Jumat, 21 Juni 2019
Apartemen Boxwood, Serenity Beach
Para anggota geng Bentley 8 kembali ke kamar mereka setelah menenangkan Johnny yang terjaga sambil teriak dari tidurnya. Saat itu pukul 04:10 pagi. Mereka tidak tidur kembali, tapi terjaga sampai matahari terbit. Kecuali Puck yang kembali tidur, karena kurang tidur tidak baik untuk kesehatan jantungnya.
Pada pukul 07:00 pagi, Angela memasak wafel, panekuk, dan telur mata sapi. Kemudian, dia memanggil semua temannya untuk sarapan di meja.
Mereka semua pun berkumpul di meja makan, tapi tidak mengucapkan doa sebelum makan. Mereka mulai makan dengan suasana canggung. Tak ada dari mereka yang mau bicara duluan.
Dirk merasa ada yang aneh, dan dia memecah keheningan.
"Apakah kalian baik-baik saja? Kenapa kalian diam?"
"Aku sedang makan." Kata Lilith.
Dustin tidak menjawab. Dia hanya makan panekuk, wafel, dan telurnya dengan lahap dan cepat. Johnny memecahkan kuning telur mata sapinya dengan sendok sambil terlihat murung. Sedangkan Angela, Ophelia, dan Ripp hanya tersenyum ke arah Dirk.
"Kami baik-baik saja, Dirk. Jangan khawatir." Kata Puck.
"Kalau kalian punya masalah, jangan ragu untuk menceritakannya padaku." Kata Dirk.
"Ya, Tentu." Balas Ripp.
"Terima kasih, Dirk." Jawab ketujuh teman Dirk tersebut secara serempak.
"Oh ya, di dekat sini ada spa yang terkenal bernama Mapletree Spa and Sauna House. Ada kolam renang dan restoran juga di sana. Apakah kalian mau kesana denganku jam 9 nanti?" Kata Angela.
"Sepertinya menarik, Angie." Kata Ophelia.
"Hmm, boleh juga. Pinggangku sakit akhir-akhir ini karena terus-terusan berlatih seni bela diri, jadi aku ingin dipijat." Kata Johnny.
"Kuharap aku mendapatkan terapis spa yang cantik." Kata Ripp.
Lilith memutar mata dan memiringkan kepalanya ke arah Ripp. "Biar kutebak. Kau ingin menidurinya juga."
"Yup, tepat sekali."
"Kuharap kau akan mendapatkan terapis om-om tukang angkat beban."
"Itupun tak masalah bagiku, Lil."
"Apa!? Jangan memanggilku 'Lil'! Aku paling benci panggilan itu. Itu julukan buat gadis kecil. Aku bukan gadis kecil lagi, dan aku yakin yang kecil adalah ukuran penismu." Kata Lilith pada Ripp.
"Setidaknya aku sudah meniduri lebih dari sepuluh wanita dengan penis yang 'kecil' ini. Aku yakin aku sudah mengalahkan Johnny, Dustin, Dirk, dan Puck dalam jumlah wanita yang kami tiduri." Balas Ripp.
"Diam! Kau tidak tahu apa-apa." Kata Dustin sambil tersenyum dan menonjok lengan Ripp.
"Jangan ngomongin itu, kita sedang makan!" Kata Angela.
Ripp bersendawa dengan kencang.
Mereka semua cekikikan, lalu tertawa terbahak-bahak mendengar sendawa Ripp.
Angela dan Dirk bersyukur dalam hati karena suasana kembali cair seperti biasa.
Pada pukul 09:00, mereka pergi ke Mapletree Spa and Sauna House. Mereka semua berenang di kolam renang, dipijat, bersauna, dan berendam bubble bath untuk perawatan badan.
Lima jam kemudian, pada pukul 14:02 siang, mereka semua sudah selesai menjalani spa dan akhirnya makan siang di restoran dekat kolam renang.
"Cheers!" Kata mereka berdelapan sambil bersulang dengan gelas jus buah campuran jeruk, nanas, dan pisang. Kemudian mereka menikmati minumannya serta hidangan lobster, kepiting, tiram, dan sushi di restoran tersebut. Setelah selesai makan, mereka semua berswafoto dengan ceria.
Ripp menceritakan pengalamannya di meja makan.
"Ini sungguhan. Saat itu aku sedang main ponsel di taman, lalu melihat ada seorang wanita berambut coklat sebahu yang berjalan melewatiku. Dia memakai jaket tebal dan celana jeans. Aku tak melihat wajahnya, tapi bokongnya bagus sekali. Aku langsung bersiul dan memanggilnya 'bokong yang bagus, sayang!'. Dia langsung menoleh ke arahku dengan tatapan marah. Ternyata dia adalah seorang pria! Dia berkumis lebat dan brewokan. Kemudian dia lari ke arahku dan aku segera kabur. Kami kejar-kejaran sekitar 15 menit. Tapi aku memang tak terlalu berbakat dalam olahraga, jadi aku berhasil dikejar olehnya dan dia menonjok hidungku."
Tujuh orang lainnya tertawa lepas.
"Lucu sekali, Ripp." Kata Dirk.
"Hashtag true story, dua tahun yang lalu di Universitas Britechester." Kata Ripp.
"Makanya, Ripp. Kau harus berhenti menggoda wanita di jalanan." Kata Angela.
"Aku tak bisa menahannya, mereka seksi sekali."
"Haha. Dasar brengsek." Kata Johnny.
"Yup, so what? Inilah diriku."
Tiba-tiba Johnny mendapat panggilan telepon dari Jenny Smith, ibunya. Johnny mengangkatnya.
"Ya, ada apa, ibu?"
"Johnny, kau harus ke Strangetown sekarang. Ayahmu jatuh sakit." Kata Jenny, ibunya.
"Apa!? Dia sakit apa?"
Semua teman Johnny melihat ke arahnya.
"Dia terkena stroke dan jatuh dari tangga. Ibu belum membawanya ke rumah sakit. Dokter akan datang kesini sebentar lagi, dan ibu yakin bisa merawatnya di rumah dengan pengalaman bekerja ibu sebagai perawat."
"Bagaimana dengan pekerjaan ibu di rumah sakit?"
"Ibu sedang cuti selama seminggu. Ada perawat lain yang menggantikan ibu. Cepatlah kembali ke Strangetown, ayahmu ingin bertemu denganmu. Kau sekarang berada di mana?"
"Aku berada di Serenity Beach bersama teman-teman serumahku. Sekitar 30 km dari Sim City. Baiklah bu, aku akan kembali ke Strangetown secepatnya. Tunggu aku."
"Baik, Johnny. Bye."
"Bye."
Telepon ditutup.
"Ada apa, Johnny?" Tanya Ophelia.
"Maaf, teman-teman. Aku harus pulang duluan ke SimCity dan kembali ke Strangetown karena ayahku jatuh sakit. Jika kalian masih mau di sini, silakan. Aku akan naik bus sampai ke SimCity."
"Aku akan ikut denganmu, Johnny. Aku ingin menjenguk Pak PT9." Kata Ripp.
"Aku juga." Kata Puck.
"Tunggu, tunggu. Bagaimana dengan liburan kita?" Kata Dustin.
"Sudahlah, kesehatan ayah Johnny lebih penting. Yang ikut menjenguk ayah Johnny, angkat tangan." Kata Dirk.
Mereka semua angkat tangan, kecuali Dustin dan Lilith.
Lilith sempat kebingungan, tapi kemudian dia mengangkat tangannya juga.
"Ah, ya sudahlah. Aku ikut." Kata Dustin.
"Kalian semua adalah teman terbaik yang pernah ada. Terima kasih." Kata Johnny.
Kemudian, mereka semua kembali ke apartemen, membereskan barang, membayar biaya apartemen di resepsionis, dan pergi ke Strangetown memakai mobil Chrysler Voyager milik Puck. Yang menyetir adalah Johnny. Sesampai di rumah lamanya di Strangetown pada pukul 18:03, Johnny membunyikan bel.
Jill, adik perempuan Johnny yang berumur 17 tahun, membuka pintunya.
"Astaga, kakak. Senang melihatmu lagi." Kata Jill sambil memeluk Johnny yang balas memeluknya. "Wah, ramai sekali. Hai Ophelia. Hai Ripp. Hai juga yang lainnya."
Ophelia, Ripp, dan lima orang lainnya hanya tersenyum sambil mengucapkan hai.
