Kabut tebal ini sudah sepenuhnya menghilang setelah purnama muncul. Meski begitu, jauh di dalam lubuk hati Lisa masih menyimpan rasa takut akan hutan ini.
Apalagi, ucapan Jeni tadi siang tiba-tiba muncul kembali memenuhi isi kepalanya. Hal itu membuat Lisa jadi merutuki kebodohannya sendiri.
Ya, Lisa merutuk. Memukul kepalanya berulangkali berharap jika ini adalah mimpi. Padahal, baru tadi siang Jeni berkata, jika sampai gadis itu hilang, jangan pernah menyalahkan dirinya. Hanya saja, Lisa merasa jika ucapan Jeni adalah doa untuknya supaya tersesat sekarang.
"Argh!"
Gadis itu berteriak. Sedikit mengacak rambutnya frustasi, seraya menyeka air matanya yang kembali luruh lagi.
Lisa yang bodoh. Kenapa dia begitu ceroboh hanya untuk mencari si gadis dukun itu? Padahal mereka baru saja bertemu dan berbincang sebentar. Akan tetapi ada rasa penasaran yang begitu tinggi memenuhi isi hati Lisa akan Roselin.
Sebenarnya dia siapa? Dan kenapa anak-anak menjauhinya sampai seperti itu?
Ada banyak pertanyaan dalam kepala Lisa yang ingin sekali gadis itu lontarkan satu persatu pada Roselin. Hanya saja, gadis itu tiba-tiba lenyap dan membuat Lisa yang punya empati tinggi jadi salah langkah sampai seperti ini.
Lihat!
Berkat rasa empatinya itu, Lisa jadi tersesat dan tak tahu arah jalan pulang. Rasa-rasanya kegelapan hutan ini sama. Parahnya lagi, semakin di ikuti semakin pula menyesatkan langkah gadis itu.
Sesaat Lisa berhenti. Menyeka keringat yang mengucur dipelipis dengan lengan kaos putihnya yang sudah tidak berupa. Bahkan jaket merahnya entah sudah hilang kemana.
Hanya ada kaos putih kucal yang robek di sana-sini, memperlihatkan bagian dadanya. Celana jeans yang sudah kotor, serta rambut yang begitu acak-acakan mirip pengemis.
Tak hanya itu, banyak sekali luka goresan di sekujur lengan dan kakinya. Yang terkadang membuat Lisa meringis, saat luka itu tak sengaja tersenggol dahan dan semak-semak belukar lagi.
Dari kejauhan, Lisa mendengar suara langkah kaki yang jumlahnya begitu banyak sekali. Lebih tepatnya, seperti suara pacuan kuda yang dikendalikan dengan begjtu kencangnya. Hanya saja, suara langkah kaki itu disertai geraman dan lolongan serigala.
Tunggu.
Serigala?
Gadis itu langsung meneguk ludahnya susah payah. Melihat ke sekeliling hutan, berharap jika suara yang dia dengar barusan hanyalah fatamorgana.
Akan tetapi, sesaat setelah Lisa membalikkan tubuh ke belakang. Dari arah depannya, melompat seekor serigala liar yang tingginya tiga kali lipat dari besar tubuhnya. Hal itu, membuat tubuh Lisa sedikit terhempas sampai jatuh di atas tanah.
Grr ...
Grr ...
Grr ....
Geraman serigala itu. Terlihat, air liurnya keluar dari sudut moncongnya yang bertaring runcing. Matanya cokelat menyala dan bulu-bulu gelap ditubuhnya begitu kucal tak terurus. Jenis Serigala liar di hutan yang mampu melahap manusia hidup-hidup. Akan tetapi, dilihat dari postur tubuhnya, hewan ini jauh lebih besar dari ukuran serigala normal biasa.
Apa mungkin, mitos yang dikatakan Jeni itu benar?
Terlihat kepala cokelat Lisa menggeleng. Menepis pemikiran tentang mitos tadi. Ya, gadis itu masih menganggap jika thakayul hanyalah omong kosong belaka.
Satu-satunya yang nyata adalah serigala itu ada di depan dirinya. Mau tidak mau, Lisa harus bertarung dengan hewan itu mati-matian jika ingin hidup. Hanya saja, jika memang dia ditakdirkan mati hari ini. Setidaknya, Lisa sudah mati dengan cara terhormat karena melakukan perlawanan sebisanya.
