"Daniel, itu tadi siapa? Kekasih kamu atau mantan kamu?" tanya Natalia sembari menatap ke arah Daniel lekat.
Namun, Daniel yang mendengar hanya diam dan fokus dengan kemudi, tidak berniat sama sekali untuk menjawab pertanyaan gadis di dekatnya. Bahkan, raut wajahnya terkesan begitu tenang, membuat Natalia yang sejak tadi menunggu langsung berdecak kecil dan memutar bola mata pelan.
Hening. Natalia hanya diam dan menyandarkan tubuh di punggung kursi. Bibirnya perlahan mengulas senyum dan menggeleng beberapa kali, membuat Daniel yang berada di dekatnya menjadi tertarik dan menatapnya lekat.
"Kamu kenapa, Nat?" tanya Daniel, merasa penasaran dengan apa yang dipikirkan gadis tersebut.
Namun, Natalia yang mendengar hanya diam dan berdecak kecil, enggan menjawab pertanyaan Daniel. Dia memilih asyik dengan pikirannya, membuat Daniel mendesah pelan dan kembali menatap ke arah jalanan.
"Dia bukan kekasihku, juga bukan mantanku," celetuk Daniel dengan tenang.
Seketika, Natalia mengalihkan pandangan ketika mendengar hal tersebut. Pasalnya, dia sudah merasa tidak penasaran sama sekali. Namun, dia hanya bersikap cuek dan kembali menatap ke arah jalanan.
"Lagi pula kekasihku kamu, kan?" tambah Daniel sembari menatap Natalia dan memamerkan senyum lebar.
Deg. Natalia kembali menatap ke arah Daniel. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba saja muncul, membuatnya menutup mulut rapat. Bahkan, pandangannya terus tertuju ke arah pemuda tersebut, sulit untuk mengalihkan pandangan. Daniel yang melihat semakin tersenyum lebar dan menepuk puncak kepala Natalia lembut.
"Jangan melihatku terus, Nat. Nanti kamu semakin terpesona," ucap Daniel diiringi tawa kecil.
Natalia yang mendengar langsung berdecak kecil dan memutar bola mata pelan. Dia langsung menepuk lengan Daniel, membuat tangan di atas kepalanya langsung menyingkir. Kembali, dia menatap ke arah jalanan dan membuang napas lirih.
"Bagaimana dengan naskah kamu?" tanya Daniel yang kembali fokus dengan kemudi.
"Baik. Diterima juga sama Arav," jawab Natalia santai.
"Memangnya kamu menulis cerita seperti apa?" tanya Daniel tanpa menatap ke arah Natalia.
Kembali, Natalia menutup mulut rapat ketika mendengar pertanyaan Daniel. Jemarinya bahkan sudah memainkan tali tas, merasa bingung dengan apa yang akan dijawabnya. Daniel yang tidak juga mendapat jawaban langsung menatap ke arah Natalia dan mengerutkan kening dalam.
"Nat, kamu kenapa diam?" tegur Daniel.
Natalia yang mendengar tertawa kecil dan menatap ke arah Daniel. "Bukan apa-apa," jawab Natalia.
"Jadi, aku tidak boleh tahu isi cerita kamu?" tanya Daniel kembali.
Natalia tersenyum lebar dan menatap Daniel. "Ini masalah pekerjaanku, Daniel. Aku harus profesional dengan apa yang menjadi tanggung jawabku. Kalau aku mengatakannya dengan kamu, itu sama saja aku membocorkan rahasia perusahaan. Jadi, lebih baik kamu tunggu sampai bukunya selesai aku tulis dan kamu bisa membelinya," jawab Natalia dengan tatapan sombong.
Mendengar hal tersebut, Daniel langsung tertawa kecil dan menggelengkan kepala beberapa kali. Namun, dia tidak berniat untuk menyangkal apa yang sudah Natalia katakan. Pasalnya, dia sendiri merasa jika hal itu memang diperlukan. Setidaknya, dengan dia yang penasaran, dia akan membeli buku tersebut.
Hening. Natalia dan Daniel kembali diam. Keduanya hanya fokus dengan pikiran masing-masing. Hingga Daniel menghentikan laju kendaraan, tepat di bangunan apartemen Natalia berada.
"Terima kasih untuk makan dan tumpangannya," ucap Natalia dengan senyum lebar dan melepaskan sabuk pengaman.
Daniel yang mendengar menganggukkan kepala. Matanya terus memandang ke arah Natalia yang sudah bersiap dan membuka pintu. Namun, saat gadis tersebut akan melangkah turun, Daniel mengulurkan tangan dan menggenggam pergelangan tangan Natalia, membuat gadis tersebut menatap dengan kening berkerut dalam.