"Apakah mereka berlima teman-teman kakak juga?"
"Iya, dik. Mereka semua dari kota Pleasantview dan Veronaville. Mana ayah?"
"Dia ada di kamar."
Johnny membuka pintu kamar orangtuanya.
Ibunya, Jenny, sedang duduk di kursi yang diletakkan menghadap ranjang tempat berbaring Pak PT9 yang sedang tidur. Jenny menoleh ke arah Johnny.
"Johnny. Akhirnya kau datang juga." Kata Jenny sambil bangkit dari kursinya dan memeluk Johnny. Johnny membalas pelukannya.
"Iya, bu. Apakah saudara-saudara kita sudah datang kesini?"
"Pascal, Vidcund, Lazlo, Lola, dan Chloe sudah kesini tadi pagi. Mereka sebenarnya menunggu kedatanganmu, tapi mereka ada urusan penting dan tidak jadi berlama-lama di sini."
"Oh, begitu. Aku datang bersama Ophelia, Ripp, dan lima orang sahabatku yang lainnya. Ini mereka." Kata Johnny.
"Selamat datang, maaf sempit."
"Tidak apa-apa, Nyonya Smith. Kami ingin menjenguk Tuan PT9." Kata Dirk.
Kemudian, Pak PT9 bangun dari tidurnya. Dia sedikit terkejut melihat Johnny.
"Johnny, itukah kau?"
Johnny segera memeluk ayahnya dengan penuh haru. Dia menangis. "Iya, ayah. Aku sangat merindukan ayah."
"Aku juga sangat merindukanmu, putraku. Sudah enam bulan kau tidak pulang kesini. Terakhir kita bicara di telepon, kau bilang kau sudah menjadi eksekutif muda di perusahaan besar dan tinggal di Sim City bersama teman-temanmu."
"Ya, benar sekali, ayah. Ini adalah mereka, yang tinggal bersamaku di Sim City. Kami baru saja liburan di pantai."
"Salam kenal, Tuan Smith." Kata Angela, Dirk, Dustin, Lilith, dan Puck.
"Salam kenal. Ayah tak menyangka kau sangat populer, Johnny."
"Sebenarnya, Johnny adalah pemimpin kami." Kata Dirk.
"Ya, ayah. Mereka membantuku pulih dari trauma akibat pemukulan dan penusukan yang kualami lima tahun lalu." Kata Johnny.
"Senang mendengarnya, Johnny. Lama juga tak bertemu kalian, Ophelia dan Ripp."
"Semoga cepat sembuh, Pak PT9." Kata Ophelia.
"Senang bisa melihatmu lagi, Pak PT9. Kuharap kau merasa lebih baik." Kata Ripp.
"Terima kasih banyak, kalian semua, atas kedatangan dan ucapannya."
"Ya, ayah." Kata Johnny.
"Sama-sama, Tuan Smith." Balas mereka bertujuh.
Jenny mengajak mereka makan malam di lantai bawah, tapi ditolak oleh mereka. Lalu, mereka pulang ke Sim City dan sampai di rumah pada pukul 20:24. Angela membuat sandwich vegan untuk makan malam mereka berdelapan. Setelah itu, mereka langsung ke kamar untuk istirahat.
Saat di kamar, Angela sadar dia sedang haid dan merasa sakit perut. Dia memakai pembalut setelah itu, lalu minum obat. Tapi dia berusaha menyembunyikan rasa sakitnya dari Dustin yang sudah tidur di sampingnya.
Angela tadinya berbaring di kasur, tapi dia bangkit dan duduk sambil memegang perutnya, kesakitan.
"Astaga, sakit sekali. Endometriosis memang menyebalkan. Hari pertama haid selalu begini, padahal aku sudah minum obat. Ditambah lagi, aku harus mengirim laporan ke kampus besok. Semoga aku bisa menahan rasa sakit ini." Pikir Angela.
Malam pun berlalu dengan tenangnya. Angela baru tidur pada jam 03:00 pagi karena sakit perutnya tak kunjung hilang. Sedangkan yang lainnya sudah terlelap.
Sabtu, 22 Juni 2019
07:32 AM
Angela masih berusaha menahan sakit di perutnya, dan tetap membuat sarapan banana french toast untuk teman-temannya. Dia berkali-kali membungkuk di dapur sambil memegang perutnya dan meringis, tapi tak ada yang melihat. Kemudian, dia memalsukan senyuman di depan teman-temannya yang menunggu makanan di meja makan.
Lilith bangun dari tidurnya dengan sangat bersemangat. Dia menari-nari sambil mendengarkan musik di iPodnya. Dia melompat-lompat, berputar, sambil berjoget mengelilingi kamar. Dia juga tertawa sendiri dengan keras.
"Lilith, Sarapan sudah siap! Cepatlah kebawah!" Sahut Angela.
"Yaaa!" Kata Lilith sambil tetap menari.
Ketika Lilith kebawah, semua temannya sudah menunggu.
Johnny mencuci tangan tiga kali sebelum makan. Dia duduk di bangku meja makan, lalu mengatur roti panggang dan brokolinya dengan rapi dan teratur. Roti panggangnya diletakkan sejajar, dan brokoli yang tadinya tidak beraturan diletakkan menjadi dua baris yang rapi.
"Astaga, Johnny rajin sekali, mengatur makanannya sampai seperti itu." Bisik Ripp pada Dirk.
"Ssst. Biarkan saja. Orang dengan Obsessive Compulsive Disorder memang seperti itu." Balas Dirk.
"Mmm...hmm! Astaga, rotinya enak sekali. Ini adalah roti paling enak yang pernah kumakan. Kau hebat, Angela." Kata Lilith sambil melotot.
"Ng... Terima kasih?" Angela merasa aneh, karena Lilith tidak pernah memuji masakannya.
Lilith terus bicara. Dia menceritakan apa yang dia pelajari di jurusan seni rupa, dan itu semua membuatnya gembira. Tapi, belum sempat teman-temannya merespon topik yang dia bahas sebelumnya, dia malah melompat ke topik baru. Bicaranya memutar-mutar.
Dirk merasa ada yang aneh. Dia yakin gangguan bipolar Lilith sedang kambuh dan dia sedang dalam fase manik, sehingga mengalami flight of ideas atau gangguan pola pikir.
"Lilith, apa kau baik-baik saja? Apakah kau sudah minum obat pagi?" Tanya Dirk.
"Apa maksudmu, Dirk!? Tentu saja sudah. Kenapa kau meragukanku?" Jawab Lilith dengan nada tinggi. Padahal tadinya dia sangat gembira, tapi sekarang tersinggung dengan mudah. Sebenarnya Lilith tidak minum obat sama sekali selama seminggu lebih.
"Baiklah, santai saja. Baguslah kalau kau sudah minum obat."
Lilith melanjutkan makan.
"Yang lainnya bagaimana? Apakah kalian sudah minum obat kejiwaan pagi?" Tanya Dirk.
"Sudah." Jawab Ophelia, Dustin, Johnny, dan Puck. Namun, Dustin berbohong. Dia belum meminumnya pagi ini karena lupa.
"Aku belum, karena lambungku sedang tidak enak tadi pagi. Kurasa gastritisku kambuh." Jawab Ripp.
"Minumlah obat gastritis dan juga obat kejiwaanmu, Ripp." Kata Dirk.
"Tentu saja."
Angela berangkat ke kampus pascasarjana Sim State University cabang Sim City setelah selesai sarapan untuk mengirim laporan kasus. Lilith pergi ke salon. Dirk bekerja di rumah sakit. Johnny pergi ke kantornya untuk mengambil barang yang tertinggal. Puck pergi ke gedung pertunjukan untuk melatih anggota orkestra. Sedangkan Dustin, Ophelia, dan Ripp berada di rumah, menikmati liburan musim panas.
Dustin dan Ripp bermain video game di ruang keluarga. Ophelia duduk di samping mereka.
Ripp teralihkan dengan hal-hal kecil saat bermain video game. Dari bunyi pesan di ponsel, ac yang dingin, pikiran-pikiran tentang hal lain yang datang tiba-tiba, hingga sakit lambungnya. Dia tidak bisa konsentrasi, menghentak-hentakkan kaki dan terus-terusan menoleh ke arah kiri, kanan, bahkan atas sehingga dia kalah. Tapi dia sudah biasa seperti ini karena gangguan pemusatan perhatian (ADHD).
"Yes! Aku berhasil!" Kata Dustin.
