"Gue paham kenapa anak-anak sekolah pada iri sama gue itu karena ya, lo ganteng" ujar gue dengan nada bicara yang kelewat santai. Johnny yang denger ucapan gue langsung terdiam, dia menatap gue dengan tatapan yang setengah kaget dan setengah bingung juga.
"Lo, Aksa, Moza, Dipa sama Ezra. Kalian semua ganteng, makanya gue paham kenapa satu sekolah pada sirik sama gue" lanjut gue lagi.
"Oh.. jadi maksud lo gue sama yang lainnya ganteng gitu?" Ucap Johnny dan gue bales dengan anggukkan kepala.
Balesan gue seperti itu, Johnny terkekeh setelahnya. "Ya ampun Bi, gue kira lo cuman muji gue doang"
"Kalau gue muji lo doang nanti kasian yang lain, kesannya kaya gue pilih kasih ntar" jawab gue yang lagi-lagi membuat Johnny terkekeh.
--
Selain rumah Aksa yang selalu dijadikan Basecamp kita berlima, warung yang ada di deket sekolah juga kita jadiin untuk basecamp.
Karena kalau kita diem disini, kita bisa ngerokok. Kalau dirumah Aksa kita gabisa karena ibunya Aksa itu sensitif banget sama asap rokok, kalau sehabis pulang dari sinipun Aksa bakal selalu bermandikan parfum, mulutnya juga bakal disumpel sama 3 permen mint supaya ga kecium bau rokoknya.
Kita berempat sepulang sekolah langsung meluncur kesini, karena bosen juga kalau selalu main dirumahnya Aksa. Gue yang paling terakhir dateng sempet bingung kenapa cuman ada Dipa, Ezra sama Aksa doang. Setelah gue tanya keberadaan Johnny, Aksa jawab kalau dia mau nyusulin Bianca.
Gue sempet tanya mereka mau ngapain, tapi Aksa cuman gelengin kepalanya menandakan dia gatau apa-apa.
"Za, hayu ikutan. Teu rame maen uno ngan tiluan mah ih!" (... ga rame main uno cuman bertiga doang ih) saut Ezra sambil mengeluarkan kartu miliknya yang mana itu skip, alhasil Dipa menatap tajam ke Ezra karena yang di skip sama Ezra itu dia. "Hehe, hampura Dip, euweuh deui kartu urang" (hehe maaf Dip, gaada lagi kartu gue) saut Ezra sambil nunjukin cengirannya.
"Males ah, ga mood gue. Sok aja kalian main" bales gue yang kemudian membaringkan badan gue di kursi panjang yang ada di warung ini.
Pikiran gue terus terbang kemana-mana karena mikirin Johnny sama Bianca terus. Gue agak sedikit gelisah karena yang ngajak ketemu duluan itu Bianca, bukan Johnny. Mereka ketemu mau ngapain. Apa masih bahas masalah kemarin? Ah sial! Harusnya gue yang bertindak kaya gitu. Banyak temen gue yang satu sekolah sama Bianca, harusnya gue yang ngelindungin Bianca walaupun itu bukan kesalahan gue.
Nyesel kan lo.
"Sa.." panggil gue sambil menolehkan kepala menatap ketiga curut kesayangan gue yang masih asik main kartu uno.
"Apaan"
"Gue mau tanya sama lo"
"Tanya apa? Serius amat kayanya"
"Kalau misalkan Johnny sama Bianca pacaran lo-"
"Gausah ngaco deh lo. Lo lupa ya, gue kan pernah bilang sama lo. Gue gasiap kalau Bianca harus punya pacar, jadi gue gaakan kasih dia izin dulu" bales Aksa sambil menatap gue.
"Ko gitu Sa? Kasian atu Biancanya. Telat puber ntar" celetuk Dipa.
"Enak aja lo, telat puber gimana orang pertumbuhan fisiknya jelas gitu pake dibilang telat puber segala" protes Aksa.
"Maksud si Dipa bukan gitu elah. Maksud dia telat puber tu gimana kalau misalkan nanti Bianca malah jadi penasaranan orangnya. Terus malah jadi segala dicoba, ngerti kan maksud gue?" Timpal Ezra yang langsung dianggukin sama gue dan juga Dipa karena setuju sama pendapat dia.
"Gila lo, yakali Bianca kaya gitu. Gue tau dia orangnya kaya gimana, gamungkin lah dia aneh-aneh"
"Mau se hatam apapun lo tau tentang Bianca, tetep aja Sa, yang lebih tau banyak soal Bianca tu ya diri dia sendiri" ujar gue yang mendapat jempol dari Dipa sama Ezra.
