Setelah melalui masa kritis selama berhari-hari, Shiro akhirnya membuka matanya.
"....."
"Bangun tidur di sebelah gadis blesteran yang sexy. Inilah yang aku sebut opening cerita yang bagus." kata Shiro pelan, perlahan mengedipkan matanya.
"Hmm... Dara?! Kenapa dia ada disini?! Apa aku masih bermimpi?" kata Shiro dalam hati, baru menyadari jika gadis yang sedang tertidur di sebelahnya adalah Dara.
Shiro beranjak bangun dan menepuk pipinya beberapa kali untuk memastikan jika dia sudah benar-benar bangun. "Ini bukan mimpi. Aku sudah bangun." Ia kemudian menoleh ke samping dan memandangi Dara yang sedang tertidur.
Melihat tubuh sexy Dara, membuat Shiro mulai berpikiran mesum. Tanpa sepatah katapun, dengan perlahan Shiro mencoba untuk menyentuh payudara Dara dan meremasnya.
"Te-hee.. Sensasi nyaman apa ini????" teriak Shiro dalam hati, merasa kegirangan. Detak jantungnya pun berdetak dengan sangat cepat hingga membuatnya merasa sangat gugup.
"Aaahhh.." Tiba-tiba Dara mendesah dan sedikit menggeliat, membuat Shiro langsung melepaskan payudara Dara karena terkejut setengah mati.
"Hey, Dara! Aku menemukan singkong di hutan. Shiro pasti akan senang jika..." Akmal berjalan memasuki kamar dan terkejut melihat Shiro yang sudah sadarkan diri.
"Kutil kuda..!! Jangan mengagetkanku!! Aku bisa mati terkena serangan jantung!" sentak Shiro dalam hati, terkejut melihat Akmal yang tiba-tiba datang.
"Shiro!! Syukurlah!! Aku sangat cemas. Kau tidak sadarkan diri selama 1 minggu." teriak Akmal, berlari menghampirinya. "Tapi apa yang barusan kau lakukan?" imbuhnya, menatap Shiro dengan pandangan penuh curiga.
"Apa??? Aku pingsan selama satu minggu penuh?!" teriak Shiro, mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.
Karena Suara Akmal dan Shiro terdengar cukup kencang, Dara pun terbangun. "Shiro....kun?" Dara terlihat terkejut melihat Shiro yang sudah sadarkan diri.
"Yo!" sapa Shiro dengan senyuman.
Tanpa sepatah katapun, Dara langsung memeluk Shiro dengan sangat erat. "Syukurlah, aku sangat takut kau tidak kembali." kata Dara, terisak bahagia.
"Maafkan aku karena telah membuat kalian khawatir." kata Shiro, mengelus kepala Dara dengan lembut. "Aku sudah disini. Jadi berhentilah menangis." imbuhnya, mencoba menenangkan Dara yang sedang tersedu.
Perlahan Dara pun melepaskan pelukannya dari Shiro dan mencoba untuk menahan tangis. Ia kemudian memandangi Shiro dan tersenyum manis.
"Hentai!" gumam Akmal dengan raut wajah sinis.
"Ngomong-ngomong, kenapa kau ada disini? Kenapa kita ada di kamar lusuh ini?" tanya Shiro penasaran.
"Setidaknya kamarku jauh lebih bersih dari kamarmu." sahut Akmal, sedikit merasa kesal. "Apa kau sama sekali tidak ingat apa-apa?" tanya Akmal, menyimpan singkong di sudut ruangan.
Sejenak Shiro terdiam, mencoba untuk kembali mengingat-ingat apa yang telah terjadi kepadanya. "Hal terakhir yang aku ingat adalah.. Ibuku."
Suasana menjadi hening seketika ketika Shiro akhirnya mengingat kejadian yang menimpanya.
"Aku akan menjelaskannya kepadamu." kata Akmal, mencoba untuk mencairkan suasana yang terasa canggung.
"Kamu pasti lapar. Aku akan pergi memasak singkong itu untukmu." kata Dara, beranjak dari tempat tidur dan mengambil singkong di sudut ruangan lalu kemudian berjalan ke dapur.
Tidak lama kemudian, Akmal mulai menceritakan apa yang telah terjadi selama Shiro tidak sadarkan diri satu minggu ini.
Beberapa waktu kemudian di makam ibu Shiro yang terletak di sebelah rumah Akmal.