Serigala di depannya masih mengeram. Mengamati gerak-gerik Lisa yang juga balas menatap matanya terang-terangan.
Tak ada kata takut dalam mata gadis itu. Yang ada hanyalah semangat membunuh tinggi untuk bertahan hidup. Awalnya begitu, sampai tiba di sebuah situasi dimana Lisa terpojok.
Gadis itu sudah tidak bisa bergerak lagi dari posisi. Bisa dibilang, tinggal menunggu serigala itu membuka mulutnya lebar-lebar untuk memangsa dirinya. Sampai ....
Au ...
Grr ...
Lolongan serigala lain terdengar dari belakang tubuhnya.
Entah muncul dari mana, yang jelas Lisa begitu takjub saat melihat serigala besar itu. Bulunya berwarna abu keputihan yang terlihat begitu lembut bila disentuh. Bola matanya berwarna gelap sekaligus terang secara bersamaan, seperti batu onix.
Berbeda dengan serigala berbulu hitam yang ingin menerkamnya hidup-hidup ini. Serigala berbulu abu keputihan itu, malah mengitari tubuh Lisa. Seolah-olah, mengatakan jika gadis itu adalah miliknya.
Merasa diganggu, serigala berbulu hitam langsung melompat, menerjang di serigala abu. Membuat keduanya lantas terhanyut dalam perkelahian antar hewan buas sang penguasa teritorial.
Jujur, Lisa yang baru pertama kali melihat hal ini hanya bisa terduduk di tempatnya. Kakinya lemas dan matanya tak berhenti mengeluarkan air mata.
Malam itu, untuk pertama kali dalam hidupnya, Lisa merasa jika kehidupannya sudah diambang batas. Dia hanya bisa menangis sesenggukan seraya berdoa pada sang maha pencipta agar jasadnya diterima disisinya nanti.
©©©
'Mate! Mate! Dam, aku mencium aroma mate kita!' ucap Zhask penuh semangat.
Yang tampaknya tak terjadi pada Damian. Pria itu hanya diam diposisi berdirinya tanpa mau beranjak sama sekali.
Tangannya mengepal erat sampai memperlihatkan kuku-kuku jemarinya yang memutih.
"Sial!" umpatnya kesal.
Damian masih belum percaya jika dia memiliki mate. Ya, karena seharusnya dia tidak memiliki hal itu. Mungkin, jika Damian boleh mengajukan protes. Pria itu akan meminta Moon Godness untuk tak memberikannya seorang mate.
'Dam!' teriak Zhask lagi memenuhi isi kepalanya.
Kali ini nada suaranya sarat akan emosi, serta penuh geraman sekali.
'Jika kau masih berdiam diri di sini jangan salahkan aku yang akan mengambil alih tubuhmu!' ancam Zhask.
Sebenarnya, Zhask dan Damian memiliki karakter berbeda. Zhask yang cenderung melow dan lebih humble, berbanding terbalik dengan Damian yang begitu arogan dan dingin.
Selain sikap itu, Zhask lebih gampang berekspresi bila dibandingkan Damian yang selalu memasang tampang datar. Mungkin hanya ada satu kesamaan, mereka berdua sama-sama berambisi tinggi, serta tak segan menghabisi siapapun yang menghalangi jalannya.
'Astaga Dam! Kau ingin mate kita mati? Terkutuklah kau! Cepat habisi Rogue liar itu atau aku akan mencabik-cabik tubuhmu dari dalam sini jika sampai mate kita tergores satu jengkal pun!' Lagi-lagi, Zhask mengancam Damian.
Sudah sedari tadi wolf itu tak henti-henti meneriaki isi kelapa Damian sampai membuat dirinya pusing. Jadi, mau tidak mau Damian langsung berlari ke arah luar dan berganti wujud sebelum memasuki hutan belantara.
Tak butuh waktu lama untuk Damian dan Zhask menemukan Rogue itu. Hanya saja, ditengah-tengah perjalanan, mereka tak mencium aroma mate lagi. Itu membuat Zhask yang sempat bergembira langsung berhenti bersuara di dalam kepala.
Samar-samar membuat Damian tersenyum dalam hati.
'Thanks Moon Godness, karena kau mengabulkan doaku,' gumam Damian pelan.
Sesaat sebelum melihat seorang gadis berambut cokelat sebahu yang mampu memikatnya di tengah hutan begini.
Sialan!
Siapa gadis itu? pikirnya.