"Ah, sudahlah. Aku tak mau main lagi. Aku mau istirahat saja. Perutku sakit." Kata Ripp sambil bangkit dari sofa dan naik ke kamar.
Ophelia merasa khawatir, tapi dia tidak mengikuti Ripp sampai ke kamar. Dia hanya ke ruang kerja dan menyalakan komputer, lalu menulis blog. Hanya menulis yang bisa mengurangi gejala gangguan kecemasan yang dialaminya.
Dustin melanjutkan main video game. Tiba-tiba, dia mendengar suara di telinganya.
"Kau pecundang." Suara seorang pria.
"Bodoh." Suara seorang wanita.
"Lebih baik kau mati saja." Suara pria yang tadi.
"DIAM!" Kata Dustin, berbicara sendiri. Dia membanting stik video game ke meja.
"Kalian tidak nyata, kalian tidak nyata. Pergilah!" Kata Dustin sambil menutup kuping dengan kedua tangan. Kemudian dia lari ke kamarnya sambil tetap menutup kuping, mengambil obat di laci.
"Obat...obat..." Dustin hendak membuka tempat pil. Tapi dia melihat tanggal kadaluarsa obat tersebut. Ternyata sudah kadaluarsa tiga hari yang lalu, sebelum dia ke pantai bersama teman-temannya.
"SIAL!" Dustin melempar tempat pilnya ke lantai dan semua isinya tumpah berserakan.
Akhirnya, Dustin hanya tiduran di kasur, berharap halusinasi auditorik akibat skizofrenia yang diidapnya menghilang. Dia hanya menaruh punggung tangan di atas dahinya, sambil berusaha untuk tidur.
Satu jam berlalu. Ophelia masih asyik menulis blog. Tiba-tiba, Lilith masuk ke ruang kerja dengan penampilan yang mengejutkan. Dia mengecat rambutnya jadi warna biru ombre ungu.
"Haaii! Kau suka penampilan baruku, Phi?"
"Astaga, Lilith. Kau terlihat sangat..."
"Mengagumkan? Cantik?"
"Kau terlihat sangat mencolok dengan rambut seperti itu."
Lilith terlihat kecewa dengan jawaban Ophelia.
"Seleramu aneh, Phi. Sudahlah, aku mau tanya yang lain saja. Dimana mereka?"
"Yang ada hanya Ripp dan Dustin. Tapi Ripp sedang tidur. Kau sudah melihat Dustin? Bukannya dia main video game?"
"Belum. Dia tidak ada di ruang keluarga kok. Di mana dia?"
"Aku tidak tahu, mungkin dia pergi."
"Ah, menyebalkan."
Johnny membunyikan bel di pintu utama.
"Biar kubukakan." Kata Lilith.
Lilith membuka pintu sambil menyambut Johnny. Johnny kaget melihat rambut Lilith.
"Bagaimana, Johnny? Kau suka rambutku?" Kata Lilith sambil mengibaskan rambutnya.
"Ya ampun, Lilith. Kau terlihat sangat... Cantik." Johnny terpaksa berbohong agar Lilith tidak sakit hati. Padahal, dalam hati dia berpikir Lilith sangat nyentrik dengan warna rambut seperti itu.
"Hahaha, tentu saja!" Jawab Lilith. Dia mengambil dua langkah ke dalam rumah sambil kelihatan gembira sekali. Dia masuk ke kamarnya, lalu menyalakan stereo dengan kencang. Dia menari dan melompat-lompat dengan sembrono.
Johnny mematikan TV dan decoder video game yang masih menyala. Dia pergi ke kamarnya, lalu menelepon Dirk.
Dirk mengangkatnya.
"Halo, Dirk?"
"Ada apa, Johnny?"
"Dirk, kurasa Lilith sedang tidak baik-baik saja. Barusan dia mengecat rambutnya jadi biru dan ungu. Dari tadi pagi cara bicaranya juga menggebu-gebu dan gembiranya terlalu berlebihan."
"Aku sudah menduga ada yang aneh, tapi tak kusangka dia mengecat rambutnya jadi seperti itu. Tak salah lagi, dia sedang fase manik. Aku masih di rumah sakit. Aku akan pulang ke rumah sekitar setengah jam lagi, setelah presentasi kasus demensia." Kata Dirk.
"Baik, cepatlah."
Kampus Sim State University, gedung pascasarjana psikologi cabang Sim City
10:27 AM
Angela berada di kamar mandi wanita kampus pascasarjana psikologi Sim State University. Dia masih menahan sakit yang luar biasa di perutnya. Kini dia berada di depan wastafel sambil mencuci tangan dan wajah.
Darah mengalir dengan deras di rahimnya, membuat perutnya semakin sakit.
Angela muntah di wastafel karena rasa sakit di perutnya.
"Hhh... Hhh... Hhh...". Angela terengah-engah. Dia merasa kehabisan napas. Wajahnya pucat.
Rasa sakit di perutnya tak dapat tertahankan lagi.
Kemudian dia merosot jatuh.
Dia pingsan.
Seorang wanita keluar dari salah satu bilik toilet dan dia kaget melihat Angela yang sudah tak sadarkan diri.
"Astaga! Nona, bangunlah!"
Angela tidak bangun.
"TOLONG! TOLONG! Ada yang pingsan!" Wanita itu keluar dari kamar mandi dan meminta bantuan orang-orang sekitar. Kamar mandi itu seketika jadi ramai.
Angela dimasukkan ke ambulans dan dipakaikan masker oksigen. Dia dibawa ke SimCity Memorial Hospital.
Gedung Pertunjukan Esther
Sim City
10:42 AM
Puck sedang latihan menjadi konduktor di orkestra. Dia mengatur melodi untuk para pemain biola, cello, piano, saxophone, obo, drum, dan juga klarinet.
Tadinya semuanya berjalan dengan lancar. Puck menjalankan orkestranya dengan baik dan melodinya selaras dalam satu kesatuan. Tapi dia menyadari ada pemain biola yang nadanya salah.
Dia segera mengisyaratkan tanda berhenti menggunakan tongkat konduktornya. Seluruh pemain orkestra berhenti memainkan lagu.
"Kau. Nadanya salah berkali-kali." Kata Puck sambil menunjuk salah satu pemain biola bernama Wyatt.
"Bukan aku. Dia yang salah!" Kata Wyatt sambil menunjuk orang di sebelahnya.
"Apa katamu? Aku mendengar kamu yang salah memainkan nadanya! Jangan main tuduh!" Kata Andy, pemain biola di sebelah Wyatt. Hubungan mereka memang sedang tak akur.
"Ucapkan sekali lagi, bajingan!" Kata Wyatt sambil menarik kerah baju Andy.
"Awas kau!" Teriak Andy. Kemudian mereka berkelahi. Pemain orkestra lain berusaha menghentikan mereka.
Puck merasakan sakit yang luar biasa di dada kirinya. Dia menyalahkan dirinya atas perkelahian kedua orang tersebut. Dia meringis sambil memegang dadanya.
"Puck, kau baik-baik saja?" Kata salah satu pemain cello.
Belum sempat Puck menjawab, dia jatuh pingsan. Tubuhnya jatuh ke arah depan.
Seketika gedung pertunjukan menjadi sangat ramai. Semua anggota orkestra panik dan menolong Puck. Mereka memberikan CPR dan napas buatan pada Puck.
"Astaga, dia tidak bernapas!"
"Cepat panggil ambulans!"
Paramedis datang tujuh menit kemudian. Mereka memberikan bantuan oksigen kepada Puck, mengangkutnya ke ambulans dan membawanya ke Sim City Memorial Hospital.
Sim City Memorial Hospital
Unit Gawat Darurat
11:26 AM
"Itu saja keluhannya?" Kata Dirk pada salah satu pasien.
"Iya, dok. Batuk dan pilek."
"Silakan ambil resepnya di apotik, dan beristirahatlah di rumah." Kata Dirk. Walaupun dia adalah seorang residen psikiatri, dia tetap bekerja sebagai dokter umum di UGD. Hari ini belum ada pasien yang genting, pikirnya. Dia tidak jadi pulang sehabis presentasi kasus demensia karena ingin mencari honor lebih di samping menyelamatkan orang lain.
Pintu UGD dibuka.
"Pasien baru. Seorang perempuan berusia 20an berambut merah panjang, memakai cardigan dan bando hijau." Kata perawat bernama Allie.
