Chereads / New World : Terbitnya Sang Fajar / Chapter 9 - 9. Janji kita

Chapter 9 - 9. Janji kita

Dari gedung depan, suara teriakan seorang gadis memecahkan keheningan. Mendengar suara teriakan tersebut, Shiro pun berjalan keluar ke tepi balkon untuk melihat apa yang sedang terjadi.

"Shiro, apa yang kau lakukan? Cepatlah sembunyi!" Kata Cindy, menarik lengan Shiro.

Di halaman depan sekolah, terlihat beberapa gadis yang sedang diseret oleh para tentara.

"Kyaaaa!!" Para gadis itu berteriak histeris, mencoba untuk melepaskan diri dari para tentara yang menangkap mereka.

"Tolong lepaskan adikku!" teriak seorang laki-laki yang tiba-tiba berlari keluar dari dalam gedung.

Tanpa banyak basa-basi, salah seorang tentara yang melihat pria tersebut berlari mengejar mereka pun menembaknya tepat di bahu kanannya.

Pria tersebut tumbang dan meronta kesakitan. Namun dia masih belum menyerah untuk dapat menyelamatkan adiknya. "Aku mohon! Lepaskan adikku!!" teriak pria tersebut, merangkak di tanah.

"Cih! Menyebalkan sekali!" Salah seorang tentara lain yang merasa kesal menembak pria tersebut tepat di kepalanya, membuatnya mati seketika.

"Tidak!!! Kakak!!!" Salah satu gadis yang diculik oleh para tentara menangis histeris melihat kakaknya mati tepat di hadapan matanya.

Sementara itu, Shiro yang melihat kejadian itu dari balik dinding balkon terlihat sangat kesal dengan tindakan para tentara yang sewena-wena. Ia kemudian berjalan memasuki ruangan kantin dan berkata, "Apa kalian akan membiarkan mereka diculik oleh para tentara begitu saja?!"

"Tentu saja. Kita tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyelamatkan mereka." kata salah seorang laki-laki yang bersembunyi di belakang meja.

"Bagaimana kalian tahu? Apa kalian pernah mencobanya?" Shiro bertanya kepada pria tersebut.

"Tapi Shiro, mereka membawa senjata. Kita tidak akan bisa berkutik melawan mereka." kata seorang pria yang berdiri di hadapannya.

==================

Name : Amer Kip

Birthday : Kota Kretek, 2 April 1992

==================

"Shiro, aku mohon. Kau sedang terluka parah. Ayo kita sembunyi saja." kata Cindy, menarik lengannya dan mencoba untuk membujuk Shiro.

"Jumlah kalian jauh lebih banyak dari pada mereka. Jika kalian takut hanya karena mereka membawa senjata, bukankah disini ada banyak senjata yang bisa kita gunakan?!" kata Shiro membentangkan tangannya. "Jika kalian tidak mau menolong orang lain saat mereka membutuhkan bantuan, bagaimana jika kalian berada di posisi mereka? Apa kalian juga akan mengharapkan bantuan dari orang lain?!" tegas Shiro, mencoba untuk menyakinkan para siswa untuk bertindak. "Aku memang orang yang sangat egois yang tidak peduli dengan orang lain. Akan tetapi aku masih seorang manusia yang tidak sanggup melihat orang lain menderita di hadapanku!" Shiro mengambil pedangnya dan kemudian berjalan keluar ruangan.

"Shiro... Kenapa kau menyebalkan sekali." Cindy mengambil nafas dalam-dalam dan menghela nafas. "Teman-teman, ayo kita bantu mereka!" kata Cindy, mencoba untuk membujuk para siswa yang ada di kantin.

"Apa kau sudah gila?!" teriak salah seorang laki-laki yang ada di pojok ruangan.

"Mungkin. Tapi setidaknya, aku tidak mau hanya menunggu giliranku untuk diculik tanpa berbuat apapun." kata Cindy, yang kemudian berjalan keluar kantin.

Melihat keberanian Cindy dan Shiro, Amer pun tergugah hatinya untuk membantu mereka. Dengan santai, dia berjalan keluar meninggalkan kantin seraya berkata, "Kalau kalian takut, sembunyilah! Akan tetapi jika kami mati.. Jangan pernah harap akan ada orang yang akan menolong kalian di saat giliran kalian datang nanti."

"Cih! Apa-apaan si Amer sialan! Berlagak sok keren!!" kata seorang pria, merasa terhina.

"Bahkan si mata empat yang sering kita bully setiap hari pun tidak terlihat takut dengan para tentara." kata pria lain, menundukkan wajahnya karena malu. Seketika ruangan kantin terasa sangat hening. Mereka terdiam dan menundukkan wajah mereka karena rasa malu.

Sedangkan di sudut pojok lorong lantai 2, Shiro berdiri di tepi balkon, bingung memikirkan cara untuk melawan para tentara. Tidak lama kemudian Cindy dan Amer datang menghampirinya.

"Lalu... Apa yang harus kami lakukan?" tanya Cindy, berjalan menghampiri Shiro.

