Masih segar diingatkan Lisa ucapan Jeni saat di dalam bus tadi. Gadis cerewet itu bilang, jika hutan tempat karyawisatanya angker? Ck, Lisa bahkan tak percaya itu.
Meskipun hutan ini terlihat lebih lembab karena tertutup kabut tebal dan banyak pohon-pohon Cemara yang mulai meninggi. Ini malah memberi kesan jika, tempat ini begitu asri.
Terlihat gadis itu membenarkan ransel berwarna biru abu-abunya sebelum turun dari bus. Sejenak kepala Lisa menoleh ke samping kiri. Dimana di sana tempat duduk Rose, si gadis dukun itu.
Hanya saja, setelah tertidur sebentar saat perjalanan tadi. Lisa tidak lagi melihat Rose ada di sebelahnya. Lebih aneh lagi, kursi penumpang di sampingnya itu sudah kosong seperti tak berpenghuni.
"Kau melihat, Rose?" tanya Lisa pada Jeni yang kebetulan masih sibuk membenahi barang-barang bawaannya di kursi belakang.
Namun, respon gadis berkuncir ekor kuda itu hanya mengangkat bahu cuek tanpa mau melirik ke arah Lisa. Kentara sekali, jika Jeni masih marah karena sikap Lisa beberapa menit yang lalu.
"Jen?" panggil Lisa.
Gadis itu masih saja berusaha bertanya pada Jeni yang jelas-jelas tak mau menggubris pertanyaannya barusan.
"Apa kau melihat Rose pergi kemana?" tanya Lisa kembali.
Kali ini berhasil menyedot intensitas Jeni yang langsung menolehkan kepala ke arahnya dengan tatapan kesal setengah mati.
"Aku tidak tahu dia kemana! Lagi pula aku bukan ibunya, satu lagi mau dia ke ujung dunia pun aku tidak peduli!" balas Jeni berapi-api.
Terlihat tangan gadis itu sedikit mengepal sampai memperlihatkan kuku-kuku jemarinya yang memutih. Dengan cekatan dia langsung memasukkan barang-barangnya kemudian berjalan keluar, meninggalkan Lisa yang masih menatapnya dari balik kursi penumpang.
©©©
Sejam kemudian setelah semua bus sampai di tempat tujuan. Semua siswa langsung dibariskan untuk mendapat amanat singkat sekaligus informasi apa saja yang harus ditaati selama melakukan karyawisata di sini.
Dari menjaga ucapan, tata krama bahkan tidak membuang benda-benda apapun yang dapat merusak lingkungan sembarangan. Pengalaman dari kejadian kebakaran hutan beberapa tahun silam, membuat pihak pengelola cagar alam ini lebih hati-hati lagi.
Lisa tampak mengetuk-ngetukan jari telunjuknya di atas paha. Pikirannya kalut, seraya sesekali matanya mengamati sekeliling. Seperti mencari-cari sesuatu.
Sialnya, dia tidak menemukan sosok itu, Rose, si gadis dukun yang sering dijauhi anak-anak seumuran, dimana dia?
"Kenapa dengan wajahmu? Apa ada sesuatu yang sedang kau cari?"
Sam--cowok dingin yang seringkali duduk di pojok kelas itu, rupanya diam-diam memperhatikan gerak-gerik Lisa. Dia bahkan repot-repot berganti posisi hanya untuk lebih dekat dengan gadis berponi ini.
"Hm," balas Lisa singkat.
Gadis itu bahkan tak memalingkan wajah ke arah Sam saat menjawabnya. Kepala cokelatnya masih sibuk mengawasi sekitar, kalau-kalau mendapati sosok Roselin menyelip disalah satu barisan kelas lain.
"Lis?" tanya Sam lagi.
Dia sudah tak memperhatikan amanat guru di depan. Sebaliknya, cowok jangkung berkulit sawo matang itu lebih tertarik dengan raut wajah gadis imut di sampingnya ini.
"Mau aku bantu mencari orang itu?"
Tepat setelah mengatakan itu, kepala Lisa langsung menoleh dengan cepat ke arah Sam. Membuat cowok dingin yang suka sekali tidur saat pelajaran itu, menyunggingkan seutas senyum simpul di bibirnya.
"Kenapa?" tanya Lisa penuh selidik.
Matanya yang tajam seketika menyipit ke arah Sam.
"Mungkin saja, ada sesuatu yang ingin kau sampaikan padanya dan itu penting. Jadi aku, hanya-"
"Hanya?" ulang Lisa.