Dirk berpikir, "Rambut merah panjang? Cardigan dan bando hijau? Seperti yang dipakai Angela tadi pagi".
Dirk terkejut melihat perempuan itu memang Angela setelah Angela dibawa masuk ke UGD menggunakan stretcher.
"Astaga, Angela!" Kata Dirk. Dia segera menghampiri Angela.
Angela dipindahkan dari stretcher ke kasur UGD. Dirk juga ikut memindahkannya.
"Bertahanlah, Angela. Aku di sini." Kata Dirk sambil memegang tangan Angela.
"Apakah kau mengenalnya, Dr. Dreamer?" Tanya seorang perawat bernama Liz.
"Dia teman serumahku, dan juga saudari kembar pacarku." Jawab Dirk.
"Code Blue! Laki-laki berusia 20an berambut merah. Diduga serangan jantung." Kata Allie.
Puck dimasukkan ke dalam UGD. Dirk kaget setengah mati. Barusan Angela, sekarang Puck.
"Oh Tuhan, Puck."
Puck dipindahkan ke kasur UGD di samping Angela. Mereka berdua masih tidak sadarkan diri. Dirk bingung siapa yang harus ditolong duluan. Tapi dia memutuskan untuk menolong Puck duluan karena serangan jantung adalah kondisi yang sangat genting.
Dirk segera memotong baju yang dipakai Puck dengan gunting, lalu merobeknya. Kini Puck bertelanjang dada agar bisa dilakukan kompresi dada dan defibrilasi.
"Baik, waktunya kompresi dada, intubasi dan charging. Berikan dua ventilasi setiap 30 kali kompresi dada sampai terintubasi. Liz, injeksikan epinephrine 2 mg. Allie, catatlah waktu dan semua obat yang masuk." Kata Dirk.
"Baik, Dok!"
Perawat bernama James melakukan kompresi dada pada Puck 30 kali selama dua menit sambil bergantian memberinya bantuan oksigen. Kemudian Dirk memerintahkan mereka untuk mengecek irama jantung Puck dan charging defibrilator. Irama jantung Puck adalah 171.
Puck telah diintubasi. Selang dipasang ke mulutnya. Kabel pendeteksi denyut nadi dipasang ke jarinya.
"Lanjutkan kompresi dada sampai charging selesai." Kata Dirk.
James tetap memberikan kompresi dada selama 30 kali serta bantuan oksigen secara bergantian pada Puck.
"Charge selesai!" Kata Allie.
"Semuanya clear?" Tanya Dirk.
"Clear!"
"Siap, Shock!" Kata Dirk sambil menyetrum dada Puck dengan defibrilator. Tubuh Puck melonjak ke atas sekitar 20 cm.
Tak ada respon. Garis lurus masih terlihat di monitor.
"Lakukan kompresi dada 30 kali lagi."
"Baik, dok!" Kata James sambil melakukan kompresi dada lagi pada Puck.
"Charging..." Kata Dirk sambil menekan tombol charging defibrilator.
James selesai melakukan kompresi dada pada Puck.
"Stand clear... Shocking!" Dirk menyetrum dada Puck yang kedua kalinya dengan defibrilator.
Irama jantung Puck kembali normal.
Garis zigzag terlihat di monitor beserta bunyinya yang berdetak setiap detik.
"Masa kritis sudah lewat. Masukkan dia ke ICU." Kata Dirk.
"Baik, Dok!"
Mereka segera memindahkan Puck ke ICU.
"Kau akan baik-baik saja, Puck." Kata Dirk sambil menepuk pundak Puck yang masih tak sadarkan diri dan dibawa ke ICU.
Kemudian, Dirk menolong Angela. Dia menyenter mata Angela dan memeriksanya dengan stetoskop. Angela dipasangkan masker oksigen.
Dirk melihat ada darah merembes di bagian depan rok yang Angela pakai. Liz memeriksa celana dalam Angela, dan ternyata pembalut Angela memang bocor karena darah menstruasinya keluar sangat banyak. Dirk meminta Allie dan Liz untuk memakaikan pembalut celana sekali pakai pada Angela. Mereka berdua pun segera menutup tirai, mengganti pembalut dan baju Angela, lalu memakaikannya pembalut celana dan gaun rumah sakit.
Setelah pemeriksaan berkali-kali, Dirk memutuskan untuk memasukkan Angela ke ruangan biasa.
Kemudian Dirk mengabari semua teman-teman di rumahnya lewat chat grup kalau Puck dan Angela dirawat di rumah sakit tempatnya bekerja.
Bentley 8 Squad (WhatsApp)
Dirk : Teman-teman, Puck dan Angela masuk rumah sakit dalam waktu yang bersamaan. Puck terkena serangan jantung, dan aku berhasil menyelamatkannya dari masa kritis. Aku kurang yakin tentang keadaan Angela, tapi kurasa endometriosisnya kambuh. Mereka sekarang berada di tempatku bekerja, Sim City Memorial Hospital. Puck di ICU, dan Angela di ruangan 322A.
Lilith : Oh My God!
Johnny : Kau serius, Dirk?
Dirk mengirim foto Puck dan Angela yang terbaring lemah di kasur, tak sadarkan diri.
Dustin : Astaga, Angie sayangku. Puck yang malang.
Ophelia : Hiks, kasihan sekali mereka.
Ripp : Aku akan segera kesana sebentar lagi.
Dirk : Cepatlah.
Rumah Squad Bentley 8
Sim City
12:15 PM
Dustin panik melihat Angela masuk rumah sakit. Dia ingin segera menjenguknya, tapi suara-suara di kepalanya belum juga hilang.
"Ini semua salahmu." Suara seorang wanita.
"Gara-gara kau tidak menemani Angela, dia jadi masuk rumah sakit." Suara seorang pria.
"Diam... Diam!!!" Dustin lari ke kamar mandi. Dia mencuci muka sambil berusaha mengalihkan perhatian dari suara-suara itu.
Dustin melihat pantulan dirinya di cermin.
Tiba-tiba dia melihat bayangan hitam berada di belakangnya di cermin itu. Dia melihat ke belakang. Tak ada siapa-siapa. Dia kembali melihat ke arah cermin.
Bayangan hitam itu membuka mata. Matanya merah menyala, dengan titik berwarna hitam.
"Kau akan mati sebentar lagi, dasar bajingan." Kata bayangan itu. "Aku akan menghantuimu sampai kematianmu yang sebentar lagi akan tiba. Dasar tidak berguna."
"AAARRRGHHH!!! DIAAAM!!!!!" Dustin mengamuk. Dia menonjok cermin berkali-kali dengan dua tangannya.
BUGG!
BRAK!
PRANG!
Cermin itu pecah. Dustin tetap menonjok cermin itu sampai punggung tangannya berdarah-darah.
Johnny, Ripp, dan Ophelia sadar ada ribut-ribut di kamar mandi dalam kamar Angela dan Dustin. Mereka segera kesana.
Dustin masih menonjok-nonjok cermin sampai pecah berserakan. Kini tangannya berdarah sangat banyak.
Johnny, Ripp dan Ophelia masuk kedalam kamar mandi.
"Astaga, Dustin! Ada apa denganmu!?" Kata Ophelia.
"SUARA SIALAN! BAYANGAN HITAM BANGSAT! AAHHH!!!" Teriak Dustin sambil mengamuk. Dia mengobrak-abrik gelas dan alat mandi yang ada di wastafel.
"Dustin, tenanglah!" Kata Ripp sambil menenangkan Dustin. Tapi Dustin mendorong Ripp sampai Ripp terjatuh.
"Dustin!" Kata Johnny sambil menghampirinya.
Dustin hampir menonjok mata Johnny, tapi ditepis oleh Johnny yang mempunyai sabuk hitam di karate.
Ophelia yang takut pada darah ketakutan melihat tangan Dustin yang berdarah banyak. Ditambah lagi dia takut pada Dustin yang sedang mengamuk. Dia terkena serangan panik dan mulai kesulitan bernapas.
"Hhh... Hhh... Hhh.. Uhuk uhuk uhuk!"
"Phi, kamu kenapa?" Kata Ripp.
Ophelia tidak menjawab. Dia memegang dadanya sambil ketakutan. Napasnya pendek-pendek. Ripp menenangkannya.
Johnny masih menahan serangan amukan Dustin. Dustin sangat beringas. Dia berusaha memukul Johnny, tapi Johnny bisa menahannya walaupun ada beberapa pukulan yang mengenai dirinya.
