Chereads / GOOD BOY! / Chapter 3 - KEDATANGAN SEORANG GADIS, LAGI ?

Chapter 3 - KEDATANGAN SEORANG GADIS, LAGI ?

Bersandar dikursi Taman dengan satu kaki yang ditekuk keatas kursi, satu tangan yang mengapit sebuah batang yang mengeluarkan kepulan asap jika dihisap, rambut berponi yang menutupi bagian keningnya, hidung mancung, alis tebal serta mata tajamnya yang selalu berhasil memikat wanita manapun, termasuk seorang gadis sekalipun.

Pemandangan itu tentu tak pernah lepas dari mata pandang setiap mahasiswi yang berada dikampus ini. Belum lagi, mereka yang berlalu lalang. Setiap mereka melewati laki-laki itu, maka suara jeritan tertahan begitu jelas terdengar olehnya.

Apa kalian tahu respons dari laki-laki itu?

"Gue gak butuh cewek," ujarnya dengan wajah datarnya.

Lagi, dirinya menghisap sebatang rokok itu. Pikirannya saat ini benar-benar sedang kacau, tidak tahu harus melakukan apa agar para wanita itu tidak mengganggu ketenangannya lagi.

Tanpa dirinya sadari, dari kejauhan sana terdapat seorang mahasiswi baru yang tengah menatapnya dengan pipi yang bersemu merah. Yas yang belum menyadarinya pun masih sibuk menghisap batang rokok itu sembari memandang kosong kedepan.

Wanita itu menggigit bibir bawahnya, ingin menghampiri tetapi kedua kakinya begitu sulit untuk digerakan, mendadak seluruh tubuhnya membeku.

"Ya Tuhan, ganteng banget," ujar wanita itu yang kini berdiam diri dibelakang seseorang yang begitu dirinya puja-puja. "Samperin, ah."

Sebelum memutuskan untuk menghampirinya, wanita itu menyempatkan diri merapikan sedikit pakaiannya agar terlihat cantik dihadapan laki-laki itu.

Kemudian wanita itu pun berjalan dengan percaya dirinya. Ia pun langsung mendudukan dirinya disamping laki-laki itu dengan jantung yang berdegup kencang. Setelah berhasil duduk disamping laki-laki yang begitu dirinya kagumi, tanpa sadar semua mata para mahasiswi yang berada disekitarnya tengah menatapnya tajam.

Tetapi wanita itu tidak peduli, karena yang terpenting saat ini adalah ia bisa berada didekat laki-laki yang kini masih belum juga menolehkan kepalanya padanya.

Saat wanita itu hendak membuka suara, laki-laki itu tiba-tiba berdiri dari duduknya dan berlalu pergi darinya. Bisa kalian tebak, bagaimana perubahan raut wajahnya saat ini? Benar, kini wanita itu tengah menundukan kepalanya menahan rasa kecewanya. Ia bersedih karena kesempatannya untuk bisa berbicara dengan senior tampan itu musnah begitu saja.

Terdengar suara teriakan dari seseorang yang begitu terdengar jelas. Sepertinya orang itu baru saja menyaksikan kebodohannya beberapa saat yang lalu.

"MAKANYA JADI CEWEK TUH JANGAN KEGATELAN!!!"

"DASAR CEWEK CUPU!!!"

Ia menghela nafas, lalu berlari pergi dengan membawa rasa malunya itu. Temannya yang tadi sempat memperingatinya itu pun langsung berlari menyusulnya, karena dirinya tahu bahwa temannya pasti sedang bersedih saat ini.

"SHIL TUNGGU!!!"

Namun wanita yang bernama Shil itu terus saja berlari tanpa berniat untuk berhenti. Ia tidak tahu apa yang menyebabkan semua orang begitu menganggapnya rendah, apa karena cara berpakaiannya atau karena ia mendekati seorang laki-laki yang mendapat julukan sebagai Pangeran Kampus di Universitasnya sendiri.

Shil menangis sejadi-jadinya di dalam kamar saat ini, sedari tadi wanita itu tidak berhenti menangis membuat temannya itu merasa kasihan. Padahal sudah berkali-kali ia sebagai seseorang yang peduli dengannya memperingatkan dirinya untuk tidak berbuat nekad seperti tadi.

Tetapi tetap saja temannya itu tidak mau mendengarkannya dan lebih memilih mengikuti keinginannya sendiri. Mengingat kejadian seperti tadi, ia sebagai seorang teman tentu merasa sakit melihat temannya sendiri diperlakukan seperti itu.

Ia mengusap punggung Shil yang kini tengah berbaring memunggunginya dengan memeluk sebuah guling sebagai peneman rasa sakit dihatinya. Lagi, temannya itu menghela nafas.

"Shil, udah dong nangisnya, gue sedih nih kalau liat lo sedih kaya gini," ujarnya pada Shil.

"Lele gak akan ngerti perasaan aku, hiks," lirihnya dengan sendu.

Temannya itu berdecak, kemudian berkata, "Nama gue Lenna Amienna, bukan lele peliharaan lo!" ujarnya kesal.

"Tapi, Lele tetep temen Shil kan?" tanyanya pada Lenna.