"Bener Sa, lagian nih ya.. Kalau sama orang tu gabisa dilarang, gimana kalau nanti Bianca suka sama cowok, terus sama lo dilarang begitu. Orang kalau dilarang tu makin menjadi-jadi Sa, ngasih tau aja inimah" ucap Dipa. Aksa mendengar rentetan kalimat yang dilontarin sama kita langsung diem, lalu dia menghela nafasnya kasar kemudian menatap kita satu persatu. "Tapi tetep gue gaakan ngasih kalau Bianca pacaran sama temen gue, apalagi salah satu dari kalian. Gaakan pernah gue kasih izin sampe kapanpun" ucap Aksa dengan penuh penegasan. Gue yang denger itu langsung menelan ludah, karena ya gue agak merinding juga dengernya.
"Kenapa? Bukannya lebih bagus ya kalau cowoknya itu orang yang lo kenal, ketimbang cowok yang gakenal lo sama sekali"
"Gue gatau pengalaman kalian sama cewek kaya gimana. Mau se deket apapun gue sama kalian, gue gaakan pernah tau gimana kalian sama cewek kalian"
"Lagian ini kenapa jadi bahas beginian si? Lo lagi Za, pake nanya soal ini segala. Kenapasih?" Lanjut Aksa.
"Gapapa, gue kepo aja. Pengen tau reaksi lo kaya gimana" bales gue seadanya lalu kembali membenarkan posisi kepala gue kemudian memejamkan mata sambil terus melafalkan doa semoga Aksa berubah pikiran.
"Za" panggil Aksa dan hanya gue bales dengan gumaman.
"Hm"
"Gajadi"
--
"Thanks ya John, lo mau nganterin gue balik. Padahal lo langsung aja nyusulin yang lain, gue balik sendiri juga bisa ko" ucap gue begitu turun dari motornya Johnny saat motornya Johnny udah berhenti sempurna tepat di depan rumah gue.
"Gapapa, lagian gue gamungkin ngebiarin lo pulang sendirian. Jahat banget gue" bales Johnny sambil tersenyum lembut.
"Eum, John.."
"Ya?"
"Sekali lagi makasih ya.. lo udah mau bantuin gue"
"Sama-sama Bi.. udah dong minta maafnya, lo ga bosen?" Tanya Johnny yang gue bales dengan gelengan kepala diikuti senyuman tipis.
"Yaudah kalau gitu, gue masuk ya. Ati-ati lo di-"
"Bi.." potong Johnny.
"Kenapa?"
"Eum... weekend, lo free ga?" Tanya Johnny yang nada bicaranya berubah jadi.... gugup?
"Kosong kayanya, kenapa?"
"Gue mau ngajak lo jalan, mau?"
"Kemana?"
"Lo bilang aja sama gue pengen kemana, nanti gue kabulin. Tapi Bi, jangan bilang ke Aksa ya" bales Johnny yang udah gue duga kalau dia bakal bilang kaya gini.
"Yaudah.."
"Yaudah apa? Lo mau?"
"Iya, gue mau"
--
Sebutlah gue orang aneh, masuk jurusan IPA tapi gasuka itung-itungan. Tapi yang lebih aneh lagi adalah, walaupun gue gasuka itung-itungan, nilai gue selalu bagus di mata pelajaran itu. Gapernah sekalipun dapet nilai yang jelek.
Dan pada kenyataannya pun begitu, gue selalu bisa ngerjain soal yang berbau hitungan dengan mudah, gapernah ngalamin kesulitan. Kaya sekarang ini, gue dikasih tugas sama guru matematika gue. Tugasnya itu berupa 50 soal, dan gue bisa ngerjainnya dengan sangat mudah, padahal selama ngerjainnya pun gue banyak mengeluh karena gasuka.
Aneh bukan gue ini.
Tok
Tok
"Bia, lo lagi ngapain?" Saut Aksa dari balik pintu kamar gue.
"Masuk aja Sa" bales gue. Setelahnya pintu kamar pun terbuka dan muncullah Aksa disana yang kemudian berjalan masuk menghampiri gue.
"Ngapain lo?" Tanyanya sambil mengintip kegiatan apa yang gue lakukan. Setelahnya dia langsung bergidik ngeri begitu liat kalau gue lagi ngerjain soal matematika.
"Kenapa?" Tanya gue to the point.
"Gue mau tanya sesuatu sama lo.."
"Apa?"