"Apa yang kalian lakukan disini?" tanya Shiro.

"Aku terbawa suasana dan terlanjur mengatakan hal keren kepada mereka. Hehehe." kata Amer, menggaruk-garuk kepalanya dan sedikit terkekeh.

Cindy menghela nafas, kemudian membuang muka ke samping dan berkata, "Tidak ada pilihan lain. Aku tidak mau lagi merasakan kepedihan yang aku rasakan 10 tahun yang lalu."

Shiro tersenyum tipis dan berkata, "Maafkan aku, karena telah membuat kalian harus membantu menuruti egoku."

"Iya, iya.. Jika semua ini sudah berakhir, pastikan saat ulang tahunku datang nanti, kau memberiku kado ulang tahun yang lebih wajar dari biasanya." kata Cindy, tersenyum memandangi Shiro.

"Aku akan coba untuk mengingatnya." jawab Shiro, tersenyum. "Sekarang, aku ingin kalian membantuku mengangkat kursi dan meja dari ruangan kelas menuju kesini." imbuhnya, berjalan menuju ke tangga.

Disaat Shiro sedang menjelaskan rencananya kepada Amer dan Cindy, tiba-tiba datang rombongan siswa yang membawa berbagai jenis senjata, mulai dari pisau, sapu, balok kayu potongan kursi dan sebagainya.

"Biarkan kami ikut mendengar rencanamu itu." kata salah satu orang di rombongan tersebut.

Shiro, Cindy dan Amer yang merasa senang akan kedatangan mereka hanya dapat tersenyum. Dan tanpa membuang waktu lagi, Shiro kembali menerangkan rencananya kepada mereka.

"Mereka mempunyai senjata api. Walaupun kita unggul dalam jumlah, kita tidak bisa menyerang mereka secara terang-terangan seperti yang Genzie dan kawan-kawannya sering lakukan. Aku ingin mengurangi jumlah korban di pihak kita. Maka dari itu, aku ingin kalian memblokade tangga ini untuk mengulur waktu." kata Shiro, menjelaskan rencana pertamanya.

"Tapi bukankah kita akan membuang keunggulan kita dalam jumlah jika bertarung di lorong sempit seperti ini?" kata Amer, terlihat kurang paham dengan rencana Shiro.

"Mungkin, tapi setidaknya mereka tidak akan bisa menggunakan senjata api disini." kata Shiro.

"Apa maksudmu?" kata pria yang berdiri di depannya.

"Bawa semua tabung gas yang ada di kantin dan tempatkan di seluruh lorong kelas. Setelah itu, buka tutup tabungnya. Dengan begitu mereka tidak akan berani menggunakan senjata api dan terpaksa hanya menggunakan pedang untuk melawan kita." kata Shiro.

"Aku mengerti. Tapi walaupun mereka hanya menggunakan pedang, tidak merubah kenyataan bahwa mereka masih lebih unggul dibandingkan dengan kita yang hanya menggunakan alat-alat kebersihan." kata Amer.

Mendengar pertanyaan Amer yang terdengar agak lucu, Shiro tersenyum dan berkata, "Aku tahu itu. Serahkan saja sisanya kepadaku. Cepatlah pergi!"

Dengan begitu, mereka semua menyebar untuk melakukan rencana tersebut. Para siswa pria maupun wanita bergotong royong memindahkan bangku dan kursi dari dalam kelas ke tangga yang menjadi penghubung lantai pertama dan kedua.

Sementara itu, Cindy yang masih berdiri di hadapan Shiro bertanya kepadanya, "Apa sebenarnya rencanamu? Aku tidak ingin kau memaksakan dirimu."

Shiro menepuk kepala Cindy dan tersenyum. "Jangan khawatir. Aku tidak akan membiarkan kalian bersedih meratapi kematianku." kata Shiro yang kemudian berjalan menuju ke tepi balkon untuk melihat pergerakan dari para tentara.

(Flashback)

10 tahun yang lalu setelah pemakaman saudara Shiro. Terlihat Cindy dan Akmal yang sedang menangis di pemakaman.

Tidak lama kemudian, Shiro yang baru saja sadarkan diri datang menghampiri mereka dan berkata, "Hey, berhentilah menangis! Bukankah kita masih ada disini?! Kita akan terus berlatih dan menjadi lebih kuat! Apapun yang terjadi, kita akan melindungi kalian berdua! Dan kita tidak akan pernah membiarkan kalian menangis lagi karena kehilangan orang yang kita sayangi!" seru Shiro, mencoba menyemangati mereka berdua.

"Janji?" kata Cindy, tersedu dan mencoba menahan tangis.

"Tentu saja, kita berjanji!" seru Shiro, menepuk kepala Cindy sambil tersenyum.

Sekilas, Cindy seperti melihat sosok saudara Shiro di dirinya. Ia pun tersenyum dan dengan penuh semangat berkata, "Kalau begitu jangan kecewakan aku, karena kau sudah berjanji!"

Teringat kenangan di masa lalu, Cindy pun tersenyum memandangi Shiro berjalan menjauh.