"Jadi seperti itulah... Maafkan aku karena telah memakamkan bibi tanpamu." kata Akmal, memandangi makam ibu Shiro.
"Kenapa kau meminta maaf. Seharusnya aku berterimakasih karena kalian telah merawat ibuku." kata Shiro, termenung memandangi makam ibunya.
"Tentu saja. Aku sudah menganggap bibi sebagai ibuku sendiri. Kau tau itu." jawab Akmal pelan.
"Terimakasih... Aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Aku kehilangan segalanya dan tidak bisa berbuat apa-apa." Shiro menundukkan wajahnya dan menggenggam erat kedua telapak tangannya, berusaha sekuat tenaga untuk menahan tangis.
"Apa yang kau katakan? Bukankah masih ada aku disini? Selain itu, kamu juga masih memiliki orang-orang yang mencintaimu. Dara merawatmu siang dan malam. Dia terus berdoa agar kau dapat cepat pulih dan kembali seperti dulu lagi." kata Akmal, mencoba untuk menyemangati Shiro yang terlihat begitu depresi.
"Kau benar." kata Shiro, mencoba menahan kesedihannya.
Kembali ke dalam rumah...
Dara datang membawa 1 piring singkong bakar dan 2 gelas minuman.
"Shiro-kun, makanlah ini. Kamu harus bisa cepat pulih." kata Dara, menaruh singkong tersebut di atas meja di sebelah tempat tidur.
"Dara.. Kau masih belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau bisa ada disini?" tanya Shiro, memandangi Dara yang duduk di sebelahnya.
"Hey, bukankah aku sudah menjelaskan semuanya kepadamu?" sahut Akmal, menyela perkataan Shiro.
"Diamlah! Aku bertanya kepada Dara. Bukan kau." sentak Shiro pelan. "Keluargamu pasti mencarimu. Kau sebaiknya pulang."
Dara terlihat agak terkejut mendengar Shiro yang tiba-tiba menyuruhnya pergi. Akan tetapi dia hanya bisa terdiam tanpa mengatakan sepatah katapun.
"Shiro! Apa kau tidak bisa sedikit mengerti perasaan Dara?!" Karena kesal, Akmal pun berdiri dan memarahi Shiro.
"Aku.. Aku tidak tahu. Aku hanya.." Dengan gugup Dara mencoba untuk menyampaikan maksudnya. Namun Shiro menyela perkataannya dengan tegas.
"Kalau begitu pulanglah! Kau tidak perlu lagi repot-repot merawat ku. Sebelum semuanya terlambat, pulanglah!" sentak Shiro, memandangi Dara yang nampak takut akan ucapan tegasnya.
Sementara itu, Akmal yang berusaha untuk menangkap maksud tujuan dari perkataan Shiro hanya terdiam dan terlihat sedikit kesal.
"Dara?! Apa kau mendengarkanku?" tanya Shiro dengan tegas.
Karena terus-terusan didesak oleh Shiro, Dara pun akhirnya memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya. "Aku hanya ingin selalu berada di sisimu!! Aku memang khawatir dengan keluargaku! Aku juga ingin pulang! Tapi... Tapi tidak tahu kenapa aku merasa jika aku pergi sekarang, aku akan kehilangan kamu selamanya! Dan aku tidak mau itu terjadi.." teriak Dara, menangis mengungkapkan perasaannya.
Sejenak Shiro termenung memandangi Dara. Apa yang dikhawatirkan oleh Dara memang benar. Jika saat ini tidak ada Dara dan Akmal yang sedang bersamanya, Shiro pasti sudah pergi memburu para tentara kerajaan seorang diri. Dan dengan kondisinya yang saat ini, besar kemungkinan ia akan mati.
Shiro beranjak berdiri dan kemudian mengambil beberapa singkong bakar yang tersaji di atas meja. Ia melahap habis singkong-singkong tersebut dan kemudian meminum habis 2 gelas air yang tersaji.
Shiro kemudian memakai mantel dan mengambil pedangnya yang ada di sudut ruangan.
"Mau kemana kau?" tanya Akmal.
"Pergi ke kota. Aku akan menghentikan pemberontakan." jawab Shiro sambil berjalan mengambil pedangnya.
"Dengan kondisi tubuh seperti itu?! Jangan bodoh! Kita ini bukan dokter. Lukamu bisa terbuka kapan saja." kata Akmal, mencoba melarang Shiro untuk pergi.