Tentu saja, Lenna adalah teman terbaiknya sedari kecil. Bahkan gadis itu rela tidak ikut bersama kedua orang tuanya untuk tinggal diluar kota demi ingin bersama sahabat kecilnya yang satu ini.

"Ya, iyalah!" Lenna memajukan bibirnya, ia kesal karena teman kecilnya ini selalu berhasil membuatnya tak bisa marah kepadanya.

"Nah, berarti Lele itu kesayangan aku," ujar Shil dengan senyum tipisnya. Sedangkan Lenna yang mendengarnya pun mendengus geli setelah mendengar perkataannya.

"Iya deh, kalau gitu gue juga boleh dong punya panggilan kesayangan buat lo," ujar Lenna dengan senyum bahagianya.

Diluar dugaan ternyata respon dari Shil begitu jauh berbeda. Teman kecilnya itu menggelengkan kepalanya membuat Lenna kembali merasa kesal karena merasa jika temannya itu curang.

Shil kemudian menoleh ke belakang dimana Lenna berada, ia kemudian berdiri dari baringannya dan menatap Lenna dengan senyum tipisnya.

"Lenna, kenapa kok cemberut?" tanya Shil polos. Lenna yang mendengarnya pun langsung berkata, "Lo curang."

Setelah mendengar perkataan temannya itu, Shil langsung mengerutkan keningnya, ia tak mengerti dengan perkataan Lenna barusan.

"Curang?" tanya Shil, keningnya mengerut karena berusaha mencerna apa yang dirinya lakukan. Lenna yang melihatnya langsung mengusap wajahnya kasar, ia harus sabar menghadapi kelemotannya. Tetapi dengan setia ia menanti apa yang akan teman kecilnya itu katakan kepadanya. "Aku?"

"Lupain," ujar Lenna. Lenna terkekeh, ia malah dibuat gemas dengan kepolosan Shil saat ini. Kemudian ia meraih kedua pipi chubby milik temannya itu dengan sesekali mencubitnya. Si pemiliknya pun sampai meringis karena diperlakukan seperti itu.

"Lele, sakit tahu!" ujar Shil kesal. Lenna yang mendengarnya pun tak menghiraukan perkataannya, karena ia begitu gemas dengan teman kecilnya ini.

"HUAAA LELEEEEE!!!" Betapa terkejutnya Lenna setelah mendengar suara teriakan temannya ini yang begitu menggema di kamar ini. Ia dengan cepat menutup mulut temannya itu sambil memejamkan matanya, takut jika seandainya penghuni rumah datang ke kamar Shil dengan khawatir.

"Aduh, iya udah ampun Shil!" ujar Lenna. Shil yang mendengarnya langsung terkekeh, kemudian memeluk temannya itu dengan erat, berkata, "Aku becanda, Le."

Lenna yang sudah bisa menebaknya pun langsung memutar bola matanya, ia benar-benar malas saat ini. Meskipun, dirinya tahu bahwa sebenarnya Shil hanya sedang berusaha menutupinya agar tidak terlihat seperti sedang bersedih.

"Iya, gapapa kok. Lo udah gak sedih lagi, Shil?" tanya Lenna yang merasa heran melihat temannya yang sudah berhenti menangis. Biar bagaimana pun, ia sangat mengenali bagaimana sifat temannya itu.

Shil menggeleng dengan polos, sedangkan Lenna langsung menghela nafas lega. Ia senang karena akhirnya temannya itu berhenti menangis. Karena jika tidak, ia tidak akan pernah bisa sedikit tenang seandainya terjadi sesuatu kepada teman kecilnya yang satu ini.

"Shil, emang lo beneran suka sama cowok itu?" tanya Lenna yang mulai sedikit penasaran dengan isi hati temannya itu.

"Iya, aku sayang banget sama dia," jawab Shil tanpa ragu. Lenna langsung membulatkan matanya, ia benar-benar terkejut mendengarnya. "Apa lo bilang? Sayang?"

Shil mengangguk polos, kemudian tersenyum manis ketika mengingat tadi dimana ia pada akhirnya bisa melihat sesosok pamgeran itu dari dekat. Melihat itu Lenna yang membuyarkan lamunannya dengan membuat temannya itu terkejut.

"Jangan senyum-senyum, gue ngeri liatnya." Lenna menatap serius temannya itu dengan penuh intimidasi. Sedangkan Shil yang ditatap seperti itu pun langsung menundukan kepalanya, ia benar-benar malu saat ini. "Shil, lo gak lagi bayangin dia kan?"

"Eh, e-enggak kok," elak Shil. "Aku lagi ngebayangin gimana kalau suatu saat nanti akhirnya ada pangeran yang turun dari langit buat aku."

Lenna sebagai seorang sahabat hanya tidak ingin teman kecilnya ini sakit hati karena cinta. Bagaimana polosnya seorang Shil, kalian pun tahu itu. Tetapi bukan itu yang menjadikannya sebuah alasan, ada hal lain yang tak bisa Lenna bagi kepada siapapun.

Ia tak bisa melarang Shil untuk melakukan sesuatu sesuai keinginannya, tetapi dirinya juga tak bisa mengekangnya.