"Anu.. Maaf menyela pembicaraan kalian. Tapi, kalau tidak salah pria tadi memanggilmu Cindy. Apa namamu Cindy Dewi Tsuki?" tiba-tiba seorang tentara lain menyela pembicaraan mereka dan menanyakan nama Cindy.
"Hm? Bagaimana kau bisa tahu nama lengkapku?" kata Cindy, agak terlihat terkejut.
"Oi, oi.. Stalker?!"
"Cindy-chan mempunyai fans seorang tentara!!"
"Benarkah?!"
Para gadis lain berbisik-bisik membicarakan hal tersebut.
"Bukan, aku bukan seorang stalker! Hanya saja aku rasa pernah melihatmu sewaktu kamu masih kecil dulu." kata tentara tersebut, mengelak tuduhan tidak jelas para gadis.
"Heeeeh?! Lolicon???" teriak salah seorang gadis yang membuat suasana menjadi sedikut ricuh.
"Diamlah kalian!!" sentak Cindy, merasa kesal.
"Jadi apakah benar kalau kamu adalah Cindy Dewi Tsuki putri dari tuan Sandiaga? Aku adalah mantan bawahan tuan Sandiaga saat beliau masih menjadi seorang kapten." kata tentara tersebut, memaksa Cindy untuk menjawab.
"Apa?? Tuan Sandiaga??"
"Benarkah??"
"Gadis ini putri tuan Sandiaga??" Para tentara lain terlihat terkejut mendengar dugaan temannya tentang Cindy.
"Memang benar. Dia adalah ayahku." Cindy menjawab pertanyaan tentara tersebut sambil membuang mukanya ke samping.
Para tentara sangat terkejut dengan pernyataan Cindy. Mereka benar-benar tidak menyangka jika salah satu gadis yang tadinya ingin mereka serang adalah putri dari orang ternama di kerajaan.
"Oh, sialan! Maafkan kami telah melibatkan anda di kekacauan ini!" seru salah seorang tentara, terlihat panik.
"Benar. Kami hanya menuruti perintah dari sang kapten regu kami! Dia adalah orang yang sedikit gila!" sahut tentara lain.
"Nah, tidak apa. Lagipula ini semua salahku karena berada disini. Orang tua itu menyuruhku untuk tetap di rumah agar aku aman. Tapi aku memilih disini bersama dengan teman-temanku." kata Cindy, agak acuh.
"Memang benar. Dari seluruh tempat di kota ini, hanya ada satu tempat yang sama sekali tidak boleh disentuh oleh para tentara. Seluruh tentara dari regu manapun selalu diingatkan untuk menjauhi tempat itu dan seorang gadis remaja bernama Cindy." sahut sang kopral. "Aku tidak menyangka jika Cindy yang dimaksudkan adalah anda." imbuhnya.
"Sudahlah, aku tidak mau kalian membicarakan tentang keluargaku lagi." kata Cindy, memandangi para tentara. "Sekarang, aku penasaran kenapa kau mengingatkan Shiro akan bahaya yang akan dia hadapi di balaikota? Bukankah dia adalah musuh kalian?" tanya Cindy kepada sang kopral.
"Setelah mendengarkan siaran tadi, dia mengingatkanku kepada diriku dulu yang dipenuhi dengan kebencian. Aku kehilangan teman dan kampung halamanku karena SOUL HARVEST. Bukannya membalaskan dendam mereka, aku malah bergabung dengan para tentara dan melayani pemerintah dunia. Jauh di lubuk hatiku, aku berharap jika dia bisa membalaskan dendam teman-temanku yang tidak mampu aku lakukan sendiri. Lagipula dia juga telah menyelamatkan nyawaku dari si botak mengerikan tadi." jawab sang kopral.
Cindy hanya terdiam mendengarkan cerita sang kopral. Dari cerita tersebut, ia semakin sadar jika ayahnya tidak bisa begitu saja dibilang sebagai sosok orangtua yang buruk.
Di depan pintu masuk bangunan, Dara dan Akmal datang menghampiri Shiro yang sudah sedari tadi menunggu kedatangan mereka.
"Ayo kita pergi." kata Shiro.
"Ehm." kata Dara, menganggukan kepala.
Sementara itu di depan gerbang sekolah, Daddy dan para anak buahnya yang menunggu di tepi jalan melihat gerombolan warga yang beramai-ramai berjalan menuju ke arah barat.
"Boss, lihatlah itu!!" seru salah seorang siswa.
"Sudah dimulai, kah?" kata Daddy, tersenyum jahat memandangi gerombolan warga yang datang mendekat.
"Mereka membawa bambu runcing, pisau dapur, cangkul, sabit, dan apa lagi itu...?!"
"Lihatlah, ada yang membawa kerbau!!" seru pria lainnya.
"Hahahahaha!" Anak buah Daddy tertawa terbahak-bahak melihat peralatan perang para warga yang terbilang tidak normal.
