itu nantinya harus memanggil Medusa dan menjadikannya sebagai pelayannya. Sebenarnya sejauh apa penglihatan yang dilihat wanita itu, hingga para Asmodia turut serta dalam kehancuran di masa depan.

Eve meringis merasakan kepalanya yang kembali berdenyut, sejak mereka kembali ia mendapatkan penglihatan, bahkan suara-suara yang tak begitu jelas muncul dibenaknya. Akibatnya hampir dua hari ini dirinya mengalami sakit kepala yang teramat sangat. Kepala Eve terasa semakin akan pecah karena setibanya mereka dari sihir dimensi Ryuna kedua orang itu bersikap aneh.

Sang Duke Castiello dan Abdinya itu tepatnya, mereka menjadi aneh. Medusa tampak jauh semakin pendiam, dingin bahkan wanita berambut ular itu tak lagi menggerutu atau mengeluarkan sumpah serapah saat ia mendapat tugas apapun dari Nona mudanya. Menurut penuturan Helga wanita bersurai ular itu pun tak terlalu sering keluar dari kamarnya.

Lalu yang kedua adalah tingkah aneh Sang Duke yang tampak selalu gusar, emosinya meluap-luap. Lucas mungkin sosok berhati dingin dan tak berperasaan, namun pria itu tak pernah melampiaskan amarahnya pada siapapun, mungkin memang ada kalanya sang Duke kesal atau geram dengan beberapa bangsawan atau bawahannya, namun ia tak pernah berteriak.

Eve masih mengingatnya dengan jelas, selepas mereka keluar dari dimensi Ryuna dan kembali ke hutan Sherwood. Evelyna tentu dalam gendongan sang pria, rautnya nampak kacau. Kedua matanya membengkak dan memerah, belum lagi jejak air mata masih tersisa dipipi porselennya. Semua orang disana tentu sangat terkejut pasalnya Nona muda mereka yang menghilang muncul bersama sang Tuan entah berasal dari mana. Eve mengingat bagaimana pucat pasinya para pengawal, Kapten Eckart bahkan kedua kakaknya. Mereka belutut dan menunduk dalam tak berani menatap atau melihat ke arah sang Duke. Barulah Eve menyadarinya, sensasi mencekam, menakutkan, menekan dan terasa mencekik yang menguar di belakangnya. Tepatnya berasal dari sang Castiello yang telah menjatuhkan pandangannya kepada sederet orang di samping kanannya, iris rubynya menyala membuat siapa saja bergidik ngeri, termasuk Eve yang hanya terdiam dan mencengkram kerah mantel sang pria.

Kemudian setelah beberapa hari berlalu, pria itu bertingkah aneh. Meskipun ia tak menjadi sedingin dan seacuh Medusa, namun setiap gerak-geriknya penuh dengan kekhawatiran dan keraguan. Hingga Eve merasakan celah diantara mereka, tak ada lagi perbincangan hangat di sore hari karena sang Duke kerap menghabiskan waktu mengerjakan berbagai tugasnya atau mengurung diri di dalam ruang kerja. Ini buruk benak Eve sama sekali tak dapat berhenti memikirkan berbagai kemungkinan yang menjadi penyebab mengapa mereka bertingkah aneh.

" Huuftttt..." Menghela nafas kesekian kalinya itu yang menjadi penyebab gadis bermanik emerald itu melakukan hal sama hampir selama sekitar 15 menit. Tepukan pelan pada bahu sang gadis membuatnya terlonjak di dalam selimut, gadis itu mendelik tajam dan hampir memaki pada seseorang yang telah mengejutkannya. Namun niat itu diurungkannya kala melihat sosok wanita paruh baya bersurai perak dengan sorot welas asih telah duduk di sisinya.

" Ah, Ibu." Ujar Eve melempar senyum pada wanita anggun di hadapannya, Margareth mengusap surai putri angkatnya. Kekhawatiran serta rasa cemas sempat melingkupi dadanya saat Erden meminta tolong padanya untuk mengunjungi si bungsu. Bahkan si sulung sendiri sampai repot-repot menjemputnya ke London. Benaknya berkecamuk saat putranya itu tak mengatakan apapun termasuk menjawab setiap pertanyaannya. Belum lagi gadis ini tampak begitu menderita entah karena apa dan menyembunyikan beribu hal dari siapapun, meskipunn Evelyna bukanlah putri kandungnya. Namun Margareth merupakan seorang ibu, bagaimanapun ikatan telah terbentuk karena gadis muda ini sudah menjadi putrinya.

Eve melihat sang ibu dengan tatapan bingung saat tangan hangat wanita itu terjulur dan mengusap pipinya perlahan, " Tidak apa-apa semua pasti akan berlalu, mereka tidak akan meninggalkanmu."