"AAAAHHH!!! KALIAN SEMUA BAJINGAN! SUARA-SUARA BANGSAT!!! PERSETAN KAU, BAYANGAN HITAM BERMATA MERAH!!!"
Johnny tahu, Dustin pasti sedang kambuh kalau dia seperti ini, karena Dustin sebenarnya bukan orang yang kasar.
Kemudian Johnny menggenggam kedua lengan Dustin. Dengan sekuat tenaga, dia menyatukan dan mengikat kedua tangan Dustin dengan handuk. Dia bersusah payah melakukannya karena Dustin tidak mau diam dan memberontak.
Dustin meracau tak jelas.
"Diamlah, Dustin. Ini demi kebaikanmu juga." Kata Johnny.
Lilith masuk ke kamar mandi dan melihat Dustin sudah diikat oleh Johnny.
"Apa-apaan ini!? Apa yang kau lakukan pada Dustin, Johnny?"
"Dia mengamuk karena skizofrenianya kambuh, jadi aku terpaksa mengikatnya."
"Tahu darimana kau bahwa dia kambuh?"
"Dia tadi berteriak tentang suara dan bayangan hitam bermata merah."
Johnny menelepon Dirk dan bilang bahwa Dustin mengamuk. Dirk memintanya untuk memberikan injeksi obat penenang darurat untuk Dustin. Dirk bilang ada di lemari Angela, dan Johnny segera mengambilnya.
Johnny meraih EpiPen berisi obat campuran Haloperidol dan Quetiapine dari lemari Angela. Dia langsung kembali ke kamar mandi dan menyuntikkan EpiPen itu ke paha Dustin. Dustin pun perlahan-lahan tertidur.
"Aku... tak... bisa... napas. Uhuk! Hhh... Hhh..." Kata Ophelia. Dia batuk-batuk dan napasnya berbunyi ngik-ngik.
"Sepertinya asmamu kambuh. Mana inhalermu, Phi?" Kata Ripp.
"Ha-bis. Hhh... hhh... Ngik!"
"Kata Dirk, Kita harus membawa mereka semua ke rumah sakit Sim City Memorial." Kata Johnny ke Ripp.
Kemudian Johnny membopong Dustin ke mobil Lexusnya. Ripp dan Lilith memapah Ophelia ke mobil.
Johnny menyetir. Ophelia duduk di jok depan, sambil berusaha mengatur napasnya. Ripp dan Lilith menjaga Dustin di jok tengah. Dustin tertidur sambil kepalanya mendongak keatas.
"Hhhh...hhh... Ngik! Uhuk uhuk uhuk!" Ophelia dengan bersusah payah mengambil napas sampai mendongak, membungkuk dan membuka mulutnya. Dia terus-terusan mengi ketika mengeluarkan napas.
"Se-sak, John. Hhh... Ngik! Hek... Hek..." Kata Ophelia yang semakin sulit bernapas. Dia meringis dan mencengkeram dadanya. Wajahnya sangat pucat.
"Bertahanlah, Phi sayang. Sabar." Kata Johnny sambil mengelus pundak Ophelia. Johnny menyetir dengan mengebut. Baginya, 2 km serasa seperti 10 km jika sedang keadaan darurat seperti ini.
Akhirnya, pada pukul 13:05, mereka sampai di UGD Sim City Memorial Hospital, tempat Angela dan Puck dirawat.
Ripp keluar dari mobil.
"Tolong!" Kata Ripp sambil membuka pintu UGD.
"Ada apa?" Kata Allie, perawat yang tadi membantu Dirk.
"Teman-temanku penyakitnya kambuh. Yang satu pengidap skizofrenia, yang satu pengidap asma dan anxiety."
"Akhirnya kalian datang juga. Cepat masuk!" Sahut Dirk yang menunggu di dalam UGD. Dia bangkit dari kursinya.
Johnny segera mengangkat dan membopong Dustin dari mobil, masuk ke dalam UGD dan meletakkan Dustin di kasur. Sedangkan Lilith dan Ripp memapah Ophelia ke kursi roda di depan UGD. Perawat Allie mendorong kursi roda Ophelia dengan cepat ke dalam.
Ophelia segera duduk di kasur UGD yang sandarannya ditegakkan. Dia dipasangkan masker Nebulizer Ventolin oleh Dirk. Sedangkan perawat Allie dan Liz membersihkan darah di kedua tangan Dustin, mengobati dan membalut lukanya.
Ophelia masih kesulitan bernapas walaupun sudah memakai Nebulizer. Ripp mengelus punggungnya. Dirk memegang pergelangan tangan kiri Ophelia untuk mengecek denyut nadinya.
"Kau kekurangan oksigen, Ophelia." Kata Dirk.
Ophelia tak bisa meresponnya karena dia masih berjuang untuk bernapas.
"Hek... Hek... Hhh... Ngik..."
"Sabar, my sweetheart. Kami ada di sini. Tenang, Bernapaslah." Kata Johnny sambil menggenggam tangan kanan Ophelia.
Sedangkan Dustin sempat bangun dari tidurnya setelah selesai dibalutkan perban. Dia mengamuk lagi.
"AARGGHH!!!"
"Ikat tangan dan kakinya!" Kata Dirk.
Perawat James, Allie, dan Liz segera mengikat tangan dan kaki Dustin ke pagar kasur UGD dengan tali berwarna putih. Dia diberikan injeksi obat penenang campuran Chlorpromazine dan Diazepam oleh Dirk.
Lilith menangis tersedu-sedu sambil menjambak-jambak rambutnya sendiri. Airmatanya berlinangan, membuat eyeliner dan maskara meluntur di pipinya.
"Kurasa Dustin dan Ophelia juga harus dirawat inap, Dirk." Kata Johnny.
"Ya, benar. Namun, bukan cuma mereka yang harus dirawat inap. Lilith, kau juga."
"APA!? Hiks... Apa maksudnya? Aku baik-baik saja!" Kata Lilith sambil menangis.
"Tidak, Lilith. Gangguan bipolarmu kambuh. Kau sedang mengalami mood swing. Kau tadi pagi mengalami fase manik karena kelihatan sangat gembira, menggebu-gebu, dan kau mengecat rambutmu jadi warna biru. Sekarang kau malah menangis tersedu-sedu sambil menjambak rambutmu."
"Tentu saja aku menangis! Saudariku dan teman-teman kita kambuh!"
"Kau butuh bantuan juga, Lilith." Kata Johnny sambil menepuk pundak Lilith.
"Tidak! Aku baik-baik saja!" Teriak Lilith sambil menggebuk-gebuk dada Dirk menggunakan kepalan tangan.
Dirk menggenggam kedua pergelangan tangan Lilith.
"Beritahu aku, Lilith. Kapan terakhir kau minum obat? Jangan bohong padaku. Aku tak pernah melihatmu minum obat akhir-akhir ini. Jujurlah!"
Lilith terpaksa jujur.
"A... Aku tidak minum obat selama seminggu dan membuang semua obatnya ke toilet saat kita liburan di Serenity Beach."
Dirk menggelengkan kepala sambil melihat Lilith dengan tatapan marah.
"Kau sangat membutuhkan obat-obat itu, Lilly-ku. Sekarang, kau harus dirawat inap sebelum semuanya terlambat." Kata Dirk.
"Aku tidak mau."
"Kamu pernah menjalani ini sebelumnya. Kami peduli padamu. Ayolah, Lilly." Kata Johnny sambil merangkul Lilith.
"Jika kau mencintaiku, maka turutilah apa yang kumau. Aku ingin kau sehat. Ingatlah, tujuanku bercita-cita menjadi psikiater adalah untuk menyembuhkanmu. Aku mencintaimu." Kata Dirk, kemudian dia mencium kening dan bibir Lilith.
Lilith akhirnya mengalah dan menuruti Dirk dan Johnny untuk dirawat di rumah sakit tersebut.
Sim City Memorial Hospital
14:09 PM
Akhirnya, mereka semua sekarang di rumah sakit. Dustin dan Lilith berada di bangsal psikiatri. Angela dan Ophelia di ruangan biasa, sedangkan Puck di ICU. Dirk masih jaga UGD, sedangkan Johnny dan Ripp makan di kafetaria.
"Ini adalah hari terburuk yang pernah kualami. Sungguh, ini adalah bencana. Sebagian besar teman kita dirawat di rumah sakit." Kata Ripp sambil meremas kepalanya di meja makan.
