Chereads / IMPERFECT LOVE (21+) / Chapter 14 - Debaran Jantung Tidak Menentu

Chapter 14 - Debaran Jantung Tidak Menentu

Bagaimana ya kelanjutan mereka berdua? Apa mereka bisa akur, batin Sasa dengan raut wajah berpikir. Sejak tadi bahkan dia hanya sibuk mengaduk minuman di depannya tanpa minat sama sekali. Sibuk memikirkan mengenai Daniel dan juga Natalia. Pasalnya, dia cukup tahu jika antara saudara dan sahabatnya tidaklah pernah akur.

Perlahan, Sasa menarik napas dalam dan membuang pelan, berusaha menghilangkan pikirannya mengenai Daniel dan juga Natalia. Hingga dia merasa membaik dan mengulas senyum lebar.

"Jangan pikirkan mereka, Sa. Yakin, mereka pasti akur," gumam Sasa, meyakinkan diri sendiri. Sampai sang pelayan datang dan memberikan pesanannya.

Seketika, Sasa yang melihat banyak makanan di depannya mengulas senyum lebar. Semua pikiran yang sejak tadi membelenggu di otaknya perlahan mengabur dan pergi menghilang. Berganti dengan kebahagiaan di mana dia bisa menghabiskan makanan di depannya dan membuat perutnya mengenyang.

"Selamat menikmati," ucap sang pelayan ramah.

Sasa yang mendengar hanya bergumam pelan sebagai jawaban. Tangannya segera menarik sepiring spagheti di depannya dan mulai menyantap lahap.

Inilah alasanku ke sini. Kalau di apartemen terus, aku tetap saja kepikiran dengan mereka, batin Sasa dengan senyum lebar. Hingga sang pelayan kembali datang, membawakan segelas jus alpukat yang membuatnya terdiam dan menelan makanannya cepat.

"Maaf, saya tidak memesan jus alpukat. Jadi, saya rasa anda salah tempat," ucap Sasa dengan tatapan serius.

"Tapi bapak yang di ujung sana yang membedakannya, Nona," sahut sang pelayan sembari menunjuk ke arah sang pelaku.

Sasa yang melihat langsung mengikuti arah tunjuk wanita di depannya. Dia menatap ke arah pria yang dimaksud dan menatap lekat. Seketika, dia langsung terdiam dengan pandangan kaku. Bibirnya bahkan hanya tertutup rapat dengan pandangan tidak percaya.

Astaga, ini bukan mimpi, kan, batin Sasa, masih merasa apa yang ada di depannya tidaklah nyata. Sampai pria yang sejak tadi mengulum senyum dan menatapnya bangkit, membuat Sasa menelan saliva pelan.

"Aku yang memesannya. Kamu suka?" tanya Arav ketika sudah berada di depan Sasa.

Sasa yang mendengar hal tersebut hanya diam dengan pandangan kaku. Rasanya tidak percaya melihat pria tersebut ada di depannya. Hingga sang pelayan berpamitan, membuat Sasa tersentak kaget.

"Kamu melamun?" tanya Arav dengan tatapan lembut.

Sasa yang mendengar berdehem pelan, berusaha menormalkan suaranya dan menatap Arav lekat. Namun, dia kembali diam dan menatap pria yang mulai menarik kursi dan duduk dengan tenang. Membuat Sasa membuang napas pelan.

"Kamu kenapa di sini? Bukannya kamu ada urusan?" Sasa balik bertanya dan menatap ke arah Arav dengan pandangan menyipit.

Arav yang mendengar hal tersebut menarik napas dalam dan membuang pelan. Tangannya mulai terulur, menyentuh pelan jemari Sasa dan membuang napas lirih.

"Kamu marah denganku?" tanya Arav dengan tatapan lekat dan suara lembut.

Namun, Sasa yang mendengar hanya diam dan memasang raut wajah masam. Tidak ada yang terucap sama sekali di bibirnya. Bahkan, menatap Arav pun dia enggan.

Biar tahu rasa dia, batin Sasa sinis.

Arav yang melihat ekspresi Sasa hanya diam dengan bibir mengulum senyum. Dengan tenang, dia mulai melepaskan genggaman tangan dan bangkit, membuat Sasa mengalihkan pandangan.

"Aku rada kedatanganku ke sini adalah salah, Sasa. Jadi, aku rasa aku akan pergi saja. Kamu bisa hubungi aku kalau kamu sudah baikan," ucap Arav pelan.

Seketika, Sasa yang sejak tadi berpegang dengan sifat keras kepalanya membuang napas pelan dan menatap Arav lekat.

