'Kalau lo bahagia, gue juga harus bahagia. Kalau cuma lo yang bahagia, dunia gak adil buat gue,' Tania menutup buku diary nya setelah menulis sesuatu. Dia berjalan meninggalkan buku keramat tadi, dan meraih ponselnya.
To: Aldi
Temenin aku ke toko buku ya, aku ada perlu. Mau beli buku pelajaran, buat bantu ngerjain pr.
Tania tersenyum sendiri saat menekan tombol 'send'. Beberapa menit berlalu tidak ada jawaban apapun dari Aldi. Kemudian dia memberanikan diri untuk mengirim pesan lagi, untuk yang kesekian kalinya.
To: Aldi
Anterin aku ke toko buku sekarang bisa enggak? Aku belum tahu toko buku dimana. Aku baru disini, supir aku belum pulang dari kampungnya.
Aldi, toko buka ada dimana?
Tania menatap miris ponselnya, hanya ada centang dua abu-abu. Tidak ada keinginan untuk membukanya?
To: Aldi
Aldi, aku jatoh dari tangga :(
°°°
"Jadi?" tanya Salsha pada Aldi yang masih diam ditempatnya saja.. "Jadi kok, gue udah janji sama lo lama banget, harus sekarang perginya, gue takut gue lupa sama janji gur soalnya," jawab Aldi cepat dan menarik tangan Aldi untuk mengikutinya dari belakang. Mereka berdua berpegangan tangan.
Pikiran buruknya terhadap Aldi menghilang saat tadi sore Aldi mengajaknya pergi bersama hanya untuk melakukan kegiatan malamnya yang sudah sering mereka habisnya bersama.
"Tumben bawa mobil? Padahal gue lebih suka lo bawa motor. Lebih terbuka juga," komentar Salsha, saat melihat mobil mahal milik Aldi sudah trparkir didepan rumahnya. "Angin malam enggak baik buat lo," Aldi membuka pintu mobilnya untuk mempersilahkan Salsha masuk, dan duduk dengan nyaman. Yang ada dikepala Salsha hanya 'Biasanya lo bawa motor kalo kita berdua pergi, apa semenjak ada Tania lo pergi haru selalu mobil?'
"Terserah," jawab Salsha malas. "Berangkat," ucap Aldi memastikam Salsha sudah nyaman duduknya.
'Buat yang lagi galau, bingung enggak bisa mengungkalman perasaan sama si doi,'
'Sans, bro. Lo mau kapan ngomongnya, dia terlalu cantik buat lo biarin gitu aja. Banyam yang mau sama dia, kalau lo enggam mau sekarang mungkin aja besok udah ganti status doinya,'
'Cinta, pacar, doi, putus, enggak bisa move on adalah makanan sehari-hari anak remaja. Dulu waktu gue masih remaja, gue lebih sering mendem perasaan gue dan parahnya lagi saat lihat doi udah punya gandengan gue nangis dikamar,'
'Doi menurut gue itu, orang yang gue sayang, orang yang smgue suka, gue butuh dia dan gue mau dia ada disamping gue selamanyA. Aish! cocok banget kan gue jadi pengiar radio, bucin guevkelewatan," penyiar radil itu tertawa dengan lawakannya sendiri.
'Seberapa keras cowok bilang kalo dia enggak butuh cewek, mereka itu terlalh gengsi buat ngyatain perasaannya. Buat para cewek, kalau ada doi yang buat kalian berharap, lebih dari satu tahu saran gue mending lo cati yang lain aja,'
'Itu tandanya doi enggak benar-benar butuh lo, kalau doi butuh lo dia enggak akan buat kesayangannya nunggu terlalu lama,'
'Kalau sayang, doi juga eng--"
"Kenapa lo matiin, itu lagi seru," protes Salsha saat saliran radionya dimatikan dan diganti dengan musing klasik oleh Aldi.
"Gue lebih suka musik daripada radio, enggak enak juga dengerin orang ngomongin hidup orang, belum tentu jika hidup dja sebersih itu," Salsha memperhatikan wajah Aldi yang terlihat kesal. ")Kenaoa juga Aldi marah, apa dia tersindir? baguslah. "Dih, sewot banget mas,"
"Cari yang nyata-nyata aja, enggak perlu yang maya. Suka sama cowok maya enggam seru, perhatian cuma darj hanphone. Lah, lo mau gitu pacar lo halu, enggak ada wujudny ." Salsha menatap Aldi intenst.
"Kok lo bawel," ucap Salsha dengan wajah polos.. "Dinasihatin baik-baik malaj bercanda," Keduanya tertawa cukup lepas karena pembahasan keduanya
"Mau main dulu atau makan dulu?" Salsha mengangkat bahu, dia melihat jendela mobil. "Perut terlalu kosong buat main, dan gue enggak mau makan dulu. Takut pas naik wahana makanannya malah keluar, kan enggak lucu," Benar juga, Aldi menghentikan mobilnya disalah satu komplek. Dan keduanya turun dari mobil.
"Makanya, kalau ke luar rumah tuh pake jaket. Nyusahin mulu," Salsha memasang wajah sebal, berharap mendapat situasi romantis.