"Kenapa?" tanya Natalia, bingung dengan tingkah Daniel.
Daniel hanya diam. Dia mulai melepaskan sabuk pengaman dan mendekat ke arah Natalia berada. Tanpa mengatakan apa pun, Daniel menyatukan bibirnya dengan bibir Natalia, membuat gadis tersebut hanya diam dengan kedua mata melebar. Bahkan, wajahnya terlihat begitu kaku, cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Daniel kali ini. Hingga Daniel menjauhkan bibir dan menatap ke arah Natalia lekat.
"Selamat istirahat," ucap Daniel tanpa rasa bersalah sama sekali. Bahkan, dia sudah tersenyum lebar ketika melihat wajah Natalia memerah.
Natalia yang mendengar hanya diam dan mendengus kesal. Rasanya tidak suka dengan apa yang dilakukan Daniel. Namun, di satu sisi ada hal yang membuatnya sulit mengatakan hal tersebut. Selain itu, dia merasakan wajahnya memanas, membuatnya memilih keluar dari mobil dan mengabaikan Daniel. Pasalnya, dia enggan membuat diri sendiri semakin malu dengan tingkahnya.
Daniel yang melihat Natalia melangkah cepat hanya diam dan menggelengkan kepala. Astaga, sungguh menarik, batin Daniel masih terus tersenyum. Hingga dia memutuskan melajukan mobil dan meninggalkan apartemen Natalia.
*****
Daniel memarkirkan mobilnya. Dengan cepat, kakinya melangkah ke arah bangunan megah di depannya. Wajah yang sempat menunjukkan senyum kali ini terlihat begitu datar. Bahkan, tidak ada yang terucap sama sekali di bibirnya. Rahang mengerasnya semakin memunculkan aura menakutkan ketika Daniel memasang raut wajah serius.
Daniel mulai menghentikan langkah ketika berada di depan lift. Dia menekan tombol di depannya, membuat pintu lift langsung terbuka. Kembali, kakinya melangkah masuk dan menunjukkan wajah serius.
Hening. Daniel hanya diam, menunggu pintu di depannya terbuka. Bahkan, dia tidak mengalihkan pandangan dan hanya fokus dengan pintu besi tersebut. Hingga pintu kembali terbuka dan dia melangkah keluar.
"Antar dokumen perjanjian kita dengan perusahaan Aldrick ke ruanganku sekarang," perintah Daniel ketika melewati meja sekretarisnya.
Kembali, Daniel melangkah lebar dan menuju ke arah ruangan di depannya. Namun, baru saja tangannya memegang gagang pintu dan siap membuka, sebuah panggilan menghentikannya. Daniel langsung menatap ke asal suara. Namun, saat melihat seseorang yang datang, dia langsung mendesah kasar dan menatap tanpa minta.
"Kenapa kamu ke sini, Intan?" tanya Daniel dengan tatapan dingin.
"Ada yang mau aku katakan dengan kamu, Daniel," jawab Intan dengan raut wajah serius.
Daniel yang mendengar menarik napas dalam dan membuang perlahan. Dia mulai menegakan tubuh dan menatap ke arah Intan lekat. "Katakan," ucapnya dengan tegas. Bahkan, tidak ada senyum yang terlihat di bibirnya.
Intan yang melihat ekspresi tidak ramah Daniel mulai menarik napas dalam dan membuang kasar. Dia menatap ke arah Daniel yang ada di depannya dan meremas jemarinya erat, berusaha agar tidak gugup di depan pria tersebut.
"Apa gadis tadi benar kekasih kamu?" tanya Intan ragu-ragu.
"Seperti yang kamu dengar tadi, Intan. Dia kekasihku," jawab Daniel dengan enteng, membuat Intan langsung diam dengan raut wajah kaku. Bahkan, Mika—sekretaris Daniel—ikut diam dengan tatapan tidak percaya.
Jadi, sekarang pak Daniel memiliki kekasih. Berita besar, batin Mika dengan senyum lebar.
"Kalau sudah tidak ada yang mau kamu katakan denganku, aku akan masuk, Intan. Ada banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan," ucap Daniel.
Namun, Intan masih saja bungkam. Mulutnya terasa kelu dan sulit untuk terbuka. Hingga Daniel sudah masuk ke ruangan dan menutup pintu, membuatnya mendesah kasar dengan ekspresi tidak bersemangat.
Aku benar-benar masih tidak percaya dengan ini, batin Intan, terasa sulit untuk menerimanya.
*****