Shiro berhenti di belakang pintu masuk dan berkata, "Lalu apa aku harus bersembunyi dan menunggu mereka untuk mati? Aku tidak ingin orang yang kucintai merasakan kepedihan sama seperti yang aku rasakan."
Mendengar apa yang dikatakan oleh Shiro membuat Dara terkejut dan seketika berhenti menangis. "Tapi Shiro-kun, kamu baru saja bangun dari koma!" teriak Dara yang terlihat khawatir.
Shiro termenung memandang keluar rumah. Sesaat kemudian ia berkata, "Saat kau jatuh, bangkitlah! Tahan tangismu! Tahan amarahmu! Kuatkan tekadmu! Selamatkan apa yang masih bisa kau selamatkan. Demi apapun yang masih tersisa darimu, berjuanglah! Jangan pernah kau redup. Terangilah dunia yang kelam ini dengan sinarmu!"
Shiro menoleh ke belakang ke arah Dara dan Akmal. "Itu adalah kata-kata yang sering diucapkan oleh orang yang paling aku benci di dunia ini. Aku tidak sudi menuruti perkataannya. Akan tetapi, Dara... Aku tidak ingin melihatmu bersedih."
Dara memandangi Shiro dengan sorot mata yang berkaca-kaca. Ia tidak tahu harus merasa senang ataupun sedih. Karena jika memang Shiro berniat untuk menghentikan pemberontakan untuknya, sudah dipastikan jika Shiro pasti akan kembali terluka.
"Karena suatu saat nanti, aku ingin meremas gunung itu lagi!" ucap Shiro lirih, terkekeh mesum dan menggenggam erat telapak tangan kanannya.
"Heh...?" Dara terlihat agak bingung melihat Shiro yang tiba-tiba mengubah ekspresi seriusnya menjadi sedikit aneh.
Akmal menghela nafas dan berkata pelan, "Hentai!" Ia kemudian mengambil singkong bakar yang tersisa dan memakannya dengan lahap. "Dara, berdirilah. Aku akan mengantarkanmu pulang." kata Akmal, dengan mulut yang penuh dengan singkong.
"Kenapa kau malah ikut-ikutan pergi?" tanya Shiro.
"Karena aku khawatir jika kau mengantarkan dia pulang seorang diri!" kata Akmal, berjalan keluar melewati Shiro.
"Hah?! Dasar mata empat! Kau meragukan kekuatanku?!" sentak Shiro, merasa jengkel.
"Tidak. Bukan itu. Tapi pelecehan seksual akan terjadi!" kata Akmal, yang mulai berjalan meninggalkan rumah. "Dara, ayo berangkat!" seru Akmal, menoleh ke belakang.
"Bodoh!! Jangan buat dia salah paham!" teriak Shiro, berlari mengejar Akmal.
"Apanya yang salah paham?! Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri! Apa aku perlu menunjukkan fotonya kepadamu?" kata Akmal, terus berjalan meninggalkan rumah.
"Eh, kau memotretnya?!! Tidak mungkin. Kau kan tidak punya kamera. Kau pasti berbohong! Benar kan, Akmuaal-cwan?!" seru Shiro, mempercepat langkahnya untuk mengejar Akmal.
Dara bergegas memakai mantel dan mulai berlari menyusul mereka. "Tapi aku tidak keberatan kok jika itu Shiro-kun!" seru Dara dengan senyuman.
Karena terkejut mendengar ucapan yang baru saja Dara ucapkan, Shiro dan Akmal pun mendadak berhenti dan menoleh kebelakang.
"Really??" teriak Shiro, kegirangan.
"Dara, apa kepalamu baik-baik saja?" tanya Akmal.
"Iya beneran. Walau aku tidak tahu pasti apa yang sedang kalian bicarakan." Dara terkekeh dan terus berjalan meninggalkan mereka berdua.
"Dara, apa kau serius?!" seru Shiro, berlari mengejar Dara dan masih tidak percaya dengan keberuntungannya.
"Yap! 50% polos dan 50% bodoh." kata Akmal, perlahan melangkahkan kaki menyusul Dara dan Shiro.
Di senja dengan hujan gerimis yang rintik-rintik, tanpa disadari, Shiro pun melangkahkan kakinya memulai petualangan panjangnya.