"Iya, benar. Aku merasa harus bertanggung jawab atas semua kejadian ini, sebagai pemimpin geng Bentley 8."
"Tenang saja, Johnny. Ini bukan salahmu."
"Ya, terima kasih telah menghiburku, Ripp. Sekarang kita harus menjaga mereka secara bergantian."
Ripp membuang napas. "Ya."
Kemudian Ripp membuka instagram dan facebooknya, melihat semua swafoto mereka berdelapan selama seminggu ini.
"Padahal kemarin sampai lima hari yang lalu kita semua masih bersenang-senang. Semuanya berubah dalam waktu sehari." Kata Ripp.
"Ya, namanya juga musibah. Tak akan ada yang menyangka." Kata Johnny.
"Johnny? Aku ingin mengaku sesuatu padamu. Tapi kumohon, jangan marah."
"Apa itu?"
"Aku pernah meniduri Ophelia ketika kau sedang lembur di kantor. Aku tak bisa menahannya, aku mencintainya."
Johnny melihat Ripp dengan tatapan serius selama 10 detik. Namun, kemudian dia tersenyum.
"Hmh." Johnny menyeringai.
Ripp kaget melihat ekspresi Johnny.
"Kenapa kau tidak marah, malah senyum begitu?"
"Aku sudah tahu, Ripp."
"Dari teman-teman kita?"
"Tidak. Aku melihat kalian bercumbu di sofa lantai bawah rumahku ketika kita mengadakan pesta menginap, saat kita masih remaja. Jauh sebelum Bentley 8 terbentuk. Kalian mengira aku sudah tidur, padahal aku mengawasi kalian dari celah tangga ke lantai atas. Aku yakin, kau bukan cuma sekali meniduri Ophelia."
"I-itu benar. Kami sudah berkali-kali berhubungan seks. Sepertinya dia merasakan hal yang sama juga padaku."
"Sudahlah, tak apa-apa. Aku tak cemburu."
"Senang mendengarnya, Johnny. Kau tahu apalagi yang ingin kukatakan, mumpung hanya ada kita berdua?"
"Ya, katakan saja."
"Aku juga mencintaimu, Johnny. Aku biseksual. Rasaku padamu sama seperti rasaku ke Ophelia. Kalian berdua begitu berarti bagiku." Kata Ripp sambil memegang tangan Johnny.
Johnny menepis genggaman tangan Ripp. Ripp kecewa. Dia sudah menduga, Johnny pasti tidak menyukainya.
Johnny bangkit berdiri dari kursinya.
Ripp semakin kecewa. Yang dia takuti telah terjadi. Johnny menjauhinya.
Namun, tiba-tiba kemudian Johnny mengangkat dagu Ripp, membungkuk dan mencium bibirnya.
"Kau seharusnya bilang dari dulu."
Ripp tak bisa berkata-kata. Ternyata Johnny juga menyukainya. Dia merasa sangat senang, dan tersenyum lebar.
"Sebaiknya kita cari tempat yang sepi, karena orang-orang mulai melihat ke arah kita." Kata Johnny.
"Ya, tentu saja." Jawab Ripp.
15:03 PM
Sedangkan Dirk melewatkan makan siang untuk jaga UGD. Ketika dia berniat makan, selalu ada pasien gawat yang datang sehingga tak sempat, termasuk teman-teman serumahnya. Ditambah lagi, dia lupa untuk membawa permen atau cokelat hari ini.
Dirk mulai merasa lapar. Dia gemetaran, pusing, dan berkeringat. Namun, dia lebih mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya sendiri.
Dirk memerintahkan para perawat untuk memasukkan seorang pasien kecelakaan ke ruang bedah.
Kemudian, Dirk pergi ke ruang poli yang sudah ditutup untuk mengambil berkas-berkas. Dia sendirian.
Pandangannya semakin kabur. Dia terengah-engah. Dia berusaha untuk tetap berdiri tegak, walaupun kepalanya serasa berputar. Dia berpegangan pada meja.
Ketika dia hendak mengambil sampel darahnya untuk mengecek kadar glukosa, dia tak bisa menahannya lagi. Alat pengukur kadar glukosa yang digenggamnya jatuh ke lantai.
Dia merosot jatuh dengan posisi menyamping ke kanan, lalu mengalami kejang akibat kekurangan gula. Namun, dia masih sadar dan segera memanggil seseorang menggunakan tombol darurat di pager khusus dokternya. Dia meraih pager dengan susah payah, karena tangannya kaku akibat kejang.
Lima menit kemudian.
Tok tok
"Ada apa, Dr. Dreamer?" Kata perawat bernama Penny.
Penny membuka pintunya, dan melihat Dirk kejang. Dia sudah kehilangan kesadaran kali ini.
"Ya Tuhan, Dr. Dreamer! Tolong! Tolong!"
Dirk segera dibawa ke UGD dan diberi injeksi glukagon, yang menaikkan kadar gula dalam darah. Dia masih tak sadarkan diri, sehingga harus dirawat. Dia dibawa ke ruangan 210F.
Sampai ke ruangan 210F, Dirk mulai sadar. Dia langsung meraih ponselnya untuk menelepon Johnny dan Ripp bahwa dia juga dirawat.
Namun, Johnny dan Ripp sedang sibuk bercumbu di mobil Johnny. Mereka berciuman sambil berpelukan dengan mesra dan penuh hasrat.
Ponsel Johnny berbunyi.
"Biarkan saja." Kata Ripp.
Johnny dan Ripp melanjutkan berciuman. Mereka tidak melihat siapa yang menelepon sampai akhirnya ditutup.
Ripp memberikan Johnny blow job.
"Aahhh..." Johnny memegang kepala Ripp sambil mendesah dengan nikmat.
"Aneh, di mana mereka?" Pikir Dirk. Dia menelepon Ripp.
Ponsel Ripp berbunyi.
"Ah, mengganggu sekali. Siapa sih?"
Ripp membuka ponselnya.
"Ah, dari Dirk."
"Jawab saja, siapa tahu penting."
Johnny kembali memakai celananya dan memasang ritsletingnya.
"Ya, Dirk?" Kata Ripp sambil mengangkat panggilan. Dia menyalakan tombol speaker.
"Hai. Ada berita buruk. Aku juga dirawat di rumah sakit ini karena diabetesku kambuh akibat aku melewatkan makan siang. Aku berada di kamar 210F."
"Waduh. Hari semakin buruk saja." Kata Johnny.
"Tinggal menunggu giliran kita, John." Kata Ripp.
"Hahaha. Amit-amit." Jawab Johnny.
"Baiklah, Dirk. Kami akan menjengukmu. Kami masih di kafetaria." Kata Ripp berbohong.
"Oke, terima kasih."
Telepon ditutup.
"Walaupun hari ini adalah bencana dan musibah, aku bersyukur karena masih punya kamu, John. Kurasa hari ini tak sepenuhnya buruk bagiku."
"Ya, aku juga. Ayo, kita temani mereka semua."
Mereka berciuman lagi, tapi kali ini dengan lembut. Lalu, mereka keluar dari mobil dan segera menjenguk keenam sahabat mereka secara bergantian. Yang pertama mereka jenguk adalah Ophelia di ruang 334B. Ophelia masih dipakaikan nebulizer, tapi dia bisa bicara dengan baik.
Sementara itu, Angela sudah sadar. Dokter kandungannya datang ke kamarnya.
"Nona Pleasant, kau menderita endometriosis stadium 3. Kau akan membutuhkan ibuprofen dan pil KB setiap hari untuk bisa bertahan hidup."
"Ya, baiklah." Angela menjawab dengan lesu dan pasrah sambil membuang napas.
"Aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Ini akan sulit untuk didengar."
Angela hanya diam mendengar penjelasan dokter kandungannya.
"Intinya, kau tidak akan bisa punya anak. Kau tidak mungkin hamil, apalagi melahirkan."
Angela tak bisa berkata-kata mendengar ucapan itu. Dia hanya berusaha menahan airmatanya. Pupus sudah cita-citanya untuk menjadi seorang ibu dari rahimnya sendiri. Dia kelihatan kuat, padahal hatinya hancur.
Kemudian pada pukul 16:37, Johnny dan Ripp mendatangi kamarnya. Angela memalsukan senyuman lagi.
"Hari ini hari terburuk kita, Angie. Kau pingsan di kampus dan dibawa kesini. Puck juga terkena serangan jantung di saat yang sama dan tadi dia diselamatkan oleh Dirk di kasur UGD di sebelahmu. Sekarang Puck berada di ICU." Kata Johnny.