"Gue enggak gerah kalau pertama dateng," Salsha menyerahkan jaketnya lagi. "Lo pakai dulu, kalau gue udah kedinginan baru lo kasih ke gue, jaket lo berat," Aldi menggeleng-gelengkan kepalanya terkekeh. Salsha memang berbeda, dia istimewa, dia juga terlalu ditinggalkan, Aldi juga tidak percaya diri menyatakan perasaannya pada Salsha. "Lo terlalu sempurna buat gue lewati, Sal,"
°°°
"Sialan," umpat Tania saat pesannya dihiraukan hampir dua jam setengah. "Lo ngapain?" Cowok tadi berjalan mengambil minum untuknya. "Gue kesel, kenapa Aldi enggak buka chat gue. Padahal gue lagi butuh dia," Cowok tadi meletakan satu kaleng minuman bersoda agak tinggi.
"Lo terlalu manja buat dia jadiin temen deket, maybe," Tania menatap tajam pada sepupu nya itu, mulutnya memang mengalahkan pisau. Tania sudah hafal itu.
To: Alden
Lo terlalu bego berjuang demi orang bodoh, pilih salah satu dianyara dua aja lo enggak bisa. Apa lo enggak punya otak sama hati?
Cowok tadi mengantongi handphonenya asal dan berjalan menuju kamarnya, untuk istirahat. Dia merasa cemburu jika setiap detiknya harus terus mendapatkan satu orang yang tidak mempunyai rasa kepekaan padanya. Lelah hati. Berjuang lebih bijak dari diam saja kan?
"Mau kemana lo?" tanya Tania pada sepupunya. "Tidur, lo mau tidurin?" Sialan!
°°°
"Kenapa si gue bisa ngantuk,"" keluh Salsha saat selesai makan dipinggir jalan dengan menghabiskan 20 tusuk sate ayam. "Makan lo aja kaya orang kesurupan, gimana enggak langsung ngantuk,"
Salsha menggaruk kepalanya yang tidak gatal, keduanya mulai berdiri, Salsha menemani Aldi membayar makanan mereka. "Gimana, mau jalan lagi apa langsung pulang?" Salsha menguap cukup lebar.
"Pulang aja, gue ngantuk berat," Aldi tersenyum tipos dan mengelus puncak kepala Salsha lembut. "Ayo pulang, gue juga udah ngantuk," Selesai membayar Aldi menggandeng tangan Salsha untuk cepat.
"Apaan si, sana-sana. Sebel banget, gue masih punya tangan buat buka pintu mobil, enggak perlu juga lo bukain," Aldi tertawa saat Salsha mengomelinya dengan wajah mengantuk.
"Lo masih emosian ternyata, mau lo lagi tidur, ngantuk, atau pingsan gue gue yakin-yakin aja kalo lo juga masih bisa ngomel," Salsha memutar bola matanya malas saat sudah menunggu Aldi tidak masuk ke mobilnya.
"Akhir-akhir ini lo jauhin gue, lebih deket ke Iqbal. Kenapa?" Salsha menggelengkan kepalanya. "Enggak ada, cuma mau cari teman baru aja," Aldi memutar bola matanya tidak nyaman.
"Gue cemburu," Aldi terus terang mengatakannya, Salsha mengangguk. "Gue tahu," jawab salsha terlihat sangat santai. "Kenapa lo lakukan kalau lo tahu gue cemburu?" Slasha membuang wajahnya ke arah lain. "Karena gue mau aja," Saat mobil berhenti tepat di depan rumahnya Salsha melihat Aldi akan keluar.
"Lo enggak perlu mampir, udah malem banget soalnya," Aldi terkekeh mendengarnya. "Gue mau bukain pintu mobil lo,"
"Enggak perlu, gue masi belum lumpuh buat sekedar buka pintu mobil," Salsha keluar dengan cepat, tidak melambaikan tangannya atau sekedarnya.
Satu notifikasi ponsel Aldi terima, itu dari Salsha. 'Thanks waktunya,' Dan sekarang Aldi hanya bisa tersenyum lebar karena Salsha masih tidak berubah.
Dia masih sama, Salsha terlalu gengsi untuk mengatakannya secara langsung, dan itu membuat Aldi merasa jika Salsha itu lucu.
'Al, aku jatuh dari tangga,' pesan tiga jam yang lalu. Mata Aldi melotot saat membacanya, Tania jatuh dari tangga?
°°°
"Baru aja kemaren kita jalan berdua, dan lo udah nyakitin gue lagi," ucap Salsha melihat Aldi memegang pinggang Tania dengan erat. Astaga apa yang salah dengan mata Salsha pagi ini.
Salsha berjalan malas menuju kelasnya, dengan tidak tersenyum berdecit sebal. "Tumben berangkat siang, lo enggak apa-apa?" tanya Iqbal merangkul Salsha tiba-tiba.
Ini tujuan gue, walaupun gue sayang sama lo. Gue akan buat lo sakit dulu, dengan begitu lo akan suka sama gue dengan sendirinya,'