"Maaf," cicit Sasa dengan lirih.

Arav yang baru akan melangkah menghentikan niatnya dan menatap Sasa lekat. Bibirnya masih terus menahan senyum, sudah menebak apa yang akan dikatakan perempuan di depannya.

"Aku hanya kesal karena kamu yang tidak mau menemaniku keluar," cicit Sasa.

Arav yang mendengar hal tersebut hanya diam dengan bibir mengulas senyum. Perlahan, tangannya mulai dimasukan ke dalam saku celana dan menarik pelan. Tangannya mulai terulur dan meletakan sebuah kotak di depan Sasa.

Seketika, Sasa yang sejak tadi menunduk dengan wajah masam mulai mendongak, menatap ke arah kotak di depannya lekat.

"Aku tidak mau datang cepat karena harus membeli ini dulu, Sayang," ucap Arav kembali duduk di depan Sasa.

Sasa yang mendengar mengulum senyum. Manik matanya mulai mendongak, menatap ke arah sang kekasih dan menunjukan tatapan dengan binar kebahagiaan. Hingga dia merasakan jemarinya digenggam erat.

"Maaf sudah membuat kamu kesal," ucap Arav dengan senyum lebar.

Sasa tertawa kecil mendengar apa yang baru saja Arav katakan. Dengan pelan, dia mulai mengangguk dan menatap Arav lekat.

"Terima kasih," ucap Sasa lembut.

"Sama-sama," sahut Arav masih menatap Sasa lembut. "Dan kamu tidak mau memelukku? Sudah lama kamu hanya sibuk dengan Natalia dan melupakanku," lanjut Arav dengan pandangan memelas.

Sasa yang mendengar tertawa kecil dan mengangguk pelan. "Ini di cafe, Arav. Aku tidak mau kalau nanti ada yang melihat," jawab Sasa dengan wajah malu.

"Kalau gitu kita ke apartemen. Aku juga rindu dengan kamu," putus Arav sembari mengerdipkan sebelah mata.

Sasa yang mendengar hanya diam dengan wajah memerah. Astaga, aku rasa aku memang sudah gila karena berhubungan dengan dia, batin Sasa.

*****

Daniel memberhentikan mobil di depan gedung berlantai lima, tempat di mana Natalia tinggal. Manik matanya menatap ke arah gadis yang sejak tadi duduk di dekatnya, membuatnya mengulas senyum lebar dan membuang napas pelan.

"Sudah sampai, Nat," ucap Daniel dengan tatapan lekat.

Natalia yang sejak tadi sibuk merangkai kalimat untuk ceritanya mengalihkan pandangan dan menatap Daniel lekat. Bibirnya mengulas senyum lebar dan mengangguk pelan.

"Terima kasih," ucap Natalia dengan tatapan lembut.

Daniel mengangguk. Namun, manik matanya masih menatap ke arah gadis tersebut, merasa aneh dengan tingkah Natalia yang hanya diam dan tidak keluar.

"Kamu kenapa melamun? Ada masalah?" tanya Daniel, penasaran dengan apa yang tengah dipikirkan Natalia. Pasalnya, sejak tadi gadis tersebut berada di sampingnya. Membuat Daniel berpikir.

Apakah diamnya Natalia itu karena aku yang melalukan kesalahan? Sampai Natalia mengulas senyum dan kembali menatapnya.

"Aku hanya sedang merangkai kata untuk membuat awalan ceritaku, Daniel," ucap Natalia, membuat Daniel tersenyum lebar dan meraih jemari Natalia pelan.

"Kamu tulis saja apa yang kita lalui tadi, Nat. Dengan begitu, kamu tidak akan sulit untuk menjiwai isi cerita kamu," sahut Daniel tenang.

"Aku rasa memang begitu, Daniel. Aku akan menuliskan apa yang kita lalui tadi saja," ucap Natalia, setuju dengan apa yang baru saja Daniel katakan. "Dan aku rasa sekarang aku harus masuk. Ini sudah malam. Terima kasih juga karena sudah mengantarku sampai ke apartemen," lanjut Natalia.

Daniel yang mendengar hanya mengangguk pelan, membuat Natalia yang melihat segera membuka pintu. Namun, Daniel teringat sesuatu, membuatnya menggenggam pergelangan tangan Natalia dan menarik gadis tersebut lembut.

"Selamat malam dan mimpi indah," ucapnya sembari mengecup kening Natalia.

Deg. Natalia yang merasakan hanya diam dengan pandangan kaku.

Astaga jantungku, keluhnya dalam hati.

*****