"Menawarkan bantuan saja," tukas Sam kemudian.
Jujur dia sempat menahan napas tadi saat di tatap Lisa tajam begitu.
"Oke."
Kepala Lisa mengangguk. Lantas dengan cekatan tangannya menarik kerah kemeja Sam, sampai membuat jarak diantara mereka berdua cukup dekat.
Saking dekatnya, Sam bisa mencium aroma manis permen karet rasa blueberry dari napas Lisa yang berhembus pada permukaan wajahnya.
"Nanti. Setelah amanat ini selesai, aku tagih kata-katamu tadi."
Benar saja, setelah pemberian amanat dari guru selesai. Lisa dan Sam bergegas meninggalkan anak-anak yang lain. Mereka berdua berencana mencari Roselin yang tiba-tiba menghilang setelah sampai di tempat karyawisata.
Tentunya, tidak secara terang-terangan. Lisa dan Sam berjalan mengendap, meninggalkan anak-anak yang sibuk mendirikan tenda untuk kegiatan camp mereka selama dua hari ke depan.
Keduanya berniat kembali ke bus untuk mengecek jejak kaki si gadis dukun itu. Kebetulan bus belum beranjak pergi dari tempatnya. Jadi, Lisa dan Sam bisa mengendap diam-diam untuk masuk ke dalam.
Sayangnya mereka berdua tidak menemukan apapun. Sosok Roselin seperti lenyap di telan bumi setelah sampai di tempat ini. Hutan Cemara yang digadang-gadang angker itu.
Sesaat Lisa berhenti. Dia menyenderkan tubuhnya yang begitu pegal pada batang pohon Cemara yang tak sengaja dia lalui. Di depannya ada Sam yang tengah meneguk air mineral dan mengecek ponselnya.
"Tak ada sinyal," ucap cowok itu.
Terlihat dia sedikit mendesah kecewa sebelum akhirnya menawarkan air mineral yang tinggal setengah botol itu pada Lisa.
"Terus bagaimana? Apa kita kembali saja?" tanya Lisa.
Raut wajah Sam tampaknya tak setuju. Terlihat dari salah satu sudut alisnya yang naik satu, seolah melayangkan protes tak bersuara.
"Tanggung! Toh kita sudah setengah perjalanan," katanya yang langsung membuat langkah Lisa terhenti.
"Maksudmu?" tanya gadis itu heran.
Habisnya hari sudah mulai petang, dan sedari tadi pencarian mereka tak menghasilkan apapun. Sebaliknya, justru lelah dan penat yang mereka dapatkan.
Langkah Sam ikut terhenti. Perlahan cowok itu membalikkan tubuhnya dengan senyum yang sulit diartikan ke arah Lisa.
Sorot matanya berubah meredup, serta penuh hasrat saat melihat Lisa di depannya. Entah itu nyata atau hanya pikiran Lisa sesaat. Tapi, gadis itu merasa jika Sam punya maksud terselubung dalam hal ini.
"Menurutmu, apa yang akan dilakukan seorang pria dengan gadis cantik di hutan? Ah, kebetulan juga, kan, kita hanya berdua di sini?" ucap Sam seraya tersenyum nakal.
Tatapannya begitu penuh nafsu dan tangannya berusaha menarik tubuh Lisa agar lebih dekat padanya.
Lisa sendiri yang mengerti jika situasinya sudah tidak beres segera melangkah mundur. Otaknya juga ikut berpikir keras mencari cara kemana dia harus berlari menjauh.
Itu karena kabut tebal yang mulai terlihat dimana-mana sekaligus suasana yang mulai menggelap. Membuat pandangan gadis itu tak bisa menelisik ke arah lain, selain dua buah pohon berdiri sejajar di bagian sudut dekat batu besar itu.
Sekuat tenaga kakinya berlari menuju tempat itu. Sialnya, pergelangan tangannya sudah dicekal terlebih dahulu oleh Sam dari belakang. Itu membuat tubuh Lisa mau tidak mau, menubruk dada bidang cowok dingin itu mendadak.
"Sam, sialan! Lepaskan aku!" makinya kesal.
Lisa masih berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan Sam yang begitu erat dan menyakiti tubuhnya. Cowok itu bahkan berani membuka resleting jaket Lisa secara paksa, serta merobek kaos putih gadis itu kurang ajar.
Di saat, cowok itu fokus akan tubuhnya, Lisa berusaha menggapai batu berukuran sedang yang tergeletak tak jauh dari tangannya. Susah payah dia meraih batu itu. Sampai ....
Bugh!
"Pria brengsek!"