"Astaga. Aku tak menyangka ini dapat terjadi. Yang lainnya kemana?"
"Dustin kambuh dan dia mengamuk sambil menonjok cermin yang ada di kamar mandi kalian sampai pecah dan tangannya berdarah-darah. Itu membuat asma Ophelia kambuh saat dia melihatnya, karena dia takut darah. Namun, aku berhasil membuat Dustin tertidur dengan obat penenang injeksi darurat dan aku segera membawanya kesini bersama yang lain. Lilith juga harus dirawat karena dia mengalami episode campuran. Dustin dan Lilith sekarang dirawat di bangsal psikiatri, sedangkan Ophelia dirawat di ruang 334B di lantai ini juga. Ditambah lagi, diabetes Dirk kambuh karena dia melewatkan makan siang demi menyelamatkan kita semua. Dia juga dirawat di ruang 210F." Kata Johnny.
"Ini sungguh bencana yang menyedihkan. Padahal minggu ini tadinya sangat menyenangkan dan kita semua sehat-sehat saja." Kata Angela.
"Ini musibah, Angela. Tak akan ada yang menyangka." Kata Ripp.
"Iya." Angela masih menahan tangis. Apa yang diucapkan dokter kandungan sebelumnya padanya juga merupakan musibah baginya, tapi dia tak mau mengungkapkannya ke Johnny dan Ripp.
Setelah mereka bertiga mengobrol selama sepuluh menit, Johnny dan Ripp pamit untuk menjenguk yang lain.
Angela menangis setelah Johnny dan Ripp meninggalkan kamarnya.
Johnny dan Ripp menjenguk Dirk, Dustin, Lilith, dan Puck secara bergantian. Sama seperti Ophelia, Dirk dan Lilith masih bisa diajak bicara dengan baik. Sedangkan Dustin dan Puck tetap tak sadarkan diri ketika mereka menjenguknya. Dustin masih diikat, sedangkan Puck masih dipasangi selang intubasi di mulutnya dan kabel-kabel di tubuhnya.
Kemudian, Johnny dan Ripp pulang ke rumah. Mereka bermesraan, bercinta, dan tidur bersama.
Keesokan harinya.
Minggu, 23 Juni 2019
08:06 AM
Puck bangun dari tidurnya. Lagi-lagi, dia berada di rumah sakit beserta selang intubasi dan kabel-kabel di badannya, seperti yang biasa dialami olehnya.
Dia mengambil ponsel dalam tas ransel yang berada di meja sebelah kasurnya. Ketika dia membuka grup WhatsApp Bentley 8, dia kaget sudah ada sekitar 100 chat sejak kemarin. Dia membuka foto tentang dirinya dan Angela. Dia langsung membaca dan merespon chat grup tersebut.
Puck : Hei, apa yang terjadi padaku? Angela juga kenapa?
Dirk : Syukurlah kau sudah sadar, Puck. Kemarin kau terkena serangan jantung dan dibawa ke rumah sakit Sim City Memorial bersamaan dengan Angela yang juga pingsan di kampusnya akibat endometriosis. Aku, Dustin, Lilith, dan Ophelia juga dirawat di Sim City memorial karena penyakit kita semua kambuh.
Angela : Haha, bisa barengan gitu ya. Musibah yang menyedihkan.
Lilith : Puck, kau harus berterima kasih pada Dirk. Dialah yang telah menyelamatkan hidupmu.
Puck : Terima kasih banyak, Dirk.
Dirk : Sama-sama, Puck. Senang bisa membantumu.
Angela : Bukan cuma Puck yang harus berterima kasih. Kita juga. Dia telah menolong kita semua. Terima kasih, Dirk.
Ophelia : Terima kasih, Dirk. Kami beruntung memiliki dokter sepertimu.
Dirk : Sama-sama, Angie, Phi. Aku senang bisa menolong kalian.
Ripp : Dengan tubuh seperti itu, siapa sih pria yang menolakmu?
Ripp : Sori, salah room.
Lilith : Tukang bohong. Lawakanmu tidak lucu, bodoh.
Ophelia : Ripp, sopanlah sedikit. Jangan mesum terus.
Johnny : Tenang, aku akan memberinya pelajaran nanti.
Puck : Dustin kemana? Kok tak ada respon?
Dirk : Mungkin masih tidur.
Dustin : HA HA HA HA HA HA HA
Dirk : Bagaimana keadaanmu, Dustin?
Dustin : #$_&-+()/*"':;!4263839025
Dustin : Cake isi daging buaya sepertinya enak ya
Dustin : Lebih enak daripada makan jeruk setelah sikat gigi
Dustin : Di diskotik ada kelinci aku pakai baju bikin bom nuklir sambil minum roti besi
Dustin : Anjing. Dinding. Bening. Saring. Pusing. Kuning. Bising.
Tujuh orang lainnya tidak bisa merespon melihat keanehan Dustin. Sebagian besar dari mereka tertawa atau mengernyitkan alis, kecuali Dirk dan Angela yang sudah terbiasa menangani orang dengan gangguan jiwa. Mereka berdua tahu, Dustin sedang mengeluarkan word salad atau inkoherensi kata-kata yang merupakan gejala khas skizofrenia. Dari chat tersebut, jelas sekali bahwa kondisi kejiwaan Dustin masih parah dan belum stabil. Namun, mereka semua memaklumi dan menerimanya.
Angela : Get well soon, Dustin. Get well soon buat kita semua.
Puck : Kuharap kita semua akan segera sehat dan berkumpul kembali bersama.
Dirk : Amin
Ophelia : Amin
Lilith : Ya, semoga saja
Johnny : Tenang, aku akan menjenguk kalian hari ini dan juga besok. Tunggulah.
Ripp : Kalian mau dibawain apa? Roti bakar buatanku?
Lilith : Hoek. Roti bakar buatanmu adalah roti bakar paling gosong dan tidak enak yang pernah ada.
Ripp : Wow, menyakitkan.
Angela : Hahaha. Aku tak sabar ingin memasak lagi untuk kalian
Dustin : Lalalalalalalalalalalalala trilililililililili owuoooooooo
Mereka hanya menyudahi pembicaraan di grup itu setelah melihat chat dari Dustin.
Johnny dan Ripp membawakan susu, buah, serta bubur ayam Korea dan sup krim jamur buatan Johnny. Lalu, mereka berdua pergi menjenguk anggota Bentley 8 yang dirawat di rumah sakit. Namun, Dustin masih tidur ketika dijenguk oleh mereka. Psikiater mengatakan keadaan Dustin masih belum stabil dan dia diberi injeksi dua kali sehari karena pikirannya terputus dari realita. Sedangkan Dirk mengunjungi ICU tempat Puck dirawat karena dia khawatir. Puck memeluk Dirk dengan erat, berterima kasih karena Dirk telah menyelamatkan nyawanya.
Dua hari kemudian.
Selasa, 25 Juni 2019
09:28 AM
Puck dipindahkan ke ruangan biasa. Dustin sudah agak stabil dan bicaranya mulai kembali nyambung setelah menjalani ECT (terapi listrik otak untuk gangguan kejiwaan). Kemudian, melalui chat grup Bentley 8, Johnny dan Ripp mengajak mereka semua untuk bertemu di taman rumah sakit. Mereka pun menurutinya dan pergi ke taman rumah sakit pada pukul 10:00 AM, setelah sarapan pagi di kamar.
Angela duduk di antara Dustin dan Lilith di bangku taman yang menghadap air mancur. Dustin sudah tak separah kemarin, dan bisa diajak bicara dengan baik. Di sekeliling mereka ada Puck dan Ophelia yang duduk di kursi roda, serta Dirk, Johnny, dan Ripp yang berdiri.
"Senang rasanya bisa berkumpul kembali dengan kalian. Maafkan chatku yang kemarin, aku benar-benar tak sadar waktu itu. Pikiranku terputus dari realita. Aku baru sadar setelah melakukan ECT dan membacanya lagi." Kata Dustin.
"Tak apa-apa, Dustin. Kami paham tentang itu. Senang melihatmu sudah kembali sekarang." Kata Dirk.
"Maafkan aku juga yang sudah mengikatmu kemarin, Dustin. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan karena kau mengamuk dengan beringas sekali, jadi aku terpaksa harus mengikatmu sebelum menyuntikkan obat padamu." Kata Johnny.