Bagaikan sebuah panah yang melesat dan menancap tepat sasaran, seperti itulah kala seutas kalimat yang baru saja dilontarkan wanita dengan iris sapphire itu. Ah, beginikah rasanya kasih sayang seorang ibu? Eve meringsut masuk ke dalam pelukan hangat wanita paruh baya itu.

Menangis tanpa suara melepaskan setiap kekhawatirannya, tidak bisa dipungkiri karena sikap kedua sosok itu dirinya menjadi berpikir berlebihan. Ketakutan terbesar seperti dibuang pun menghampiri. Meskipun ia telat bersumpah bahwa ia tak pernah akan beranjak dari sisi sosok terkutuk itu, namun hati kecilnya sangat naif dan berteriak ketakutan jika kemungkinan itu terjadi.

" Duke, hanya perlu ruang sebentar. Kau tau Ayahmu juga seperti itu. Dia akan gelisah sepanjang waktu memikirkan banyak beban yang ditanggungnya." Tutur Margareth lembut, tangannya masih sibuk membelai surai perak gadis dipelukannya. Bayangannya teringat pada sikap suaminya yang juga akan menutupi dan berusaha menjauh kala cemas melandanya.

" Kau pasti sangat menyayangi Duke bukan hingga kau jadi seperti ini." Lanjut Margareth yang membuat Eve semakin memeluk erat pinggang sang ibu guna menyembunyikan raut bersemunya.

Yah, itu tentu saja wajar ia diselamatkan Tuan Besar Castiello dan diberikan kesempatan merasakan kehidupan yang sebenarnya. Meskipun itu sebenarnya merupakan skenario takdir, ironis memang karena pada akhirnya mereka hanya bidak dalam permainan takdir. " Jangan tinggalkan Duke, berlarilah ke arahnya dan bawa dirinya ke dalam pelukanmu."

" Jangan paksa dirinya menjelaskan apapun cukup berikan dia tempat menenangkan diri, Duke juga kan makhluk hidup yang bisa kebingungan dan gusar." Margareth kini menggoyangkan tubuh mereka ke kanan dan kiri, Eve sendiri masih terdiam mendengarkan ucapan sang Ibu berusaha mencernanya.

" Medusa pun sama, mereka hanya sedang kebingungan dan tidak mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Apalagi apa yang terjadi akhir-akhir ini merupakan kejutan bagi mereka."

" Bukankah kau juga begitu, Eve?" tanya wanita paruh baya itu tersenyum lembut, Eve mengangguk menjawab dan memilih duduk setelah melepas pelukannya pada wanita itu. Itu benar yang kemarin termasuk kejutan bagi mereka, terlebih siapa yang tidak terkejut saat dijelaskan bahwa semua yang terjadi telah direncanakan dan seberapa pahitnya kenyataan yang disembunyikan alam semesta.

Benar, ia tak seharusnya selalu mencari tempat bergantung. Ia juga harus menjadi tempat bagi seseorang bergantung termasuk Lucas. Bukankah Ryuna sudah menjelaskan padanya untuk saling bersandar dan menemukan yang mereka cari. Termasuk Medusa, wanita itu sekarang adalah abdinya bagaimanapun ia tetap berada dibawah naungan Eve.

Kedua sudut Eve tertarik, senyum lebarnya telah terukir. " Terimakasih Bu, Eve mengerti. Maaf sudah bertingkah seperti ini."

Kedua wanita itu saling melempar senyum hingga akhirnya Eve memohon ijin untuk melakukan tugas barunya. Ya, setelah apa yang terjadi sama halnya berlatih dengan kedua saudaranya. Ia perlu mulai belajar banyak hal sebelum menjadi Duchess termasuk mempelajari serta membantu Lucas dalam melindungi Asmodia dan Britania Raya.

" Berhati-hatilah, jangan sampai terluka mengerti? Duke pasti sudah menunggu." Margareth menangkup wajah sang putri dan sedikit menghimpitnya gemas, tawa si bungsu segera pecah dan gadis itu pun melakukan hal yang sama, sebelum akhirnya kembali menenggelamkan dirinya pada pelukan hangat yang selama ini didambakannya.

Ya, Pelukan dari seorang wanita yang disebut sebagai 'Ibu'. Sosok welas asih, malaikat penjaga dari setiap anak yang selama ini belum pernah gadis bersurai perak itu cicipi. Dekapan hangat yang didambanya.

Begitu fana, sekaligus nyata. Terasa hangat dan menenangkan, mungkin seperti inilah yang disebut kasih seorang Ibu.