"Apa yang kalian lakukan disini?" tanya Shiro, berjalan mendekat.
"Apa maksudmu?! Bukankah tadi kau telah meminta bantuanku untuk membantai para tentara?!" kata Daddy, menyambut kedatangan Shiro dan yang lainnya.
"Aku tidak ingat kalau aku pernah meminta bantuanmu. Aku hanya memintamu untuk ikut denganku ke lab. Akan tetapi aku sama sekali tidak keberatan jika kalian ingin ikut. Setidaknya kalian bisa kugunakan sebagai umpan dan tumbal." kata Shiro, mendorong pundak Daddy yang menghadangnya.
"Hah! Kejam sekali kau!" kata Daddy, terkekeh dengan wajah seram.
"Dan satu hal lagi. Aku pergi untuk menghentikan pemberontakan, bukan untuk membantai para tentara." kata Shiro, terus melangkahkan kaki meninggalkan Daddy dan teman-temannya.
"Okey, okey.. Akan ku coba untuk mengingat hal itu." kata Daddy, sedikit meragukan. "Ayo! Pesta telah menunggu kita!" seru Daddy, mulai berjalan mengikuti Shiro.
Para anak buah Daddy bersorak dengan penuh semangat dan kemudian mulai berjalan mengikuti Daddy menuju ke balaikota.
.
.
Sementara itu, di balai desa Salam terlihat Mike dan yang lainnya yang sedang mempersiapkan diri pergi ke balaikota.
"Mike-san, kenapa Shiro ingin menghentikan pemberontakan?! Bukankah dia seharusnya mendukung kita??" kata salah seorang pemuda, bertanya kepada Mike yang terlihat sedang memakai rompi anti peluru buatannya sendiri.
"Dia mempunyai caranya sendiri. Kau tidak perlu mengkhawatirkan hal yang tidak perlu." kata Mike, selesai bersiap. "Ayo kita pergi." imbuhnya, meninggalkan pemuda tersebut.
"Waktunya telah tiba! Ayo kita ambil alih balaikota!!!" seru Mike, memberikan semangat kepada para warga.
"Yeaahh!!!"
"Ayo!!!"
"Untuk kebebasan kita!!" Teriakan-teriakan antusias para warga yang saling bersahut-sahutan.
Tidak lama kemudian para warga yang sudah siap untuk berperang tersebut pergi menuju balai kota dengan membawa peralatan-peralatan seadanya.
Tepat pada jam 11 malam, pemberontakan terbesar di kota Kretek akhirnya dimulai. Mike memimpin 2500 warga dari selatan menuju ke balaikota. Sedangkan di suatu perempatan di arah timur laut terlihat 600 warga dari utara yang bergabung dengan 400 warga dari timur.
Para warga membulatkan tekad mereka untuk melakukan penyerangan terakhir ke balaikota yang dijaga ketat oleh para polisi. Namun dibalik semua persiapan mereka, mereka tidak menyadari jika para tentara yang menduduki kota Kretek sudah berkumpul di balaikota untuk membantu menangani pemberontakan yang sedang terjadi.
.
.
Di suatu tempat di desa Sumber. Pasukan Crowz yang masih mendiami tempat tersebut terlihat sedang merancang sebuah strategi.
"Jin-san, apakah kau mendengarkan siaran tadi? Ada seorang warga yang ingin menghentikan pemberontakan di balaikota." kata Barg.
"Bukankah dia bilang bahwa dia berasal dari desa Sumber? Berarti dia orang yang telah membunuh para tentara di rumah tadi" kata Marie yang sedang tiduran di atas kasur.
"Itu mungkin saja. Apa kita perlu membantunya?" tanya Veho.
"Tidak. Kita tidak bisa membuang waktu lebih lama disini. Saat ini kita harus fokus merancang strategi untuk penyerangan istana Batavia." kata Jin, membuka sebuah peta.
"Ooii! Mereka sudah mulai bergerak!" teriak Shimo yang berbaring diatas atap rumah tersebut.
"Berapa jumlah pasukan para pemberontak??" tanya Veho.
"Hmm..." Shimo menunjukkan jarinya kearah langit seperti sedang menghitung sesuatu. Tidak lama kemudian, ia kembali berseru, "Ribuan orang dari selatan dan setidaknya 500 orang dari Timur!"
Shimo membuka mata dan kemudian melompat turun. "Hanya ada sekitar 500 tentara dan 200 polisi yang menjaga balaikota. Tapi aku rasa akan sangat sulit bagi para pemberontak untuk dapat mengambil alih balaikota." Perlahan Shimo berjalan menjauhi rumah seraya berkata, "Aku akan pergi membantu mereka."
"Terserah kau saja. Tapi kau harus segera kembali besok pagi." kata Jin, memberi sebuah tanda silang di peta yang sedang ia lembar.