"Tidak masalah, Johnny." Balas Dustin.
"Angela, kau kenapa? Kau terlihat sedih. Dari tadi kau melamun atau menunduk ke bawah terus." Kata Ophelia.
"Tidak apa-apa." Angela menggeleng sambil memalsukan senyuman lagi.
"Sis, aku memang tidak pernah benar-benar menyukaimu, tapi kita ini kembar. Aku tahu jika kau sedang menyembunyikan perasaanmu. Ada sesuatu yang kau rahasiakan dari kami." Kata Lilith.
"Tidak ada, ah. Itu hanya perasaanmu saja." Angela menahan tangis.
"Jangan ada rahasia di antara kita. Aku ingin kau jujur, sayangku. Jangan menyimpannya sendirian, itu tidak baik untuk kesehatan mentalmu. Bicaralah pada kami." Kata Dustin sambil menggenggam tangan Angela.
Angela bangkit dari kursinya dan berdiri di tengah-tengah kekasih, saudari, dan semua temannya. Dia tidak bisa menahan tangisnya lagi. Dia meneteskan air mata sambil bicara yang sejujurnya.
"Sebenarnya... Dokter kandunganku kemarin bilang sesuatu padaku, yang membuat hatiku sangat sedih.".
Angela terisak. Semuanya mendengarkannya.
"Aku menderita endometriosis stadium 3, dan dia bilang aku mandul. Aku tidak akan bisa punya anak. Aku tidak mungkin hamil, apalagi melahirkan. Aku sangat terpukul mendengarnya, karena cita-citaku selain menjadi psikolog adalah menjadi seorang ibu. Maafkan aku, Dustin. Aku tidak bisa memberimu seorang anak. Aku memaklumi jika kau ingin meninggalkanku. Maaf...hiks..."
Dustin bangkit dan mendekap Angela.
"Hei, hei. Kau tahu aku takkan pernah meninggalkanmu, apa pun keadaanmu. Lagipula, aku juga belum tentu bisa punya anak kandung karena berisiko untuk menurunkan skizofrenia pada anakku nantinya. Aku mencintaimu, Angie. Aku akan selalu bersamamu, apa pun yang terjadi." Kata Dustin, lalu dia mencium kening, pipi, dan bibir Angela.
"Iya, Sister. Kami semua juga bergelut dengan penyakit kami, baik itu mental ataupun fisik." Kata Lilith.
"Itu benar, Angie. Kami akan selalu di sampingmu, dan kuharap kau akan selalu berjuang bersama kami, terutama untuk komunitas kesehatan jiwa Im-Perfection." Kata Johnny.
"Kalian tahu? Kalian benar-benar menyebalkan. Tapi kalian adalah anugerah terindah yang kudapatkan dari Tuhan. Persahabatan semacam ini tak pernah kurasakan saat menjadi kapten cheerleader, bahkan di kampus sekalipun." Kata Angela.
"Dari situlah, kita memiliki ikatan. Walaupun kita sedang diuji oleh bencana, tapi kita semua mempunyai rasa persaudaraan yang kuat dan tak akan lekang oleh waktu." Kata Puck.
"Selain itu, Angela yang kukenal tidak akan menyerah pada keadaan." Kata Ophelia.
"Kau boleh menangis di pundakku kapan saja. Aku akan selalu menghiburmu. Jadikanlah aku sahabat, kakak, atau mungkin rekan bercumbumu kalau kau mau." Kata Ripp. Lantas dia langsung disikut oleh Ophelia. "Bagian terakhir hanya bercanda, hahaha."
"Kau tidak pernah sendirian, Angela." Kata Dirk.
Tangis Angela pecah. Dustin memeluknya dengan erat. Lilith dan Dirk memeluk mereka berdua. Ophelia dan Puck bangkit dari kursi roda mereka, dan mereka juga ikut berpelukan menyusul Johnny dan Ripp. Kini mereka berdelapan berpelukan sambil membentuk sebuah lingkaran di taman rumah sakit.
Mereka menyanyikan lagu Stand By You milik Rachel Platten.
Hands, put your empty hands in mine
(Tangan, genggamkan tangan hampamu ke tanganku)
And scars, show me all the scars you hide
(Dan bekas luka, tunjukkan padaku semua bekas luka yang kau sembunyikan)
And hey, if your wings are broken
(Dan hei, jika sayap-sayapmu patah)
Please take mine so yours can open too
(Silakan ambil sayapku agar sayapmu juga bisa mengepak)
'Cause I'm gonna stand by you
(Karena aku kan selalu di sisimu)
Oh, tears make kaleidoscopes in your eyes
(Oh, air mata membentuk kaleidoskop di matamu)
And hurt, I know you're hurting, but so am I
(Dan luka, aku tahu kau terluka, tapi begitu pun diriku)
And love, if your wings are broken
(Dan cinta, jika sayap-sayapmu patah)
Borrow mine so yours can open too
(Pinjamlah sayapku agar sayapmu juga bisa mengepak)
'Cause I'm gonna stand by you
(Karena aku kan selalu di sisimu)
Even if we're breaking down
(Meskipun kita kan hancur)
We can find a way to break through
(Kita bisa temukan jalan untuk lewati kesulitan)
Even if we can't find heaven
(Meskipun kita tak bisa temukan surga)
I'll walk through hell with you
(Aku kan lewati neraka bersamamu)
Love, you're not alone
(Sayang, kau tak sendiri)
'Cause I'm gonna stand by you
(Karena aku kan selalu di sisimu)
Even if we can't find heaven, I'm gonna stand by you
(Meskipun kita tak bisa temukan surga, aku kan selalu di sisimu)
Even if we can't find heaven
(Meskipun kita tak bisa temukan surga)
I'll walk through hell with you
(Aku kan lewati neraka bersamamu)
Love, you're not alone
(Sayang, kau tak sendiri)
'Cause I'm gonna stand by you
(Karena aku kan selalu di sisimu)
Yeah, you're all I never knew I needed
(Yeah, hanya dirimu yang dulu tak pernah kusangka aku kan butuh)
And the heart, sometimes it's unclear why it's beating
(Dan hati ini, kadang tak jelas mengapa berdetak)
And love, if your wings are broken
(Dan cinta, jika sayap-sayapmu patah)
We can brave through those emotions too
(Kita juga bisa lewati emosi itu)
'Cause I'm gonna stand by you
(Karena aku kan selalu di sisimu)
Oh, truth, I guess truth is what you believe in
(Oh, kenyataan, kurasa kenyataan adalah apa yang kau yakini)
And faith, I think faith is helping to reason
(Dan keyakinan, kurasa keyakinan membantu tuk menalar)
No, no, no, love, if your wings are broken
(Tidak, cinta, jika sayap-sayapmu patah)
Borrow mine so yours can open too
(Pinjamlah sayapku agar sayapmu juga bisa mengepak)
'Cause I'm gonna stand by you
(Karena aku kan selalu di sisimu)
I'll be your eyes when yours can't shine
(Aku kan jadi matamu saat matamu tak bisa bersinar)
I'll be your arms, I'll be your steady satellite
(Aku kan jadi lenganmu, aku kan jadi satelitmu yang kokoh)
And when you can't rise, well, I'll crawl with you on hands and knees
(Dan saat kau tak bisa berdiri, yah, aku kan merangkak bersamamu dengan berlutut)
'Cause I
(Karena aku)
(I'm gonna stand by you)
(Aku kan selalu di sisimu)
Cause I'm gonna stand by you
(Karena aku kan selalu di sisimu)
Even if we're breaking down
(Meskipun kita kan hancur)
We can find a way to break through
(Kita bisa temukan jalan untuk lewati kesulitan)
Even if we can't find heaven
(Meskipun kita tak bisa temukan surga)
I'll walk through hell with you
(Aku kan lewati neraka bersamamu)
Love, you're not alone
(Sayang, kau tak sendiri)
Love, you're not alone
(Cinta, kau tak sendiri)
No, I'm gonna stand by you
(Tidak, aku kan selalu di sisimu)
(Even if we can't find heaven, heaven, heaven)
(Meskipun kita tak bisa temukan surga, surga, surga)
I'm gonna stand by you
(Aku kan selalu di sisimu)
Mereka semua bertepuk tangan setelah menyanyi. Tangis Angela yang tadinya adalah tangis duka berubah menjadi tangis kebahagiaan. Dia tersenyum lebar dan berterima kasih kepada Tuhan.
Bersambung